Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, Netralitas, dan Etika Politik

25 Januari 2024   13:28 Diperbarui: 5 Maret 2024   16:56 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Karena itu saya cawe-cawe. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional... Kesempatan kia hanya 13 tahun ke depan. Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk negara maju," kata Presiden Joko Widodo ketika bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional di Istana, Jakarta, pada Senin, 29 Mei 2023 sore (Kompas.com, 4/6/2023).

Pernyataan Presiden tentang cawe-cawe politik berbuntut panjang dalam konstelasi politik nasional, terutama proses kontestasi dalam pemilihan sosok yang akan masuk ke dalam bursa calon presiden. Drama kongsi politik antara Presiden Joko Widodo dengan dua partner politiknya, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, pun langsung mencuat dengan berbagai analisa yang bermuara pada pendapat, bahwa Presiden sedang melakukan tawar-menawar posisi untuk posisi RI 1 atau RI 2 kepada kedua tokoh tersebut.

Sumber: Tribunnnews.com
Sumber: Tribunnnews.com

Alih-alih menjodohkan keduanya menjadi satu pasangan calon dalam pilpres, skenario kongsi politik yang diinisisai Jokowi malah bubar lantaran Ganjar Pranowo keluar dari kubu tiga serangkai tersebut. Sekuen drama politik berikutnya adalah Ganjar memilih pinangan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi capres dari partai Moncong Putih.

Singkat cerita, konstelasi politik dalam bursa paslon capres pun langsung berubah drastis ketika Presiden membiarkan putra sulungnya dipinang oleh Koalisi Indonesia Maju untuk menjadi calon wakil presiden mereka, Prabowo Subianto. Maka lahirlah paslon ketiga, yaitu Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka, setelah paslon Anies Baswedan -- Muhaimin Iskandar dan paslon Ganjar Pranowo -- Mahfud MD dideklarasikan.

Lahirnya pasangan Prabowo -- Gibran sempat memicu kontroversi karena dianggap cacat konstitusional yang dipicu oleh adanya dugaan campur tangan kekuasaan Presiden Jokowi terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran sebagai cawapres. Masalahnya, Keputusan MK tersebut dianggap melabrak ketentuan tentang syarat batas minimal usia capres atau cawapres 40 tahun. Usia Gibran Rakabuming Raka ketika mendaftarkan diri sebagai cawapres baru 36 tahun.

Selain itu, sikap Jokowi yang terkesan memberi restu untuk putranya menjadi pendamping Prabowo saat itu langsung memicu migrasi dukungan politik para pemilih Jokowi kepada paslon yang mendapat nomor urut 2 ini. Akibat dari migrasi tersebut, kekuatan politik Prabowo dan pasangannya ini pun langsung menguat. Berbagai hasil survei pun menguatkan fenomena ini dengan menunjukkan pergerakan elektabilitas Prabowo -- Gibran yang melambung drastis, jauh meninggalkan rival politiknya.

Sumber: CNNIndonesia.com
Sumber: CNNIndonesia.com

Konfigurasi 3 paslon capres ini lalu diterima dan disahkan oleh KPU sebagai peserta Pipres 2024 yang akan segera mengikuti semua rangkaian kegiatan dari sosialisasi, debat capres, kampanye terbuka, hingga pemilihan. Kehadiran sosok Jokowi dalam rangkaian kegiatan Pilpres 2024 hanya bisa dirasakan dari menguatnya dukungan terhadap pasangan Prabowo -- Gibran yang terus menggerus basis pendukung lawannya, terutama Ganjar Pranowo -- Mahfud MD.

Fenomena tergerusnya suara dukungan untuk Ganjar Pranowo selama masa kampanye Pilpres 2024 menguatkan julukan untuk Jokowi sebagai King Maker dalam politik Indonesia saat ini. Posisinya sebagai tokoh terkuat di atas panggung politik nasional sekarang terlihat dari kemampuannya untuk menekan para Ketum Parpol di Koalisi Indonesia Maju untuk memasang Gibran sebagai cawapres Prabowo. Selain itu, Jokowi juga menguasai kekuasaan di semua jajaran pemerintahannya yang terkait dengan penegakan hukum, kesejahteraan sosial, dan layanan publik.

            Kekuatan politik Jokowi yang paling fenomenal adalah kemampuannya memobilisasi para pendukung loyalnya untuk mendukung Prabowo -- Gibran secara simbolik sehingga bisa tersamar dari sikap politiknya yang berpihak. Mobilisasi pendukung Jokowi ini jelas berpengaruh buruk terhadap kekuatan Ganjar Pranowo. Bahkan, PDI Perjuangan yang sudah menjadi pemenang pemilu 2 kali berturut-turut suaranya pun tergerus. Sebaliknya, Partai Gerindra, dan PSI sebagai penyokong utama Prabowo -- Gibran mengalami eskalasi dukungan yang signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun