Anies Baswedan merupakan satu-satunya sosok calon presiden yang tidak terikat dengan Joko Widodo secara langsung, baik secara personal maupun jabatan politik.Â
Sejak berhenti menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun lalu, hubungan Anies dengan Presiden Republik Indonesia ketujuh itu semakin renggang dan semakin berseberangan.Â
Berbeda dengan dua rivalnya dalam pemilihan presiden kali ini,  yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang selalu dipromosikan oleh Jokowi sebelum mereka dideklarasikan oleh partai yang berbeda-beda.  Anies tidak saja dicuekin Jokowi, tetapi sosoknya juga merupakan antitesisnya mantan Wali Kota Solo ini.Â
Membawa predikat sebagai antitesis Jokowi, sosok Anies Baswedan tampil seperti angin segar yang membawa harapan perlawanan bagi kelompok-kelompok anti-Jokowi selama ini.Â
Mereka adalah kelompok yang merasa selalu dizalimi penguasa selama Jokowi berkuasa. Anies adalah simbol perlawanan baru terhadap arogansi kekuasaan yang direpresentasikan dalam sosok Jokowi dan kebijakan-kebijakan politiknya.Â
Tampilnya Anies Baswedan di atas kancah politik nasional langsung membangkitkan syahwat politik mereka untuk segera menumbangkan kekuasaan yang dinilai sangat pongah dan zalim.Â
Kelompok-kelompok yang mengidentikkan diri dengan predikat Anies Baswedan sebagai antitesi Jokowi adalah adalah kelompok Islam radikal, kekuatan politik yang kalah dalam Pilpres lalu, kelompok yang kecewa, benci, bahkan antipati terhadap Jokowi, serta orang-orang yang tersingkir dari lingkaran kekuasaan istana, dan kelompok oportunis pemburu kekuasaan.Â
Di sisi lain, predikat Anies sebagai antitesis Jokowi justru menguatkan kesan masyarakat selama ini bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta ini adalah "musuh dalam selimut" dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.Â
Kedekatannya dengan kelompok radikal dan pembenci Jokowi bisa saja memicu dirinya untuk menghalalkan kembali penggunaan identitas keagamaan untuk kepentingan elektoralnya dalam Pilpres 2024.Â
Sosok antitesis Jokowi yang ditunjukkan oleh Anies selama ini tidak sekadar sikap oposisi dan kritis terhadap sejumlah kebijakan pemerintah yang mengabaikan hak-hak publik, tetapi juga rasa benci dan dendam politik terhadap sosok personal Jokowi.Â