Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Aksara Latin, Peradaban Kolonial dan Proses Modernisasi Indonesia

4 Januari 2024   16:53 Diperbarui: 5 Maret 2024   17:11 1472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Empat Serangkai, para pemimpin Putera, sedang menunggu kedatangan Perdana Menteri Jepang Tojo pada 1943. Dari kiri ke kanan: Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantoro, Kiai Hadji Mas Mansoer. Paling kanan M Soetadjo Djojohadikoesoemo.(NIOD via kompas.com)

Aksara Latin meskipun paling terakhir masuk ke Nusantara, namun memiliki pengaruh paling besar dalam perkembangan tradisi literasi di Indonesia. 

Dukungan secara struktural melalui peraturan negara membuat aksara Latin bisa menembus ke seluruh masyarakat melalui institusi pendidikan seperti sekolah dasar pemerintah untuk pribumi, sekolah swasta untuk pribumi, dan sekolah-sekolah swasta yang eksklusif untuk warga kelas satu dan kelas dua. 

Pengajaran aksara Latin secara terstruktur, sistematis, dan masif melalui kurikulum pendidikan menghasilkan tradisi literasi yang terbuka, dinamis, rasional, dan modern. 

Melalui bahan-bahan bacaan beraksara Latin wawasan para murid menjadi lebih terbuka dan lebih empirik sehingga kemampuan literasi mereka berkembang pesat.

Berpendidikan Modern

Yudi Latif dalam buku: Pendidikan yang Berkebudayaan: Histori, Konsepsi, dan Aktualisasi Pendidikan Transformatif (2020) menulis, apa pun motif dari diperkenalkan dan direorganisasinya beragam sekolah tersebut, dampak langsungnya terhadap alam kehidupan di Hindia sangat nyata, yaitu peningkatan secara signifikan jumlah bumiputra yang terdidik secara Barat.

Pada 1900, total pribumi yang mendaftar di sekolah-sekolah negeri dan swasta dari semua jenis dan level sekita 101.003 orang. Total penduduk Hindia saat itu berjumlah 45,1 juta jiwa.

Sepuluh tahun kemudian jumlah pribumi yang terdaftar di sekolah Belanda meningkat hampir 3 kali lipat menjadi 310.496 orang. Tahun 1920 terjadi lonjakan signifikan kaum pribumi yang terdidik secara Barat, yaitu 829.802 orang, dari 48,4 juta total penduduk Hindia. Artinya, terdapat penambahan sebanyak 519.306 pribumi yang masuk ke dalam sistem pendidikan Barat dibanding tahun 1910.

Jumlah penduduk pribumi yang menjadi siswa di sekolah-sekolah Eropa yang meningkat drastis selama 2 dekade tersebut menggambarkan transformasi pengetahuan Barat yang cukup besar terhadap orang-orang pribumi. 

Mereka sudah mengenyam bangku pendidikan Eropa sehingga sudah terdidik secara modern. Meningkatnya jumlah bumiputra yang terdidik secara Barat ini menimbulkan konsekuensi yang tidak terduga dalam sejarah. 

Penguasaan pengetahuan Barat sebagai modal kultural baru menyebabkan peningkatan ekspektasi mereka, sehingga mendesak pemerintah untuk mengakomodasi aspirasi mereka akan kemajuan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun