Adzan subuh berkumandang. Jumini ( 43 th ), segera mengambil air wudlu kemudian solat berjama’ah bersama lelaki sekaligus Bapak dari kedua putrinya. Saat ketika orang orangmasih terbuai oleh mimpinya, perempuan yang akrap disapa Jum tersebut, menggendong dan mengapit putri kecilnya hingga roda supra Fit silver yang dikendarai suaminya terhenti tepat di depan masjid Kaliori.
Sembari menunggu angkot yang akan mengantarkannya ke pasar Rembang,dengan masih ditemani suami dan putrinya, Jum melepas sandalnya kemudian menekan nekankan kakinya dengan aspal. Hal tersebut telah dilakukannya selama dua tahun untuk mendapatkan relaksasi alami dari aspal. Ia juga mengakui dengan beralaskan aspal secara langsung, kakinya akan berasa lebih ringan dan segar untuk memulai aktivitas hariannya.
Sekitar 5 sampai 10 menit, biasanya angkot yang ditunggunya datang. Ia pun segera pamit kepada suami dan putrinya kemudian bergabung dengan perempuan perempuan lain yang memiliki tujuan sama yakni kulakan.
Sebagai penjual buah, tentulah saat ketika sampai ditempat tujuan, tidak ada hal lain yang ada dibenaknya selain memilih buah apa saja yang akan dibelinya. Karena jika telat sedikit saja, ia akan ditinggal angkot yang akan membawanya untuk sampai ke Kaliori, tepatnya di pasar dimana ia akan menjual kembalibuah yang telah dibelinya. Bukan tak ada angkot lain, akan tetapi jika harus menunggu angkot setelahnya, pelanggan yang biasanya adalah pemilik warung di desa desa akan mengalihkan belanjanya ke pedagang lain.
Ia bersyukur dengan apa yang telah dijalaninya. Tak terasa hampir 11 tahun, ia berjibaku dengan berbagai karkter masyarakat.Ia bersyukur, karena dengan berjualan buah di pasar, ia dapat membantu suaminya mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan pendidikan.
Selai bekerja sebagai penjual buah, ia juga membantu suaminya dalam pembuatan batu bata merah. Hal tersebut dilakukannya setelah asar sampai menjelang magrib. Dalam urusan rumah tangga, ia berterimakasih kepada suaminya yang tidak pernah menuntutpekerjaan rumah tangga harus selesai tepat waktunya. Menyapu, mengepel, mencuci pakaian dll, biasanya baru dikerjakan setelah ia pulang dari pasar. Bahkan suaminya tak pernah protes saat ketika mentok ia lebih memilih membeli sayur dan lauk matang untuk makan siang. Akan tetapi, suaminya mengaku lebih suka masakan Jum sendiri, meskipun suaminya harus menunggu agak lama untuk dapat menghilangkan rasa laparnya.
Untuk sekedar membantu sang istri, suami jum mencoba untuk belajar menanak nasi sendiri. Pada awalnya masih agak keras akan tetapi setelah dicobanya terus menerus, nasi bikinan suaminya terasa jauh lebih enak dari sebelumnya.
Terlepas dari sebuah pekerjaan, Jum seorang perempuan yang notabanenya lulusan SD begitu juga suaminya, bertekad kuat dapat memberikan pendidikan hingga ke jenjang kuliah terhadap kedua putrinya. Hal ini dimaksutkan agar putri putrinya kelak memiliki pengetahuan yang lebih daripada kedua orang tuanya. Akan tetapi ia merasa ada yang kurang jika putrinya hanya berpengetahuan umum saja. Hal tersebut disampaikannya kepada suaminya. Suaminyapunmengangguk, kemudian mulai detik itu, ia dan suaminya mulai mengenalkan putri pertamanya yang biasa dipanggil Lis ke pesantren pesantren, diantaranya pondok pesantren Kajen dan Kemadu.
