Mohon tunggu...
Sul Pandri
Sul Pandri Mohon Tunggu... -

Aktif pada Pemberdayaan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ramadhan Mendidik Kesederhanaan

25 Juni 2015   17:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:12 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seiring berputarnya waktu, hari ini tanpa terasa kembali ramadhan menghampiri kita. Ramadhan merupakan bulan dimana kaum muslimin seluruh dunia menjalankan puasa secara penuh satu bulan. Ibadah puasa dijalankan berdasarkan perintah Allah dalam Qur`an Surat Al-Baqarah : 183 : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Selain ayat diatas Rasulullah Saw dalam sabdanya mengatakan: "Telah datang kepada kalian bulan Ramadan. Bulan yang penuh berkah. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa di bulan itu. Di bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka. Pintu-pintu neraka ditutup. Setan-setan dibelenggu. Dan di dalamnya terdapat malam Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa diharamkan kebaikannya maka ia benar-benar telah diharamkan." ( HR Imam Ahmad).

Sepanjang Ramadhan, umat Islam berpuasa dari fajar/subuh hingga datangnya magrib, sehingga bisa merasakan rasa sakit dan payah tanpa makan dan minum. Dalam  puasa sejatinya perlu meneguhkan rasa yang berempati umat  Islam terhadap kaum miskin, terutama dengan menerapkan  kesederhanaan makan dan minum serta membelanjakan harta.

Namun, pada esensinya Ramadhan kerap kali terabaikan dan berada dalam keadaan menyedihkan bagi umat Islam. Hal ini bisa terlihat jelas pada perilaku berbelanja, sebagian besar umat Islam selama Ramadhan. Malah anehnya banyak pihak yang memanfaatkan Ramadhan guna meraup keuntungan sebesar-besarnya, sehingga harga jualpun dinaikkan.

Jika kita perhatikan bulan Ramadhan, konsumerisme seolah-olah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat yang sulit dihilangkan. Meskipun berpuasa, pengeluaran biaya justru melonjak untuk memenuhi kebutuhan makan-minum sehari-hari. Perilaku komsumtif dikalangan umat Islam selama Ramadhan terkait erat dengan kegagalan mereka dalam membatasi/menahan hasrat. Pengeluaran selama bulan Ramadhan jauh lebih besar daripada bulan-bulan sebelumnya.

Ramadhan yang seyogianya mendidik kesederhanaan dan mampu menekan pengeluaran karena berpuasa malah memboroskan uang. Bahkan, tak jarang acara buka bersama yang sering kali dilakukan di bulan Ramadan mengeluarkan biaya yang sangat besar. Perlu ditekankan sekali lagi bahwa bulan Ramadan memberikan wahana pembelajaran bagaimana manusia bisa menjalani hidup dengan prinsip kesederhanaan.

Hidup sederhana bukan berarti hidup yang serba susah dan penuh penderitaan. Hidup sederhana adalah hidup yang cerdas dimana seseorang mampu memilah dan memilih, mana keinginan dan mana kebutuhan hidupnya. Sebab, tidak semua keinginan sesuai dengan kebutuhan. Tidak semua yang kita inginkan akan memberikan manfaat. Oleh karena itu, hidup sederhana adalah hidup dengan mengikuti pola yang jelas dan proporsional.

Sederhana adalah kata sifat yang bermakna “bersahaja” atau “tidak berlebih-lebihan”. Orang yang hidup sederhana adalah orang yang hidup dengan bersahaja dan tidak berlebih-lebihan. Ketika kekurangan, orang yang sederhana tidak akan menghalalkan segala cara, termasuk menyusahkan dirinya, untuk memperoleh harta agar dihormati oleh orang lain. Begitu pula, ketika mempunyai harta lebih, orang sederhana tidak akan tergoda untuk bermewah-mewahan, menumpuk hartanya di rumah sendiri.

Islam mengajarkan agar membelanjakan harta tidak secara berlebih-lebihan dan tidak pula kikir "Dan orang-orang yang baik adalah yang apabila menyalurkan (hartanya) maka ia tidak berlebih-lebihan dan tidak terlalu pelit. Dan adalah di antara kedua itulah yang baik." (QS Al-Furqaan 25: 67). Pada ayat lain jugan ditegaskan "... Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros, sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syetan dan syetan itu sangat ingkar terhadap Tuhannya". (Q.S Al Isro: 26-27).

".. Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Al Anam: 141). Di sisi lain, Islam juga mengecam mereka menumpuk-numpuk harta dengan akan memasukan ke neraka Huthamah (QS. Al-Humazah: 1-9). Sementara mereka yang sukanya menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, diancam dengan siksaan pedih dan menyakitkan (QS. At-Taubah:34).

Pola hidup sederhana juga dapat dilihat pada kehidupan Nabi Muhammad Saw. Nabi Muhammad Saw sepanjang hayatnya adalah orang yang konsisten pada pola hidup yang sederhana. Ketika beliau wafat, tidak banyak harta yang ditinggalkannya. Amru bin Harith meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ketika wafat tidak meninggalkan dinar, dirham, hamba sahaya lelaki atau perempuan, dan tiada sesuatu apa pun, kecuali keledai yang putih yang biasa dikendarainya dan sebidang tanah yang disedekahkan untuk kepentingan orang rantau (HR. Bukhari).

Harta Nabi Muhammad Saw yang paling mewah hanyalah sepasang alas kaki berwarna kuning yang merupakan hadiah dari Nigus dari Abbisinia. Beliau tinggal di pondok kecil beratapkan jerami yang tingginya dapat dijangkau oleh seorang remaja. Sekat-sekat kamarnya terbuat dari batang pohon yang dilekatkan dengan lumpur bercampur kapur. Beliau sendiri yang menyalakan api, mengepel lantai, memerah susu, dan menjahit alas kakinya yang putus. Santapannya yang paling mewah dan jarang dinikmatinya adalah madu, susu, dan lengan kambing (M. Quraish Shihab: 1994). Begitulah kesederhanaan hidup Nabi Muhammad Saw.

Oleh karena itu marilah kita jadikan Puasa Ramadhan sebagai momentum melatih sikap kesederhanaan. Puasa Ramadhan merupakan sarana menyadarkan bagi orang-orang yang beriman bahwa harta, benda, kedudukan, dan memperoleh kesempatan memperoleh kanikmatan dunia, semuanya adalah amanat Allah swt. Manusia jangan sampai lalai oleh kelezatan dan kemewahan dunia, meskipun diantara manusia ada yang mampu bahkan berkelebihan dalam mendapatkannya.

Selama menjalankan ibadah puasa, yaitu dengan menahan rasa lapar dan segala hal yang dapat membatalkan puasa, maka otomatis seseorang akan terlatih untuk bersyukur kepada Allah. Bahwa kemewahan hidup, seperti apapun, tidak akan pernah membuat seseorang merasa puas selama tidak memiliki jiwa syukur, rasa syukur kepada Allah Swt dapat diwujudkan dengan menjalankan pola hidup yang sederhana.

Ramadhan memang diakui mampu merubah perilaku dan kebiasaan manusia. Setiap individu muslim tentunya ingin agar Ramadahan tidak hanya sekedar ritual tahunan belaka tanpa makna dan tanpa perobahan. Bulan Ramadan adalah bulan pendidikan, salah satunya adalah mendidik / melatih individu muslim untuk membiasakan hidup sederhana. Ramadhan adalah bulan mendidik pikiran, hati, dan perilaku manusia. Melalui Ramadan, sikap dan perilaku positif manusia dibiasakan sehingga menetap secara permanen setelah Ramadan. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan para pembaca.

Penulis : Sulpandri, S.Sos.I* (Guru MAS Muhammadiyah Tamiang Ujung Gading Pasaman Barat – Sumbar)

    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun