Industri skincare di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dengan nilai pendapatan mencapai USD 8,09 Miliar pada 2023 dan diproyeksi meningkat menjadi 9,17 Miliar pada 2024 karena penggunaan produk kecantikan saat ini tidak hanya didominasi oleh perempuan namun juga oleh pria. Brand-brand kosmetik lokal dengan segmen market pria mulai bermunculan menyambut trend perubahan pada masyarakat ini.
Melalui artikel ini, penulis ingin membagi perspektif lahirnya trend kosmetik pria dari sudut pandang kajian media dan budaya. Komunikasi dan Budaya populer adalah adalah dua pilar penting dalam kajian budaya dan media. Keduanya membantu kita memahami bagaimana media berperan dalam membentuk dan mereproduksi budaya, serta bagaimana manusia kemudian berinteraksi dengan media dan memaknai pesan-pesan yang disampaikan.
Studi tentang konsumsi media dan budaya populer akan membantu kita memahami cara tren dan norma budaya kemudian berkembang dan mengubah cara pandang masyarakat. Konsumsi media dan budaya populer pada akhirnya akan mempengaruhi cara individu dalam membentuk pandangan dunia, nilai-nilai dan preferensi sehingga dapat mempengaruhi cara setiap orang dalam mengindentifikasi diri mereka sendiri dalam konteks budaya yang lebih luas.
Pergeseran Budaya karena Media
Pergeseran budaya sering kali terjadi seiring dengan perkembangan teknologi dan media. Dalam konteks skincare, media sosial dan iklan telah memainkan peran penting dalam membentuk persepsi dan norma baru tentang perawatan diri di kalangan pria. Dulu, perawatan kulit dianggap sebagai aktivitas yang identik dengan feminin. Namun, kini, dengan adanya kampanye pemasaran yang cerdas dan pemanfaatan influencer, pria mulai merasa lebih nyaman untuk merawat kulit mereka.
Media, dalam hal ini, berfungsi sebagai agen perubahan yang mampu mengubah stigma dan stereotip yang ada. Misalnya, banyak pria yang kini mengikuti akun media sosial yang berfokus pada perawatan kulit, sehingga mereka terpapar informasi dan produk yang relevan. Hal ini menunjukkan bahwa pergeseran budaya tidak hanya terjadi di tingkat individu, tetapi juga di tingkat sosial yang lebih luas.
David Beckham, mantan pesepakbola dunia, telah berhasil mengubah persepsi masyarakat mengenai maskulinitas dan perawatan kulit. Dengan image-nya yang gagah dan maskulin, Beckham tidak hanya dikenal sebagai atlet ulung, tetapi juga sebagai ikon gaya yang sangat memperhatikan penampilannya, termasuk perawatan kulit.Beckham berhasil mematahkan stereotip bahwa perawatan kulit hanya untuk wanita. Dengan berani tampil di iklan produk kecantikan, ia menunjukkan bahwa pria juga bisa peduli dengan penampilannya tanpa mengurangi kejantanannya.Perubahan ini menunjukkan bahwa definisi maskulinitas terus berkembang dan perawatan kulit kini menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup pria modern.
Analisa Perspektif Kajian Media dan Budaya
Dari sudut pandang kajian media dan budaya, fenomena skincare pada pria dapat dianalisis melalui beberapa perspektif. Pertama, kita dapat melihatnya sebagai respons terhadap tekanan sosial baik dari pekerjaan maupun pribadi yang mengharuskan pria untuk tampil lebih baik dan lebih menarik. Media berperan dalam menciptakan standar kecantikan yang baru, di mana pria juga diharapkan untuk memiliki kulit yang sehat dan terawatt dalam menunjang karir profesionalitasnya.
Kedua, analisa ini juga dapat mengarah pada diskusi tentang maskulinitas. Konsep maskulinitas tradisional sering kali mengedepankan kekuatan dan ketangguhan, sedangkan perawatan kulit dianggap sebagai tanda kelemahan. Namun, dengan adanya pergeseran budaya ini, banyak pria yang mulai menerima bahwa merawat diri adalah bagian dari tanggung jawab mereka terhadap kesehatan dan penampilan diri sendiri .Konsep maskulinitas tradisional yang kaku dan sempit mulai ditinggalkan. Maskulinitas modern lebih menekankan pada keberagaman, ekspresi diri, dan penerimaan diri.
Ketiga, dampak dari iklan dan promosi produk skincare yang terjadi pada beberapa tahun ini membuat masyarakat semakin peduli dengan perawatan diri. Iklan yang menampilkan pria dengan kulit bersih dan terawat tidak hanya menarik perhatian tetapi juga memberikan pesan bahwa perawatan diri adalah hal yang wajar dan dapat diterima. Banyak brand yang meluncurkan lini produk khusus untuk pria, dengan formulasi, tekstur, dan aroma yang disesuaikan dengan kebutuhan kulit pria.Mereka menggunakan bahasa dan visual yang relevan dengan target pasar pria, serta berkolaborasi dengan influencer dan media yang populer di kalangan pria.Hal ini berkontribusi pada normalisasi praktik skincare di kalangan pria.
Kutipan Teori Buku Teori Komunikasi Morissan
Dalam bukunya yang berjudul "Teori Komunikasi, Individu hingga Massa", Morissan menjelaskan bahwa media massa memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik dan mempengaruhi perilaku individu. Morissan berpendapat bahwa "media tidak hanya mencerminkan realitas sosial, tetapi juga membentuknya." Dalam konteks fenomena skincare pada pria, kita dapat melihat bagaimana media telah berperan dalam membentuk norma baru yang menganggap perawatan kulit sebagai bagian penting dari gaya hidup pria modern.
Morissan juga menekankan pentingnya pemahaman terhadap audiens. Dalam hal ini, produsen produk skincare harus memahami demografi dan psikografi target pasar mereka. Melalui analisis yang mendalam terhadap audiens, mereka dapat menciptakan kampanye pemasaran yang lebih efektif dan relevan. Ini menunjukkan bahwa pergeseran budaya tidak hanya terjadi secara alami, tetapi juga merupakan hasil dari strategi komunikasi yang cermat.
Kesimpulan
Kajian media dan budaya menunjukkan bahwa pergeseran budaya tabu pria menggunakan skincare merupakan hasil dari interaksi kompleks antara representasi media, pengaruh budaya populer, perubahan norma sosial, dan perkembangan industri skincare pria.
Media berperan penting dalam menampilkan representasi maskulinitas yang lebih beragam dan inklusif. Budaya populer, melalui selebriti dan influencer, telah membantu menormalisasi penggunaan skincare oleh pria.
Perubahan norma sosial telah menciptakan lingkungan yang lebih menerima dan mendukung perawatan diri pria. Dan industri skincare pria telah merespons perubahan ini dengan menyediakan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan pria. Semua faktor ini bekerja sama untuk menciptakan budaya di mana skincare bukan lagi hal yang tabu bagi pria, tetapi merupakan bagian normal dari rutinitas perawatan diri.
Pergeseran budaya skincare pada pria maskulin yang dahulu dianggap tabu mencerminkan perubahan yang lebih luas dalam masyarakat kita. Pria kini semakin menyadari pentingnya merawat diri dan tidak lagi merasa tertekan oleh norma-norma gender yang kaku.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fenomena skincare pada pria maskulin mencerminkan perubahan besar dalam cara kita memandang maskulinitas dan perawatan diri.Dengan edukasi, akses produk yang mudah, dan kampanye inklusif, perawatan kulit untuk pria tidak lagi menjadi hal yang tabu atau anomali, melainkan bagian dari gaya hidup modern yang sehat dan berkualitas.
Penulis :
Sulistyo H
Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Usahid Jakarta
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI