foto; KH. Imam Suhrowardi
Minggu, 27/11/22, seluruh santri Pondok Pensantren Nurul Hadi Putra-Putri mengikuti ngaji wajib yang dilaksanakan di Ndalem PP Nurul Hadi, Banguntapan, Bantul, DI. Yogyakarta, dengan pembahasan kitab “At-Tahliyah Wa At-Targhib Fi At-Tarbiyah Wa At-Tahdzib” karya Sayyid Muhammad AlMaliki Al-Hasani, yang dibawakan langsung oleh Romo KH Imam Suhrowardi yang merupakan pengasuh dan pengasih PonPes Nurul Hadi, Banjtul.
Kitab yang mewadahi ilmu akhlak tersebut diterangkan oleh beliau dengan sistem blandongan (guru yang membaca kitab dan murid mencatat/memaknai), yang membuat kami terkadang bertanya-tanya dengan tawa dan semangat tambah itu, sudah memasuki bab at-Tahaffudzu ‘Alaa al-Jism yang berarti menjaga diri.
Setelah membacakan kitab tersebut, beliau lalu menjelaskan sekaligus mengingatkan pentingnya seorang santri dalam menjaga kesehatan diri yang harus menjadi perhatian khusus sebagai penunjang dalam menuntut ilmu dan beribadah kepada Allah SWT.
Di hadapan para santri, guru sekaligus orang tua bagi santri, beliau dengan mengombinasikan antara bahasa jawa dan Indonesia, menyinggung tentang bagaimana penanpilan seorang santri, bahwa penampilan itu penting. Itu karena dengan penampilan bisa menjebak (memberi kesan -red) seseorang ketika hendak melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan dengan penampilan yang menyarung orang tersebut sehingga ia bisa saja langsung tidak jadi atau tercegah dari perbuatan tersebut (-pen).
“Penampilan dulu nggak papa, penampilan hanya sebagai pijakan,” ungkap beliau.
Jadikan penampilan itu hanya sebagai pijakan dengan terus memperbaiki dan menyelaraskan sikap dan tindakan untuk menuju kepada kesuksesan totalitas sebagai seorang santri yang memegang slogan milenial (tangkap -pen).
Untuk sebagai pemantik bagi pengurus pondok yang juga sebagian adalah mahasiswa, beliau mendawuhkan untuk tidak terlalu banyak mengambil (masuk -red) organisasi karena itu bisa mengganggu santri tersebut yang juga memiliki banyak kegiatan di pondok. Terlebih ketika santri sudah ditempatkan sebagai pengurus itu sudah berorganisasi.
Dengan perpaduan bahasa Jawa-Indonesia, dapat dipotret lebih kurangnya tambah beliau, “jangan terlalu banyak ikut organisasi nanti bisa mengganggu kegiatan di Pondok.”
Beliau menjelaskan bahwa, tidak boleh dengan alasan tugas atau berkuliah menjadikan kegiatan ngaji keteteran. Karena sebagaimana dosen yang tidak akan menerima alasan tidak mengerjakan tugas atau kuliah dengan alasan sedang melakukan kegiatan di pondok, sebaliknya pun pihak pondok, yaitu dengan menyeimbangankan antara kuliah dan mondok.
Di sela-sela penyampaian itu, beliau menyelipkan, bahwa di Kampus, memiliki banyak jurusan padahal kita hidup di dunia ini hanya dua jurusan (tujuan -red), yaitu antara Surga dan Neraka, ini menjadi penerangan bagi para santri yang terus bertambah satiap saat.
Selain itu, ada banyak aspek dan muatan yang disampaikan oleh Abah mulai dari bagaimana seorang santri dalam me-manage waktu, pentingnya berkhidmat, mencintai produk lokal (NUHA-red) karena dari kita untuk kita, dan belajar dari berbagai hal untuk kesuksesan bersama hingga menamkan kecintaan terhadap tempat yang ditempati dengan menjaga keamanan dan nama baik pondok pesantren. Masih banyak hal lain yang beliau sampaikan yang tak kalah penting untuk sebagai tambahan gizi para santri.
“Para pembimbing dan pengurus harus sama-sama menjaga keamanan pondok terutama gerbang dan pintu asrama putri untuk selalu dikancing (tutup -red), kalo untuk Kange (santri putra) yang dikancing hatinya dan bangun subuh!,” pungkas Abah yang diikuti tawa para santri, sore itu.
Kegiatan pun diakhiri dengan membaca bersama-sama surah al-Fatihah dan sholawat burdah yang dipimpin langsung oleh beliau, KH Imam Suhrowardi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H