Tidak hanya pada kasus si pesohor ini, namun realitanya, cukup banyak perempuan yang terlihat berdaya dan sudah memiliki segalanya namun masih tetap terjebak dalam lingkaran kekerasan. Jika kendala dan tantangannya bukan pada aspek ekonomi, bisa jadi aspek psikologis lah yang memegang kendali.Â
Ketakutan akan menyandang status janda yang masih sering dianggap sebagai aib, harus membesarkan anak sendirian, dilanda kesepian, hidup sendiri, dan tidak punya sosok yang bisa dianggap sebagai pelindung adalah faktor-faktor yang paling sering ditemukan menjadi penyebab bertahannya seorang perempuan berdaya dalam lingkaran kekerasan.
Kasus KDRT bukan semata-mata perkara dominasi, namun juga adalah ketidakseimbangan relasi kuasa dalam sebuah hubungan. Tidak selalu korbannya adalah orang yang tidak memiliki sumberdaya.Â
Mereka yang memiliki sumberdaya sekalipun bisa menjadi korban kekerasan jika relasi kuasa yang ada tidak seimbang. Banyak orang berpendapat bahwa jika perempuan sudah memiliki segalanya, maka dia akan menjadi dominan dan berpotensi menginjak-injak pasangannya. Tapi dari banyak kasus yang terjadi, seorang perempuan kaya bisa menjadi korban kekerasan dan dianggap tidak lebih dari sekedar mesin ATM bagi pasangannya.Â
Aset, harta, dan sumberdaya yang dimiliki tidak serta merta membuatnya memiliki posisi tawar yang lebih tinggi, karena secara psikologis dirinya telah masuk dalam "penjara dan dominasi" pasangannya. Akhirnya, meskipun sebenarnya bisa mandiri secara finansial dan ekonomi, korban tetap terpenjara dalam lingkaran kekerasan karena tidak sanggup lepas dari pasangannya (pelaku).Â
Pendamping korban KDRT seperti ini perlu kerja ekstra untuk membangun kepercayaan diri si korban. Mendorong kemandirian finansial dan ekonomi seorang korban KDRT jauh lebih sederhana ketimbang mendorong munculnya kepercayaan diri seseorang. Korban KDRT yang selama bertahun-tahun mengalami kekerasan psikologis dan verbal biasanya memiliki tantangan besar untuk dapat mempercayai kemampuan yang dimilikinya.Â
Ini seperti pisau bermata dua yang selalu menimbulkan pertanyaan, mana dahulu? Tumbuh rasa percaya diri dulu, atau lepas dari pelaku dulu yang harus dilakukan? Jika masih ada dalam bayang-bayang pelaku, rasa percaya diri akan sulit tumbuh. Tapi sebelum punya rasa percaya diri, tidak akan berani melepaskan diri dari cengkeraman pelaku.Â
Kasus cabut laporan ini memang agak menggemaskan banyak pihak, terutama para pendamping korban kekerasan. Tak jarang para petugas pendamping merasa sia-sia kerjanya ketika korban akhirnya memilih untuk mencabut laporannya dan kembali ke pelukan si pelaku. Potensi terulangnya insiden kekerasan memang dirasa cukup signifikan, meskipun dalam beberapa kasus terbukti bisa berhenti dan terjadi perubahan drastis.
Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pendamping yang menghadapi situasi seperti ini adalah mengusahakan terbentuknya pemahaman tentang kesetaraan dan keadilan gender bagi korban, serta terus membantu membangun rasa percaya diri korban agar di kemudian hari memiliki posisi tawar yang baik, mampu berdiri sendiri dan bisa membela hak-haknya ketika dilanggar lagi.Â