Tak usah diragukan lagi bahwa masa depan suatu bangsa adalah tergantung pada bagaimana pendidikan dikembangkan di masyarakatnya. Daya saing suatu bangsa, penggerak jangka panjangnya (long term driving factor) adalah pendidikan. Ini suatu kunci. Pendidikan yang tidak tertata dengan baik, prioritas dalam mendidik yang tidak relevan, akan menjadi jalan bagi memudarnya daya saing suatu bangsa.
Dengan menggunakan teori interaksi, ada interaksi yang dapat dikembangkan, yaitu: ketergantungan, kemandirian, dan kesalingtergantungan (lih. di buku 7 habit of highly effective people). Dalam interaksi  ketergantungan artinya keberadaan bangsa kita tergantung pada negara lain yang lebih dianggap superior. Dan hal ini dapat berujung pada sindorma inferiority complex. Dimana masyarakatnya selalu minder dan menganggap segala sesuatu dari luar (terutama dari yang dianggap superior) adalah yang paling baik. Ketergantungan ini dapat masuk dalam berbagai aspek baik dalam finansial, budaya, teknologi, pendidikan, dan lainnya. Dalam interaksi yang mandiri, maka ada keyakinan untuk dapat setara dengan yang lain. Mampu untuk secara kreatif menciptakan hal-hal baru yang sesuai dengan kepentingan bangsanya. Kebanggan untuk menggunakan hasil karya bangsa dengan tidak terlepas dari konteks berkebangsaan. Dalam berbangsa, Indonesia tidak akan lepas dari interkasi dengan bangsa lain, kemandirian ini menjadi bekal bagi membangun kesadaran kesalingtergantungan dengan bangsa lain. Sebagaimana diamanahkan dalam pembukaan UUD 1945.
Dengan kacamata seperti itu, dimana posisi pembangunan bidang pendidikan? Pendidikan sesungguhnya hanya merupakan salah satu bagian yang dilakukan dalam Sistem Manajemen Nasional. Koordinasi lintas bidang dalam manajemen nasional akan dapat mencegah pengambilan keputusan strategis yang parsial. Pembangunan pendidikan perlu memperoleh skala prioritas tinggi karena akan menjadi fondasi dalam membangun kekuatan suatu bangsa. Sistem manajemen nasional yang berjalan saat ini perlu dikaji kembali bagaimana masih ada ego sektoral antar kementerian yang ditunjukkan pada beberapa kebijakan yang saling tumpang tindih. Googling dengan kunci 'tumpang tindih kebijakan nasional' akan dapat ditemukan contoh-contoh terkait.
Pengarusutamaan kebijakan dengan pendidikan sebagai pendorongnya akan menjadi tricle down effect bagi pembangunan aspek yang lain. Dengan melalui sikap mandiri sebagai bangsa untuk membangun kesadaran saling tergantung dengan bangsa lain. Utopis? Tunggu waktunya untuk jawaban semua itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H