Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Money

Optimalisasi Peran BNI dalam Pembangunan Sosial Berbasis Kearifan Lokal

4 Agustus 2015   21:34 Diperbarui: 4 Agustus 2015   21:34 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(foto dari: pbs.twimg.com/media/BhOMgzICUAAl5jN.jpg)

Dengan menjadikan produk budaya sebagai bagian dari ornamen atau disain dalam kemasan produk, secara simbolik BNI telah mengenalkan produk budaya Indonesia yang bernilai ekonomi pada masyarakat global, konsumen, dan meningkatkan kecintaan pada budaya lokal. Inovasi yang boleh disebut sederhana, tapi membuat perbedaan yang sangat besar. Sebab, tidak ada negara lain yang menandingi kekayaan budaya di Indonesia, termasuk Eropa dan Amerika.

Peluang BNI di Era Otonomi dan Kabinet Kerja

Pada 17 Agustus 2015 yang akan kita jelang di bulan ini, kemerdekaan Indonesia akan genap berusia 70 tahun. Tapi, hingga sekarang banyak rakyat di daerah-daerah pelosok Indonesia yang masih belum merasakan ‘arti kemerdekaan’. Jutaan rakyat di daerah-daerah terpencil masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Di Pulau Jawa, kemajuan BNI telah merambah pada Gerakan Nasional Non Tunai. Tapi di daerah perbatasan tersebut, mata uang rupiah masih langka. Di daerah Maluku, Papua, dan Halmahera cenderung juga masih langka untuk ditemukan bank. Akibatnya, pembangunan sosial di daerah-daerah tersebut sangat tertinggal.       

Memang, tanggung jawab dan kendali utama pengelolaan pembangunan sosial sebenarnya terletak pada kabinet pemerintahan. Tapi, terlalu banyak yang harus dibenahi pemerintah, termasuk ‘tugas rumah’ yang ditinggalkan kabinet-kabinet pemerintahan sebelumnya. Padahal ‘pemerataan’ pembangunan sosial terutama di sektor ekonomi, sudah tidak bisa ditunda lagi. Melihat potensi dan hasil inovasi BNI, agaknya kita tidak berlebihan memiliki harapan agar BNI membentangkan sayap selebar-lebarnya dalam optimalisasi program-program pembangunan sosial yang telah dilaksanakan BNI.

Sesungguhnya, seluruh daerah di Indonesia telah memiliki potensi lokal yang bernilai ekonomi dan mampu menghidupi masyarakat setempat. Namun, kelangkaan lembaga finansial yang mampu membina, mengelola, dan mendistribusikan produk, mengakibatkan banyak masyarakat di daerah, tetap hidup dalam keadaan miskin. Produk-produk sumberdaya kehidupan yang mereka hasilkan, diambil-alih pihak yang tidak bertanggung jawab dan dengan harga yang sangat rendah. Akibatnya, masyarakat Indonesia di daerah tersebut, tetap kesulitan untuk mewujudkan ekonomi mandiri. BNI bisa menjadi ‘agent of change’ dalam pemberdayaan potensi lokal dan SDM yang belum digali tersebut.

Di era otonomi daerah dan rejim pemerintahan Kabinet Kerja, peluang BNI untuk berperan aktif dalam pembangunan sosial berbasis kearifan lokal semakin terbuka lebar. Otonomi daerah membuat pembangunan sosial di daerah tidak lagi ‘terlalu’ birokratis dan dikendalikan ‘pemerintah pusat’. Di sentral pemerintahan, kita memiliki Presiden Joko Widodo yang demokratis dan berusaha keras dalam pemerataan pembangunan sosial.


Bapak Joko Widodo (kiri) semasa masih menjabat sebagai Walikota Solo dalam pencanangan program "Hutan Kota BNI" tahun 2012. Kini, Bapak Joko Widodo menjabat sebagai Presiden RI. 

(FOTO ANTARA/Andika Betha/http://img.antaranews.com/new/2012/10/ori/20121001BNI-Hutan-Kota-300912-ab-1.jpg)

Melalui media massa, kita pun sering menyaksikan hujan kritik pada Joko Widodo yang dinilai belum bisa merealisasikan pemerataan pembangunan sosial sebagaimana yang telah dijanjikannya semasa proses pemilu dan ditetapkan dalam kebijakan publik. Bahkan, tidak sedikit politisi yang menilai Bapak Joko Widodo gagal dalam mengemban tugasnya. Penilaian negatif ini tentu sangat berlebihan, seolah-olah mengandaikan Bapak Joko Widodo sebagai ‘tukang sulap’ yang bisa melakukan perubahan dalam waktu singkat. Selain itu, sebagian besar pembangunan sosial yang tengah usahakan Bapak Joko Widodo merupakan program pembangunan sosial yang ‘tidak dilaksanakan’ rejim-rejim pemerintahan sebelumnya dan ditinggalkan sebagai beban Kabinet Kerja. Peran aktif BNI dalam pembangunan sosial (khususnya untuk wilayah daerah) akan membantu meringankan beban Kabinet Kerja.             

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun