Secara khusus, hutan Tawang Serimbak di desa tersebut kini berdiri sebagai lambang praktik pertanian dan kehutanan berkelanjutan yang dikembangkan oleh warga setempat.
Dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa, terdapat 49 spesies tanaman obat yang telah teridentifikasi, Tawang Serimbak menyandang status proyek perhutanan sosial bersertifikat, yang mencakup lahan hutan seluas 34 hektar.
Di sini, masyarakat Dayak D'esa telah menerapkan berbagai sistem pemanfaatan lahan hutan yang menunjukkan pendekatan multijalur dalam pengelolaannya.
Selain itu, Solidaridad juga menerapkan pendekatan yang bertujuan untuk mengendalikan siklus kemiskinan ekologis akibat praktik monokultura yang menggunakan bahan kimia secara intensif, sehingga menyebabkan deforestasi dan degradasi lahan lebih lanjut.
Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat perencanaan pengelolaan hutan, dan menjaga hutan sekaligus melestarikan jasa ekosistem dan keanekaragaman hayati yang bernilai tinggi.
Di Desa Ensaid Panjang sendiri, Solidaridad telah menerapkan proses terstruktur yang mencakup komponen-komponen penting seperti pelatihan pemetaan lahan, wanatani, aspek teknis, pendidikan ekowisata, pengenalan tanaman pewarna alami, dan penguatan tata kelola kelembagaan dalam komunitas pengelola hutan.
Dua intervensi besar telah dilakukan di kalangan masyarakat:
- Memfasilitasi dan memperkuat pembangunan desa di Ensaid Panjang untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari. Hal ini meliputi pengembangan organisasi, peningkatan kapasitas pengelolaan hutan lestari, pengembangan peraturan daerah di tingkat desa atau kabupaten, pengembangan kader atau tokoh lokal, dan promosi usaha lokal (misalnya, produk tenun, ekowisata, dll).
- Membangun kondisi kondusif di dua desa tambahan yaitu Desa Bangun dan Sungai Buluh untuk mendorong keberhasilan pembangunan desa dan pengelolaan hutan lestari. Hal ini termasuk menerapkan inisiatif yang ditargetkan untuk meningkatkan struktur organisasi, membangun kapasitas, dan mendorong pengembangan usaha lokal, memastikan pendekatan holistik terhadap praktik berkelanjutan di komunitas tersebut.
Proyek ini telah memberikan hasil positif bagi 192 keluarga di desa tersebut, yang dibuktikan dengan peningkatan produktivitas pertanian dan hutan, pendapatan tambahan yang dihasilkan dari usaha pariwisata dan kerajinan tangan, serta pengelolaan sumber daya alam yang lebih berkelanjutan. Sorotan lainnya meliputi:
- Penandatanganan dokumen PADIATAPA (Free Prior Informed Consent atau FPIC), atau persetujuan di awal tanpa paksaan, oleh warga dari tiga desa;
- Pembentukan kelompok pengelola hutan (KPH) tingkat desa, bertujuan untuk memperkuat struktur pemerintahan lokal demi pengelolaan hutan yang efektif. Ditambah lagi, pelatihan tata ruang (hutan) untuk pemerintah desa dan KPH tingkat desa;
- Pelatihan literasi keuangan untuk 46 warga desa, bertujuan untuk memberikan dukungan kepada mereka dengan membekali ketrampilan esensial berupa pengelolaan keuangan;
- Sesi pelatihan diversifikasi produk tenun bagi 20 perempuan penenun dan 36 remaja, yang mengarah pada regenerasi ketrampilan menenun pada masyarakat dan menumbuhkan kemahiran membuat berbagai produk turunan seperti sampul buku, dompet, masker non-medis, gantungan kunci, tas jinjing, dll;
- Sesi pelatihan mengenai ekowisata untuk KPH tingkat desa dan pemerintah Desa Ensaid Panjang, bertujuan untuk mendorong keberlangsungan penerapan praktik kelestarian dan berkelanjutan di wilayah tersebut.