Mohon tunggu...
Sulistyawan Dibyo Suwarno
Sulistyawan Dibyo Suwarno Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

citizen jurnalis yang berkantor di rumah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Berani jadi Gubernur Jogja ?

14 Desember 2010   10:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:45 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski ratusan ribu rakyat Yogyakarta telah mengemukakan aspirasinya lewat Sidang Rakyat. Namun, pemerintah pusat tetap kukuh pada pendiriannya. Ini artinya, peristiwa Pemilihan Gubernur akan coba dipaksakan diYogyakarta.Jika benar, artinya pemerintah pusat memilih mengambil resiko tinggi dalam melaksanakan Pemilihan Gubernur ini.

Gejala adanya pemaksaan untuk dilakukan pemilihan terlihat dari ungkapan Mendagri GamawanFauzy serta Presiden SBY yang justru mengapresiasi negative terhadap pelaksanaan Sidang Rakyat Yogyakarta. Mendagri mengatakan bahwaSidang Paripurna DPRD DIY tak ada pengaruhnya terhadap RUUK DIY yang sedang digodog bersama anggota DPRRI.Itu artinya, pemerintah pusat tak mau mendengar aspirasi rakyat Jogja yang demikian kuat .

Padahal andai saja, Mendagri dan SBY mau melihat sebentar saja suasana Sidang Rakyattersebut, Mendagri dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga bahwa Sidang Rakyat Jogja adalah sikap demokratis yang sesungguhnya. Meski ribuan orang berkumpul, unjuk rasa berlangsung sangat tertib tanpa kekerasan. Suasana juga semakin meriah dengan adanya hiburan kesenian rakyat. Rakyat kecil yang menggantungkan hidupnya dari berdagang pun tutup demi ikut dalam Sidang Rakyat ini. Apakah hal ini masih tidak bisa dilihat sebagai aspirasi yang utuh oleh pemerintah ?

Rasanya, opini rakyat dalam kasus Keistimewaan DIY ini sudah terbentu . Pernyataan SBY yang khawatir bahwa system monarkhi akan bertabrakan dengan system demokratis ternyata sudah terjawab . Jadi apapun bantahan yang dilontarkan oleh SBY, Mendagri maupun DPP Partai Demokrat – yang mencoba mencari pembenaran terhadap pernyataan SBY - justru semakin mempertegas opini bahwa pemerintah pusat lebih terkesan otorioter dibandingkan Sultan yang seorang raja. Slogan slogandemokratis yang diucapkan SBY menjadi semakin tak terbukti. KearifanSBY sebagai pemimpin semakin diragukan dankekecewaan para pendukungSBY pun meningkat.

Baiklah.. anggap saja SBY menang, karena dialah pemegang kekuasaan, sehingga akhirnyaPemilihan Gubernur benar-benar dilaksanakan diYogyakarta. Jika itu yang terjadi,siapa yang akan menjadi calon Gubernur DIY ? Apakah adawargaYogyakarta yang berani menentang arus kuat diwilayahnya sendiri ?Meski itu berasal dari pendukung Partai Demokrat sekalipun, saya tidak yakin ada yang berani mencalonkannya.

Semengtara itu, dari sisi panitia pelaksana, nampaknya juga akan timbul masalah. Aparat desa mulai dari lurah sampaiRT sudah menyatakan tak bersedia menjadi panitia pelaksana Pilkada Gubernur DIY.Lantas, siapa yang harus menggantikannya ?

Sementara itu,. Jika DPRD DIY saja sudah bulat meminta rakyat dilakukannya penetapan, maka posisi politik Gubernurt terpilih juga sangat lemah.

Saya tak faham, apakah hal-hal seperti ini tak pernah dipertimbangkan oleh SBY ? Ataukah SBY sengaja ‘ menantang’ rakyat Jogja, dengan asumsi bahwa tak akan mungkin timbul kekerasankarena orang Jogja adalah orang-orang berhati lembut ?Rasanya, SBY perlu menimbang lagi keyakinannya. Sebab, sejarah membuktikan bahwaKota Solo – dengan karakteristik budaya yang hampir sama dengan Yogyakarta – ternyata juga pernah menjadi lautan api pada masa Reformasi.

Waktu itu, Yogyakartaterbukti dapat terkendali, karena Sultan HB X turun ke jalan mengendalikan massa.Wibawanya sebagai seorangRaja di Yogyakarta, tentu tak sebanding dengan wibawa Raja Solo. Sebab, titah Sultan masih cukup kuat dan sangat dipercaya ol;eh rakyatnya. Sementara di Solo, jangankan rakyat. Antar keluarga raja sendiri terjadi perselisihan masalah penguasaan keraton.Akibatnya, Kraton Solo pun kehilanganlegitimasinya dimata rakyatnya.

Saya sepakatdengan Prof.Sunyoto yang khawatir bahwa Yogyakata justru akan menjadi lautan api, ketika proses pemilihan ini dilaksanakan. Sebab, karakter orang Jogja itu sesunggugnya sepertitokoh Kresna . Tenang, bicara seperlunya. Namun, jika marah bisa berubah menjadi raksasa.Dalam kondisi ini, maka semua Lantas, adalah calon Gubernur yang berani melawan rakyat yang seetiap saatbisa Tiwikrama ? Kita tunggu saja . ! (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun