Daging buah pala segar, biji pala, sejumput fuli dan cengkeh yang telah dikeringkan serta gula tebu disiapkan Risya saat tiba di rumah. Dengan balanga kecil, rempah-rempah itu dididihkan diatas tungku. Sesekali Risya harus mengipas, atau mendorong kayu ke dalam tungku, memastikan api benar-benar menyala. Tak lama, aroma rempah yang khas menguar memenuhi dapur kecil Risya. (Penggalan cerita Film Dokumenter Nanel: Impian dalam Rempah)
Intermezzo
Daging buah pala segar, biji pala, sejumput fuli dan cengkeh yang telah dikeringkan serta gula tebu disiapkan Risya saat tiba di rumah. Dengan balanga kecil, rempah-rempah itu dididihkan diatas tungku. Sesekali Risya harus mengipas, atau mendorong kayu ke dalam tungku, memastikan api benar-benar menyala. Tak lama, aroma rempah yang khas menguar memenuhi dapur kecil Risya.Â
Selang beberapa menit Risya keluar menuju halaman depan rumah menghampiri papa yang tengah sibuk menyusun atap-atap rumbia. Satu gelas minuman rempah ala Risya menjadi pelepas penat juga dahaga.
"Papa, coba rasa dulu minuman ini" ungkap Risya, sembari menyodorkan segelas minuman rempahnya. Â Pelan-pelan papa menyeruput. Di seruputan pertama papa mengangguk menggerakkan lehernya ke kiri dan ke kanan. "Bagaimana?" Tanya risya penasaran. "Enak sekali ini Risya, sapa yang biking ini?" Papa memuji menimpali dengan tanya.
"Itu Risya yang biking" risya tersenyum. "Risya, dari dulu kong tong tau begini, daging buah pala tu tong jang buang-buang. Ini kan bisa jadi produk yang unggul," papa menyarankan. "Iyo itu Risya belajar dari kampus deng pengusaha lokal yang disana, dorang so mulai produksi ini pa. Sekalian deng Risya riset dia pe pengolahan dan manfaat," Risya menjelaskan.
"Risya, kalau begitu mulai sekarang papa akang rajin batanam pala sudah supaya anak cucu semua dapa rasa lagi," ungkap papa Risya dengan semangat.Â
Selingan ini tentang pengolahan rempah dari mahasiswi asal Halmahera Barat: Risya. Nona hitam manis berambut ikal ini mengambil riset pengolahan rempah dalam produk kuliner atau olahan minuman. Langkah yang diambil untuk memberdayakan sumberdaya rempah: pala, cengkeh yang melimpah ruah di daratan Halmahera. Cerita ini disadur dari Film Dokumenter Rempah: Nanel, Impian dalam Rempah.
Mengunjungi Fala Tanawan
Saat tiba di Fala Tanawan, ibu Sulastri sedang serius memangkas daun-daun dari bunga di pot yang telah menguning. Ketelatenan ibu Sulastri sudah nampak dari caranya merapikan dedaunan tersebut. Konsisten dan telaten, mungkin itu kesan pertama yang bisa direpresentasikan dari perempuan kelahiran Salatiga ini. Ibu Sulastri adalah pengelola UMKM Tanawan.
Saat mengucapkan salam saya dipersilakan masuk. Tanpa menunggu lama, saya masuk lewat pintu samping. Pintu ini seperti menjadi beranda Fala Tanawan. Serupa ruang tunggu, ada sofa, meja kaca, ada juga rak kayu yang dibuat menempel dengan dinding, di samping kirinya ada etalase kaca. Rak kayu maupun etalase dipenuhi dengan produk olahan rempah ala ibu Sulastri.
Setelah meminta permisi, tanpa ragu saya mengamati dari dekat isi rak kayu serta etalase kaca. Mulai mengulik produk rempah khas Tanawan. Tak mau melewatkan waktu begitu saja, saya sesegera mungkin mengeluarkan android, memotret produk satu per satu.