Tahun 2003 tak hentinya ia berucap syukur atas limpahan nikmat Allah yang berkenan melancarkan pendidikan Lis di jenjang SD. Atas rekomendasi suaminya, Lis dipasrahkan kepada K.H. Najib Suyuthi untuk digemblengnya di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum sampai MA (setara dengan SLTA).
Suatu anugerah yang tak ternilai harganya saaat ketika ia dapat menyaksikan putrinya disebut sebagai juara ketiga UAM ( Ujian Ahir Madrasah) pada prosesi ahirussananah. Haltersebut menguatkan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan putrinya hingga ke bangku kuliah.
Sebagai manusia biasa, Jum mengakui pernah takut tidak dapat menyekolahkan anaknya sebagaimana yang diinginkan. Hal ini dikarenakan pernyataan dari salah seorang tetangganya yang pernah terang terangan membombastis keinginanannya. “ Geah nyekolahno anak karo mondokno, kadol kabeh ra iso barang barang sik nek omah.” ( coba teruskan saja menyekolahkan anak sekaligus di pesantren, diajamin barang barang yang di rumah akan terjual). Mendengar pernyataan tersebut, Jum yang merasa pendapatannya tak seberapa merasa minder, tapi dari keminderan tersebut menjadikannya lebih berhati hati dalam mengelola uang. Ia dan suaminya bertekat untuk tidak membeli apa yang sekiranya tidak terlalu dibutuhkan, akan tetapi lebih memilih menyimpan di Bank yang sewaktu waktu dapat diambil ketika putrinya membutuhkan.
Peryatan yang serupa didapatinya saat ketika ia bertekad mengkuliahkan Lis. Tapi peryataan tersebut bagaikan gelagar petir yang kemudian hilang tanpa harus disesali. Ia yakin disertai niat. Tekad, usaha dan doa Allah akan memberikan yang terbaik untuk putrinya.
Benar! Apa yang diinginkannya dikabulkan Allah, bahkan melebihi apa yang diminta. Lis dinyatakan diterima di Universitas UIN Sunan Kalijaga dengan beasiswa penuh selama 8 semester. Sebagai rasa syukur atas kemurahan dan kemudahan yang diberikan Allah pada ahir Ramadhan 2012 digelar syukuran sekaligus aqiqah kedua purtinya yaitu Lis dan Kholif putrinya yang berusia 8 tahun.
Meskipun begitu, Jum masih tetap bekerja seperti biasanya. Ke pasar, bersih bersih rumah dan ke sawah. Akan tetapi hampir setahun ini, ia ditemani suaminya menyibukkan diri beribadah dengan mengajari 15 anak anak di desanya yang mau belajar al –Qur’an.
Pembelajaran tersebut dilakoninya dengan senang hati dan gratis. Bahkan untuk menyemangati mereka belajar, ia selalu menyogati ( menjamu) anak anak dengan buah yang masih dipunyainya. Kegiatan mengaji tersebut berawal ketika teman Kholif( Prima ) tertarik dengan pola ngaji yang diterapkan Jum. Hingga kemudian dari lisan ke lisan banyak anak anak yang tertarik untuk mengaji pada Jum dan suaminya. Anak anak tersebut diantaranya adalah SLTP, SD bahkan ada yangberumur dua tahun yang setiap kali ngaji hanya baca ta’awud dan basmalah saja. Atau kalau lagi senang senangya berhasil menirukan a, ba, aba, baba dst.
Banyak pintu menuju surga. Prinsip tersebut dipegangnya kuat kuat oleh Jum. Untuk menggapai surge tidak semuanya dapat dilalui Jum. Karena itu ia lebihmemilih yang sederhana yang ketika ia menjalaninya ia tidak merasa keberatan. Pintu sederhana yang dipilihnya yang berkaitan dengan pengembangan masyarakat yaitu, menggerakkan kembali Hadroh putri Mojorembun. Ia berterimakasih diantara keterbatasan pengetahuan di bidang hadroh, anak anak muda seperti Rujito, Supari, Imam, Tolok, dll berkenan melatih dan mendukung terbentuknya hadroh putri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H