Allah berfirman:
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Ysuf/12: 53)
Suatu ketika, Hasan al-Bashri menyuruh beberapa muridnya untuk memenuhi kebutuhan seseorang. Dia berkata, "Temuilah Tsabit al-Bunani dan pergilah kalian bersamanya." Lalu, mereka mendatangi Tsabit yang ternyata sedang (melakukan) i'tikaf di masjid. Dan, Tsabit pun meminta maaf, karena tidak bisa pergi bersama mereka. Mereka pun kembali lagi kepada Hasan dan memberitahukan perihal Tsabit.
Hasan berkata, "Katakanlah kepadanya, 'Hai Tsabit, apa engkau tidak tahu bahwa langkah kakimu dalam rangka menolong saudaramu sesama muslim itu lebih baik bagimu daripada ibadah haji yang kedua kali?'" Kemudian, mereka kembali menemui Tsabit dan menyampaikan apa yang dikatakan Hasan al-Bashri. Maka, Tsabit pun meninggalkan i'tikafnya dan pergi bersama mereka untuk membantu orang yang membutuhkan.
Banyak cara bisa dilakukan agar menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Bisa dengan menolong dalam bentuk tenaga, memberikan bantuan dalam bentuk materi, memberi pinjaman, memberikan taushiyah keagamaan, meringankan beban penderitaan, membayarkan utang, memberi makan, hingga menyisihkan waktu untuk menunggu tetangga yang sakit.
Bekerja juga menjadi salah satu cara untuk bisa memberikan manfaat pada sesama. Kita yang bekerja mari kita niatkan untuk bantu yang membutuhkan.
Jika kita menjadi pemimpin yang baik juga bermanfaat bagi bawahannya, sebagaimana penguasa yang adil pun bermanfaat bagi rakyatnya. Bahkan, membuat orang lain menjadi gembira juga termasuk amalan bermanfaat yang dicintai oleh Allah SWT.
Adalah (sebuah) ironi, jika banyak orang kaya yang lebih senang naik haji berulang kali daripada membantu kaum dhuafa' yang membutuhkan uluran tangan. Banyak juga orang kaya yang 'jor-joran' (berlomba-lomba) membangun masjid mewah, sedangkan di sekelilingnya masih banyak kaum fakir-miskin yang membutuhkan bantuan. Padahal, Allah tidak butuh disembah dengan indahnya masjid ataupun ibadah haji yang berulang-ulang.
Mengapa kita tidak pernah berfikir untuk beramal saleh dengan cara 'memberi manfaat' pada semua orang yang berinteraksi dengan diri kita, atau (bahkan) beramal saleh dengan cara berbuat baik kepada sesama makhluk Allah, yang lebih kita prioritaskan dalam situasi dan kondisi tertentu daripada sekadar membangun kesalehan spiritual yang tak banyak berguna bagi orang lain?
Kita tak perlu mengatakan bahwa urusan akhirat itu lebih penting daripada urusan dunia, atau sebaliknya. Karena keduanya saling melengkapi.
Ingat firman Allah,