Sebenarnya sudah sedari lama ingin mengunjungi beberapa UMKM ternama di Kota Rempah. Karena selain suka membeli produk UMKM, saya juga sebenarnya sedang senang membagikan cerita perjalanan perempuan hebat di sekitar saya. Senada, sebagian besar pengelola UMKM adalah kalangan ibu-ibu. Namun baru pertengahan Desember 2021 kemarin menyempatkan berkunjung ke Fala Tanawan.
Dari pusat kota, kita dapat langsung menuju ke Fala Tanawan. Lokasinya dekat Rumah Sakit Umum Chasan Boesoirie. Bisa dengan Ojeg, jika dari pelabuhan Ahmad Yani ongkosnya antara enam sampai sepuluh ribu rupiah. Namun tidak hanya di Fala Tanawan saja, produk UMKM ibu Sulastri juga dititipkan ke beberapai gerai pusat oleh-oleh, salah satunya di Swalayan Taranoate: pusat oleh-oleh Ternate.
Ragam Produk Fala Tanawan
Rasanya tak lengkap jika hanya datang memotret, membeli dan mencicipi aneka produk Tanawan tanpa mengulik cerita perjalanan ibu Sulastri. Hampir adzan maghrib, ibu Sulastri yang sedari tadi bercengkrama dengan tanaman bunga di serambi rumah pun masuk dan duduk di sofa. Meski baru pertemuan ketiga, saya tak sungkan melempari beberapa pertanyaan. Gayung bersambut, cerita dimulai dari Garampati.
"Saat masih tinggal bersama mama Ica, Ibu sering bikin garampati. Kalau ada anak-anak yang mau pulang kampung pasti torang bikin." Ungkap ibu Sulastri. Garampati atau abon ikan adalah produk pertama Tanawan. Produk olahan ikan ini dibuat karena melihat potensi ketersediaan ikan di Maluku Utara cukup melimpah. Ikan Tuna, Cakalang yang sering dikirimi oleh anaknya dari Pulau Bacan diolah menjadi garampati.
Formula rahasia menjadikan racikan garampati ibu Sulastri sebagai primadona. Ibu bilang, garampati ini diolah dengan beragam rempah. Ada rasa original, pedas hingga rasa nano-nano. Â "Abon ikan berkembang dari rasa pedas, original, nano-nano atau perpaduan rasa pedas dan ori serta rasa ikan masak kering kayu". Â Saya terkesima dengan rasa nao-nano. Menurut ibu Sulastri nano-nano adalah perpaduan antara rasa pedas dan manis.
Olahan ikan lainnya yaitu ikan garu rica. Ikan ini disuir dan diberi bumbu rempah dan cabai yang melimpah. Ada pula dabu-dabu roa. Dabu-dabu roa atau sambal roa juga merupakan salah satu produk UMKM Tanawan yang paling menggoda selera. Selain rasanya yang pedas, sambal ini memang ditambahkan dengan ikan roa asap. Di daerah lain dikenal dengan ikan julung kering. Ada juga teri crispy. Teri crispy merupakan ikan teri yang dibalut dengan tepung krispi.
Produk olahan ikan biasanya diburu oleh pelancong dari luar daerah ataupun orang asli Ternate yang tinggal di rantauan. Ikan seperti pengobat rindu. Makan ikan di daerah rantauan seperti memutar waktu kembali ke Kampung Halaman. Seiring berjalannya waktu Tanawan tak hanya memproduksi produk olahan ikan saja. Sirup buah pala, minuman khas rempah pala ini juga mulai digarap pada tahun 2014.
Jalan Panjang Tanawan
Banyak pihak yang juga andil dalam perjalanan UMKM Tanawan. Ibu Sulastri masih ingat Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) adalah yang pertama kali mengajak Tanawan untuk ikut dalam Sosialisasi Kemasan dan Hak Merk.
"Tahun 2014, kalau tidak salah acaranya di Hotel yang menuju pelabuhan Ahmad Yani," ungkap Ibu Sulastri sembari mengingat nama Hotel tersebut. "Pematerinya, mba Ariana," begitu ibu Sulastri menimpali. Pemateri yang datang langsung dari Jakarta memberikan penjelasan tentang branding.
Branding sebagaimana kita tahu adalah upaya untuk memperkenalkan identitas dalam hal ini adalah produk pada konsumen. Adapun 6 cara branding yang tepat dan cepat diingat konsumen yaitu memilih nama brand yang singkat, tentukan ciri khas produk, buat brand dan logo yang menarik, pasang iklan, ikut pameran atau event lainnya, manfaatkan media sosial.
Singkat cerita sebelum ada sosialisasi dan pelatihan dari Disperindag, ibu Sulastri menamai usahanya "Barokah". Yang jika ditelusuri artinya berkah atau keberkahan. Sebagai perempuan Jawa, barokah mungkin adalah diksi yang familiar. Secara filosofis sepadan dengan asa ibu Sulastri untuk meraih keberkahan.
Namun mba Ariana di sela-sela kegiatan pelatihan memberi masukan kepada ibu Sulastri untuk mengubah nama usahanya. Setelah kegiatan itu, ibu Sulastri berinisiatif untuk mengubah nama UMKMnya. "Kalau tidak salah di meja itu sudah, ibu, om Amat dan ma Jija duduk kong cari nama UMKM," jelas ibu Sulastri sambil menunjuk meja yang ada tidak jauh dari Sofa dimana saat itu saya dan ibu Lastri saapaannya bercengkrama.
"Apa e nama yang bagus untuk UMKM ini? Mba Ariana bilang barokah sudah talalu banyak yang pakai," lanjut ibu Sulastri. "Spontan saja waktu itu, keluar kata Tanawan. Ibu lupa apa dari Om Amat atau ma Jija nama Tanawan  itu muncul".
Tanawan sebanarnya merupakan kata dari bahasa Makian, salah satu suku di Maluku Utara yang berarti "baku inga" atau saling mengingat atau selalu ingat. Ibu Sulastri mengiyakan, "oh iyo e, Tanawan juga bisa artinya Takdir, Nadia dan Wawan," sahut ibu Sulastri. Ibu bilang penamaan Tanawan juga bisa berarti akronim dari ketiga anaknya yaitu Takdir, Nadia dan Wawan. Suatu kebetulan yang menyenangkan tentunya.
Untuk logo Tanawan sendiri memiliki arti, huruf 'T' adalah huruf awal dari kata Tanawan, juga kata Tawary yaitu marga dari almarhum suami tercinta. Lingkaran merah memiliki makna "tidak bisa dipisahkan" dan warna kuning yang berarti selalu bersinar. Tulisan 'new brand' bermakna selalu update. Seiring berkembang Tanawan yang dulunya masih mengemas produk dengan lilin beralih ke handsealer hingga mesin-mesin produksi.
Setelah branding ada pelatihan HAKI. HAKI merupakan akronim dari Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan hasil olah pikir manusia untuk dapat menghasilkan produk, jasa dan proses yang berguna untuk masyarakat.
Pendampingan UMKM Tanawan juga dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM, Bank Indonesia dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) dan beberapa instansi pemerintah serta swasta lainnya.
Tanawan dan Asa ibu Sulastri
Perempuan kelahiran Salatiga ini adalah lulusan Sekolah Perintis Proyek Pembangunan Salatiga. "Dari SD sampai SMP di Sekolah Perintis," ungkap perempuan yang juga memiliki hobi menjahit sejak kecil ini. Ibu Lastri menjelaskan di Sekolah Perintis, ibu diajarkan berbagai jenis keterampilan diantaranya Tata Boga, Busana dan Elektro.
Ibu lanjut menjelaskan bahwa pada saat SD siswa/siswi lebih diajarkan tentang keterampilan. Sistem pembelajarannya berbasis modul. Saat masuk SMP masuk ke umum namun saat kelas 2 dilihat mana nilai yang lebih tinggi maka akan diarahkan sebagai fokus jurusan dari masing-masing siswa/siswi. Â
Ibu Lastri mengambil konsentrasi pada keterampilan memasak dan menjahit. Tak heran dari tangannya banyak tercipta produk olahan rempah yang menggoda. Tak hanya tampilan rupa, rasanya juga menggugah selera. "Bisa karena biasa," sudah terbiasa sejak dini, kini ibu Lastri semakin piawai mengolah rempah dan mengembangkan Tanawan.
Hingga kini kurang lebih 20 produk lebih yang lahir dari Fala Tanawan. Fala Tanawan adalah istilah rumah produksi untuk UMKM Tanawan. Fala diambil dari bahasa Ternate yang bermakna rumah. Berikut produk dari UMKM Tanawan: bebidas reis (minuman para raja), sari buah pala, aer guraka instan, sirup pala, garampati ikan tuna, ikan tuna garo rica, keripik kasbi Tanawan, dabu-dabu ikan tore, pala crispy tanawan, sambal udang ebi, tanawan tery crispy, suntung garo rica, bitcan (snack ikan tuna), sambal ijo, ikan ngafi garo rica, biskuit kenari serta kenari crispy.
Keseriusan mengembangkan Tanawan bermula dari keinginan untuk tetapi mengasapi dapur. Saat suami sudah tiada (almarhum), ibu Lastri harus tetap berjuang. Bukan hanya karena untuk memenuhi keseharian saja, anak-anaknya juga masih membutuhkan banyak dana. Dari jualan gorengan dan hingga menjajakkan kue keliling kampung. Apapun itu yang penting halal.
Namun beberapa waktu kedepan timbulah ide untuk mengembangkan produk khas Ternate yang berbahan dasar rempah. Alhamdulillah dari produk rempah olahan ibu Sulastri, pelan-pelan kebutuhan ekonomi tercukupi. Bahkan kini, UMKM Tanawan dapat dibilang sebagai salah satu UMKM yang paling berkembang di Maluku Utara. Inovasi produk yang berkelanjutan dengan cita rasa yang menggiurkan.
Sejak 2014 UMKM Tanawan sudah banyak diikutsertakan dalam kegiatan pameran maupun pendampingan produk baik lokal hingganasional . Beberapa diantaranya pada Hari Pangan Nasional di Makassar, Kegiatan Wirausaha Bank Indonesia (WUBI) pada tahun 2014, pelatihan Trade International Expo (TIE), pameran di BSD selama 4 hari yang dihadiri oleh ribuan buyer (luar negeri), Karya Kreartif Indonesia (KKI), Festival Ekonomi Syariah (Fesyar) di Makassar, Pendampingan Puspa pada program Inspirasi Dunia Usaha dan masih banyak lagi yang lainnya.
Prestasi yang diraih juga sudah cukup banyak salah satunya adalah juara lomba desa kategori UMKM/PKK Kelurahan, UMKM terbaik binaan BI, juara stand terbaik pada beberapa kegiatan pameran dan masih banyak lagi. Produk UMKM Tanawan juga sudah tersertifikasi halal, BPOM, ada PIRT, HAKI dan lain-lain.
Mulanya memang ibu Sulastri memiliki keinginan yang besar untuk mengolah aneka rempah yang ada di tanah rempah menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi dan menjadi keunggulan daerah. "Ibu ingin orang-orang di luar sana tahu bahwa rempah-rempah adalah produk lokal dari negeri kita, negeri rempah," begitu ungkapnya. Membuat oleh-oleh khas Ternate atau Maluku Utara dengan bahan baku rempah adalah cara sederhana untuk menghidupkan kembali kejayaan rempah di masa kini.
Tentu asa ibu Sulastri serupa dengan Risya yang disadur langsung dari cuplikan film Dokumenter Nanel: Impian dalam rempah. "Wangi rempah seperti kasih sayang yang selalu menjadi kekuatan. Maka bermimpilah, karena aku, kamu dan kalian memiliki impian dalam rempah." Juga seperti akhir penggalan lagu yang menjadi soundtraknya "|jadilah rempah sebagai masa depan kita||".
Catatan:
Fuli: Selubung biji yang berbentuk jala, warnanya merah terang
Balanga: panci untuk memasak air
Dabu-dabu: sambal
ikan masak kering kayu: ikan tuna atau cakalang yg diolah dengan aneka rempah seperti pala, cengkih dan kayu manis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H