Mohon tunggu...
Sulastriya Ningsi
Sulastriya Ningsi Mohon Tunggu... -

Seorang muslimah yang tengah mengejar impian mulianya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hijrah

22 Agustus 2014   13:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:53 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu sangat panas. Teriknya matahari menjilat-jilat lantai bumi seenaknya. Membakar kulit-kulit yang bertengger dibawah naungan cahayanya. Banyak yang mengeluhkan. Namun tetap ada yang mensyukuri ini. Sungguh tidak mungkin kondisi ini tercipta dengan sia-sia. Bahkan ada sumpah Allah swt yang tertera tegas untuk matahari. Duhai berbanggalah engkau matahari, Allah telah meninggikan derajat mu untuk senatiasa di ngiangkan dalam akal orang yang ingin menuju puncak ma’rifatullah. Senyum pun mulai merekah, kegerahannya akan suhu dikamar yang menguras peluh berdebit-debit dari pori kulit terikhlaskan sudah. Ia masih asyik dengan buku bacaan. Karena setelah selesai ujiannya di semester delapan memang sudah ditetapkannya untuk melakukan persiapan siding skripsinya. Namun bukan bacaan skripsi yang sedang di lahapnya. Lebih baik merehatkan diri dulu dengan bacaan yang memberikan asupan iman, pinta nuraninya. Lembaran demi lembaran buku Menjadi Cantik Dunia Akhirat terus terkibas dengan sesegukan tangis terkadang- kadang.

Sudah empat tahun Ia mulai hijrah menjadi wanita muslimah. Selama itu pula segala aktifitas kesehariannya didedikasikan untuk merehabilitasi kualitas ilmu keagamaan. Sekalipun ia duduk di jurusan fisika itu, tidak menutup kemungkinan Ia dapat belajar agama. Di fakultas MIPA itu ada seabreg agenda-agenda islami yang kerap diangkatkan oleh lembaga dakwah kampus baik tingkat jurusan di kerohanian Himpunan maupun fakultas. Jadi tidak ada alasan menunggu tinggal di pesantren dulu supaya bisa belajar agama. Sekalipun disini tidak sesempurna dan sedalam pemahaman yang teguk para santri. Setidaknya mereka sudah menyelimuti aktifitas-aktifitas kampus dengan nuansa Islami. Misalnya saja mentoring. Jujur saja sebetulnya jembatan awal ketertarikannya untuk berubah adalah media mentoring ini. Kegiatan ini seperti rohis-rohis di sekolah tapi bedanya kalau di kuliah sering dinamakan mentoring. Kegiatan di dalamnya tidak ada yang salah. Segalanya berbusana syari’ah. Mengajarkan dasar-dasar iman dan takwa. Strategis menjadi ilmuan-ilmuan muslim yang kelak mengegerkan Romawi dan Vatikan bahwa sejagad dunia.Di dalamnya selalu di bacakan kalam-kalam Tuhan, hadis-hadis Rasul, dan motivasi pembangkit jiwa. Tak ayal gadis semacam Hawatul Fajri Ramadhani tergila-gila untuk terus berkiprah di dunia ini.

Hawa memang bukan lah tipikal wanita yang suka beleha-leha. Setiap ada waktu senggang kudu di isi aktifitas yang menambah wawasan maupun memberi manfaat bagi orang lain. Baginya hidup jauh dari orang tua harus pintar pintar jaga diri. Cerdas memilih lingkungan yang positif. Serta memilah teman yang harus dijadikan acuan dan berbagi. Sudah tidak pelak lagi. Hanya wahana dakwah kampus lah satu-satunya media itu. Disana ada sahabat setia di kala duka menerpa. Sarat akan konten-konten islami. Sesak dengan gema asma-asma ilahi. Banyak motivasi. Wawasan terus dibubuhi. Sering diperingati untuk menjaga hati pada laki-laki. Semua itu sangat Ia butuhkan dan penuh arti yang dapat mengakselerasi segala visinya untuk mencapai kesuksesan dunia akhirat. Bagaimana tidak. Disana hampir setiap jadwal kosong akan di infakkan untuk modal membeli syurga Allah. Baik dengan kegiatan islami di fakultas, aktifitas keilmiahan, menulis, dan mengikuti seminar atau daurah-daurah yang mengisi ruhiyah.

Gadis yang kini berusia 22 tahun ini sangat terinspirasi pada sosok pemuda belia penakluk Konstatinopel itu. Namanya telah terlerai dari lisan Rasul saw. Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan. sebuah kalimat motivasi dari Rasulullah pada para sahabatnya di abad ke 7. Tentu saat itu menjadi motivasi tersendiri bagi umat Islam. Saat selaksa elegi keputusasaan memeluk jiwa-jiwa pengecut. Dan itu artinya Islam akan menguasai dunia. Persentase 100% pasti benar walau baru terwujud ratusan tahun kemudian.

Bersambung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun