Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik

Undecided Voters dan Pencerdasan Pemilih

16 Desember 2023   06:59 Diperbarui: 8 Januari 2024   20:56 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artinya, undecided voters yang muncul dalam sebuah survei akan merepresentasikan sikap mereka dalam kurun waktu survei tersebut dilaksanakan. Jadi, sikap responden yang belum menentukan pilihan berdasarkan hasil survei pada Juni merepresentasikan fenomena  undecided voters selama April hingga Juni. Begitu juga dengan survei pada Agustus yang memotret fenomena undecided voters selama Juni sampai Agustus. 

Proporsi responden belum menentukan pilihan yang cenderung meningkat, terutama pada November dan Desember merupakan indikator meningkatnya kesadaran pemilih tentang pentingnya pengenalan lebih dalam terhadap sosok capres yang akan dipilih nanti. Semakin tinggi angka undecided voters menandakan peningkatan kesadaran pemilih untuk terus mengoreksi preferensi mereka terhadap capres yang sudah mereka tentukan. 

Artinya, undecided voters yang tinggi menjelang Pilpres 2024 ini boleh jadi bukan isyarat meningkatnya potensi golput. Sebaliknya, justru menjadi isyarat meningkatnya kesadaran pemilih untuk mengetahui kualitas calon pemimpin nasional melalui ketiga sosok capres yang berkompetisi. Kecerdasan pemilih mulai terbentuk sehingga mereka tidak akan gegabah untuk menyatakan pilihan capres mereka sedini mungkin tanpa mengenal lebih kualitas,kinerja, kepemimpinan, karakter, hingga skill yang dimiliki. 

Pemilih Cerdas

Apakah undecided voters identik dengan pemilih cerdas? Sikap responden yang enggan menyatakan pilihan mereka di jauh-jauh hari lantaran ingin mempelajari dulu aspek-aspek penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, mereka inilah termasuk kategori pemilih cerdas. Mereka memanfaatkan momen-momen kampanye terbuka seperti sekarang untuk menilai secara langsung kompetensi capres melalui gaya orasi, retorika, kecerdasan, kemampuan memimpin, problem solving, hingga keterampilan manajerial. 

Salah satu forum yang kompatibel untuk menguji kompetensi para capres adalah melalui debat capres yang tradisinya sudah dimulai sejak Pemilu 2004. Seiring berjalannya waktu, perkembangan format debat semakin maju sehingga muncullah format debat terbuka antarcapres seperti yang dilakukan pada debat capres Pilpres 2019 dan 2024. Melalui forum debat kompetensi, kemampuan intelektual, karakter, dan gaya kepemimpinan capres diuji melalui retorika yang mereka kemukakan. 

Pada Pilpres 2019 Litbang Kompas pernah membuat jajak pendapat telepon tentang pengaruh penampilan capres pilihan mereka dalam debat terhadap preferensi capres yang dipilih. Bagi responden yang sudah menentukan pilihan capres, debat bukanlah forum untuk mengubah pilihan mereka. Ketertarikan mereka terhadap debat hanya ingin melihat penampilan capres dalam berorasi dan menyampaikan retorika di hadapan publik. Hasil jajak pendapat saat itu menunjukkan, mereka ingin tahu kompetensi capres dalam aspek penguasaan materi, solusi yang ditawarkan, dan cara penyampaian gagasan di depan publik.  

Sumber: Viva
Sumber: Viva

Dari ketiga aspek tersebut, baik pemilih Prabowo Subianto maupun pemilih Joko Widodo mengapresiasi positif kemampuan debat capres mereka masing-masing. Prabowo dinilai unggul dalam cara penyampaian materi di depan publik. Sedangkan Jokowi dinilai unggul dalam memberikan solusi. Tingginya apresiasi terhadap kemampuan capres membuat kemungkinan untuk mengubah pilihan sangat kecil sekali. Hasil jajak pendapat ini mengungkapkan, setelah debat, sekitar 2 persen responden pemilih Prabowo menyatakan mengubah pilihannya kepada Jokowi. Sebaliknya, pemilih Jokowi yang mengubah pilihannya kepada Prabowo juga sebesar 2 persen.

Jajak pendapat ini hanya mewakili pendapat responden yang ditelepon, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai jawaban yang merepresentasikan pemilih di Indonesia. Artinya, potensi debat bisa mengubah preferensi responden yang belum menentukan pilihan bisa saja signifikan, mengingat peserta debat, yaitu capres dan cawapres sekarang lebih beragam latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, dan pengalaman sebagai pejabat publik. 

Mereka yang masih undecided voters hingga sekarang boleh jadi ingin mengulik lebih dalam kompetensi putra-putra terbaik bangsa ini dalam menyampaikan gagasan untuk kemajuan bangsa dan menawarkan solusi untuk segera keluar dari berbagai problem yang menggelayuti bangsa ini. Yang jelas, fenomena undecided voters dalam Pilpres 2024 bukanlah isyarat meningkatnya golput melainkan proses pencerdasan pemilih. Penampilan dan kualitas debat bisa saja memberi citra positif sosok capres kepada calon pemilih yang bersimpati kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun