Mohon tunggu...
Sulasmi Kisman
Sulasmi Kisman Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Ternate, Maluku Utara

http://sulasmikisman.blogspot.co.id/ email: sulasmi.kisman@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menapaki Jejak Puta Dino Kayangan bersama Ngofa Tidore

2 September 2020   23:39 Diperbarui: 3 September 2020   11:16 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Motif tenun yang ditemukan di Kantor Arsip Nasional [dok @putadinokayangan]

Perjalanan menuju Rumah Tenun

Alat Tenun Bukan Mesin (ATMB) berjejer di lantai bawah rumah tenun. Benang-benang yang siap dimasukkan ke dalam gun atau sisir terlihat menjuntai mewarnai sisi ruangan produksi. Sekira pukul 14.00 WIT saya dan suami tiba di tempat produksi puta dino.

Perjalanan dimulai sekira pukul 13.18 WIT dari pelabuhan speed Bastiong, Ternate. Kurang lebih sepuluh menit speed sandar di pelabuhan Rum Tidore. Keringat dingin membasahi kulit. Maklum saja bagi saya, perjalanan menyebrangi lautan adalah hal yang menciutkan nyali.

Persiapan untuk memulai proses menenun [dokpri, 2020]
Persiapan untuk memulai proses menenun [dokpri, 2020]
Rumah Tenun Tidore berada di Soa Sio, bersisi batas dengan kelurahan Topo Tiga Tidore. Untuk sampai kesana membutuhkan waktu kurang lebih setengah sampai satu jam dari pelabuhan Rum. Kita bisa menyewa mobil atau menaiki angkot menuju terminal dan melanjutkan perjalanan menggunakan becak motor.

Beruntungnya kami berpapasan dengan rombongan bapak Sofyan Daud. Beliau adalah salah satu tokoh masyarakat Tidore yang memiliki kepedulian dalam pengembangan puta dino. Setelah saling sapa dan bertanya maksud dan tujuan ke Tidore, beliau dengan senang hati mengajak kami ikut bersama rombongan.

Perjalanan menggunakan mobil melewati jalan sepanjang pesisir pantai. Melalui beberapa menit perjalanan kami pun sampai di pusat kota Tidore dan bergerak ke arah kedaton kesultanan. Kami diantar langsung tepat di depan rumah tenun. Letaknya di belakang kedaton kesultanan Tidore.

Berpose di depan Rumah Tenun Puta Dino Kayangan Ngofa Tidore [dokpri, 2020]
Berpose di depan Rumah Tenun Puta Dino Kayangan Ngofa Tidore [dokpri, 2020]
Sebelum ke Tidore saya sebenarnya sudah berkomunikasi dengan ibu Anita Gathmir. Beliau adalah pengagas Ngofa Tidore atau Komunitas Anak Muda Tidore yang saat ini intens mengembangkan puta dino. Beliau jug merupakan pelopor yang berusaha menetas-hidupkan kan kembali kain tenun Tidore yang telah hilang kurang lebih 100 tahun lalu.

Mama Ita sapaannya, mengenalkan saya dengan Kak Wani. Kak Wani adalah anggota Ngofa Tidore yang dipercayakan menjadi pengelola rumah tenun bersama beberapa teman lainnya. Kedatangan kami disambut hangat. Mereka yang sebagian besar adalah remaja putri terlihat memberikan senyuman manis.

"Ada bikin apa kak?," saya memulai percakapan sembari membalas senyuman. "Ada mau isi kain di tempat pembungkus yang baru," jelas seorang perempuan yang mengenakan jilbab pashmina panjang berwarna merah maroon. Setelah saling sapa barulah saya tahu itu adalah Kak Wani.

Ternyata mereka sedang sibuk merapikan tumpukan berbagai motif puta dino. Ada yang sedang melipat dan yang lainnya mencoba memasukkan ke dalam kemasan yang baru. Selang beberapa menit kak Wani mempersilakan kami naik ke lantai atas untuk melihat kreasi puta dino di galeri pajangan.

Puta Dino di Galeri Rumah Tenun [dokpri, 2020]
Puta Dino di Galeri Rumah Tenun [dokpri, 2020]
Di lantai dua ini tersedia beberapa penggantung kain yang dirancang seperti bilik, kursi tamu dan aksesoris ruangan berbahan dasar bambu. Ada juga beberapa etalase kaca. Galeri puta dino memiliki serambi yang luas dengan pemandangan menghadap laut.  

Cerita Heroik Pejuang Puta Dino Kayangan 

Puta Dino adalah dua kata dari bahasa Tidore. Puta berarti kain sedangkan dino adalah tenun atau anyaman. Seperti wilayah lainnya di Indonesia yang memiliki kain khas, kini Tidore sedang mengembangkan kain tenun khas sendiri yang diberi nama puta dino kayangan. Kayangan adalah tambahan kata yang disematkan Jou Sultan Tidore yang memiliki makna tinggi.

Mama Ita mulai berbagi cerita tentang puta dino kepada saya melalui pesan singkat whattsup. Berawal dari postingan di salah satu media sosial tentang kegiatan adat Kesultanan Tidore. Postingan itu menggambarkan upacara adat. Pada acara tersebut banyak orang yang mengenakan kain khas dari daerah lain, seperti batik, tenun maupun songket

Postingan tersebut spontan dikomentari warganet. Mereka menelisik keberadaan kain khas Tidore. Menurut mereka, Tidore yang identik dengan Kesultanan sudah barang tentu punya kain khas. Hal ini membuat Ibu Anita semakin gelisah dan terdorong untuk menggali tradisi menenun di Tidore.

Proses menenun di Rumah Tenun Tidore [dokpri, 2020]
Proses menenun di Rumah Tenun Tidore [dokpri, 2020]
Kak Wani yang dijumpai di Rumah Tenun juga turut memberi penjelasan. "Kain puta dino ini memang baru dikembangkan di awal tahun 2017. Awalnya ada pelatihan menenun di Jepara, namun yang ikut hanya empat orang: Kak Bams, Noval, kakak cewek dari Ternate dan pak Musa yang juga bertempat tinggal di Ternate."

Sementara Kak Wani, Ifa dan Faya ikut pada pelatihan yang kedua. Mereka dibimbing langsung oleh guru dari Jepara. Ketiganya adalah tim inti. Ngofa Tidore terbagi atas dua tim, tim inti dan tim reguler. 

Tim reguler sampai sekarang berjumlah kurang lebih 10 orang. Anggota tim reguler adalah sukarelawan yang ingin belajar menenun, rata-rata adalah pelajar.

Pelatihan menenun merupakan program inisiasi Bank Indonesia. Bukan tanpa alasan jejak tradisi menenun di Tidore belum ditemukan. Ini juga yang mendorong Ibu Anita mengajak Tim Dosen dari Universitas Indonesia untuk bersama-sama mencari jejak puta dino.

Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, perihal puta dino juga bernasib sama. Wawancara perlu dilakukan untuk menjejaki memori kolektif dari masyarakat setempat. 

Ada tiga informan, Ibu Zainab yang berusia 75 tahun, Bapak M. Amien Faroek (75 tahun) yang juga merupakan keturunan dari Jojou (Perdana Menteri) Kesultanan Tidore dan Bapak Muhammad Usman, seorang pensiunan ASN yang tinggal di Gurabati.

 "Sebelumnya mama Ita juga sudah gencar mengumpulkan informasi tentang motif tenun Tidore ke berbagai tempat. Bahkan pernah juga berkomunikasi dengan pakar kain. 

Namun sepertinya sulit menemukan titik temu tentang keberadaan tenun Tidore pada masa silam. Penelusuran dilanjutkan ke Museum Tekstil hingga Museum Arsip Nasional," kak Wani memberikan penjelasan.

 "Beruntungnya di Museum Arsip Nasional ditemukan foto kain bertuliskan dalam warna hitam dan putih yang tertulis Tidore/Halmahera. Sumbernya dari Museum Belanda. Ini semacam menjadi pelengkap. Karena berdasarkan hasil wawancara dengan tiga informan juga mengiyakan keberadaan tradisi menenun di tanah Tidore yang diduga telah hilang kurang lebih 70 -- 100 tahun lalu".

Motif tenun yang ditemukan di Kantor Arsip Nasional [dok @putadinokayangan]
Motif tenun yang ditemukan di Kantor Arsip Nasional [dok @putadinokayangan]
Keberadaan alat tenun tua di Kedaton Kesultanan Tidore dan cerita sesepuh yang mengakui sejak kecil pernah melihat alat tenun. Yang mana kemudian alat tenun tersebut disimpan di loteng rumah dan harus raib dilahap si jago merah saat kebakaran di rumahnya. 

Juga penemuan kain tenun oleh salah satu warga Tidore. Sayangnya kain tenun tersebut sudah lusuh karena digunakan sebagai alas seterika.

Tak lalu berhenti di tengah jalan. Penyusuran menapaki jejak puta dino terus dilakukan oleh ibu Anita Gathmir, perempuan kelahiran Soa Sio Tidore yang lahir pada 14 Januari 1975. 

Perempuan yang memiliki jiwa seni ini tak lain adalah anak dari  ibu (Alm) Hj. Afiah bt M. Abas putri asli Tidore yang mempunyai marga kaicil. Marga Kaicil ini ternyata serupa dengan marga yang disandang Sultan Nuku (Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma'bus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan Jou Barakati).

Ngofa Tidore Menenun Harapan

Puta dino terdiri dari berbagai motif. Kak Wani menjelaskan bahwa ada motif tua yaitu jodati yang berarti ketulusan hati, barakati yang memiliki arti diberkati atau diberkahi dan marsante yang berarti keberanian. Setelah itu ada motif mapolu atau mengayomi.  

Selama produksi Ngofa Tidore juga pernah membuat motif dari CTI (Cita Tenun Indonesia). Terdapat beberapa motif yaitu motif sungsung (baru), motif laha-laha (baik), motif toadore (saya telah sampai), motif marimoi (mari bersatu) dan motif gomode mabuya (bunga cengkih).

Selain itu puta dino kayangan juga memiliki motif khas kesultanan Tidore berupa gambar kalajengking. Yang mana gambaran ini mengacu juga pada struktur bangunan kadaton kesultanan yang serupa dengan kalajengking. 

Sekaligus merepresentasikan ketahanan kesultanan Tidore. Dan ada juga motif Amo. Motif ini dikembangkan dari kain yang diberikan salah satu tokoh Tidore, paman Amin.

Menenun bukanlah suatu hal yang mudah. Kak Wani juga mencoba menjelaskan bahwa proses menenun ada dua, yaitu benang dasar dan benang motif. Benang dasar atau lungsi dimulai dari pintal, nyucuk untuk boom kemudian masuk proses boom, ngucuk gun/sisir. 

Sedangkan benang motif atau pakan mulai dari pintal, ngeteng, ikat motif, pewarnaan (pencelupan/totol), penguraian/bungkar, palet hingga kain tenun.

ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Rumah Tenun Tidore [dokpri, 2020]
ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Rumah Tenun Tidore [dokpri, 2020]
Penjelasannya saja sangat rumit apalagi proses pengerjaannya. Bagi saya yang awam hal tersebut terasa sangat sulit. Belum lagi penggunaannya menggunakan alat sederhana, ATBM atau alat tenun bukan mesin. Kak Wani mengakui kerumitannya, "menenun itu perlu fokus dan kesabaran,"tandasnya.

Satu kain tenun mungkin bisa dikerjakan selama dua sampai tiga hari bagi yang mahir. Namun jika dihitung dari proses awal dapat mencapai satu bulan bahkan lebih. 

Untuk bahan benangnya, Ngofa Tidore masih mengandalkan impor dari India. Bahan baku ditambah proses pengerjaan yang lama membuat harga selembar kain puta dino kayangan bisa mencapai Rp. 500 ribu bahkan lebih. Harga tergantung motif dan kerumitan pengerjaan.

Puta Dino motif Kalajengkin [dok @putadinokayangan]
Puta Dino motif Kalajengkin [dok @putadinokayangan]
Di waktu normal dalam satu bulan puta dino dapat terjual antara 20 hingga 25 lembar kain. Namun itu saja belum bisa menutupi modal. 

Terlebih di masa pandemi permintaan kain akan puta dino terbilang menurun. Untuk mensiasatinya teman-teman dari Ngofa Tidore mencoba membuat kreasi puta dino lain seperti gelang, ikat kepala, tali-tali tenun, aksesoris tas hingga masker.

Dari penjualan kreasi puta dino yang lain maka dapat digunakan untuk membayar gaji penenun yang juga merupakan tim inti dan reguler Ngofa Tidore. "Untuk saat ini kalau ada yang membeli aksesoris yang kecil-kecil ini maka sistemnya bagi hasil. 

Rumah tenun ambil berapa persen sisanya untuk yang menenun. Istilahnya penenun dapat uang jajan dari pembuatan tali-tali tenun tersebut.

Kreasi Puta Dino lainnya [dok @putadinokayangan]
Kreasi Puta Dino lainnya [dok @putadinokayangan]
Puta dino tidak hanya dijajakan di rumah tenun saja. Pemasaran juga dilakukan secara online dengan memanfaatkan media jejaring sosial. Seperti melalui Faceebook Tenun Tidore, melalui Instagram @putadinokayangan atau melalui whattsup +6281514337014 atau +6281214097630. Atau dapat langsung mengunjungi website puta dino www.putadino.com

Keuntungan tentunya belum didapatkan oleh Ngofa Tidore selaku pengelola kain khas Tidore ini. Namun semangat untuk melestarikan kebudayaanlah menjadi kunci. 

Kak Wani bilang ada kebahagiaan tersendiri ketika melihat puta dino disukai oleh banyak orang. Apalagi jika banyak anak muda yang ingin belajar menenun. "Karena kalau bukan torang siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi" begitu tutupnya.

Kak Wani dan Bambang, pegiat puta dino [dokpri, 2020]
Kak Wani dan Bambang, pegiat puta dino [dokpri, 2020]
Di akhir bincang-bincang dengan Kak Wani di Galeri puta dino, kami pun bergegas memilih produk puta dino untuk dibawa pulang. Suami saya memiliki tempat id card sedangkan saya membeli masker puta dino bermotif jodati merah. 

Tidak sampai Rp 100 ribu, sangat terjangkau jika dibandingkan dengan membayangkan proses pengerjaannya yang rumit. Ibu Anita pernah bilang "yang penting sudah punya puta dino, itu sudah merepresentasikan wujud kepedulian kita". Meski hanya bisa membeli masker sudah cukup membuat saya bahagia.

Hari sudah sore, saya dan suami mulai lapar. Kami segera pamitan, mencari becak motor ke arah Pantai Tugulufa, makan ikan bakar dan selanjutnya naik angkot menuju pelabuhan Rum. Saat hendak menyebrangi lautan, keringat dingin kembali bercucuran.


 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun