Tapi, memang filsafat bukanlah sains, meskipun ilmu pengetahuan lahir dari rahim keresahan filsafat. Adam Smith, mbahnya kajian ekonomi menyebut karyanya "The Wealth of Nation" sebagai bagian dari filsafat moral. Auguste Comte, pendiri bangunan sosiologi berangkat dari pertanyaan abadi soal batasan ilmu.
Filsafat di satu sisi hampir serupa dengan sastra. Dimana kita tak bisa membaca puisi-puisi Chairil Anwar meskipun ia datang belakangan ketimbang Wiji Thukul misalnya, atau Joko Pinurbo. Kita bisa memperoleh pencerahan setelah membaca Republikan-nya Plato atau Das Kapital-nya Karl Marx.
Ada beberapa filsuf besar mencatat alur perdebatan imajiner lintas pemikir dari berbagai tempat dan waktu, seperti contohnya Aristoteles dalam Metaphysics atau Hegel dalam Lectures on the History of Philosophy.Â
Mereka menulis catatan perbedatan pemikir sebelum mereka untuk memberikan konteks dan sebagai pengantar bagi gagasan yang mereka tawarkan. Aristoteles bisa dianggap sebagai orang pertama yang mencatat pikiran-pikiran filsuf prasokratik hingga tanggapan atas mentornya, Plato. Hegel lebih canggih lagi, pikirannya dianggap sebagai puncak dari filsafat Barat.
Dari mereka berdua kita bisa memperoleh peta jalan perdebatan filsafat di Barat. Namun, bila ingin mencari peta jalan yang lebih netral agar tidak terjebak pada bangunan argumentasi seorang filsuf tersohor, ada serial buku sejarah filsafat Barat, Sir Anthony Kenny bertajuk A New History of Western Philosophy sebanyak 4 volume.
Dalam tulisan-tulisan berikutnya, kita akan bertamasya kepada buku beliau. Insya Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H