Mohon tunggu...
Suksma Ratri
Suksma Ratri Mohon Tunggu... Lainnya - Senior Communication Officer and Gender Focal Point - Solidaridad Network Indonesia

Solidaridad Indonesia adalah sebuah lembaga nirlaba yang memfokuskan diri untuk pemberdayaan petani mandiri dan adaptasi terhadap perubahan iklim di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jalan Panjang Menuju Pengelolaan Rimba dan Gupung di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat

19 Juli 2022   13:37 Diperbarui: 19 Juli 2022   13:45 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat tengah berbahagia. Pasalnya, Peraturan Bupati Sintang No. 122 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengelolaan Rimba/Gupung di Luar Kawasan Hutan oleh Masyarakat Kabupaten Sintang telah disahkan. Nurmanto, Field Officer Solidaridad menuturkan perjalanan yang harus ditempuh agar rimba atau gupung ini bisa kembali ke tangan warga.

Peraturan Bupati Sintang No. 122 Tahun 2021 ini menjadi angin segar bagi masyarakat lokal yang memiliki keinginan untuk berperan aktif menjaga kelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal. 

Landasan hukum ini menjadi pijakan yang kuat dalam mengelola dan memanfaatkan rimba atau gupung di wilayah kelola mereka. Rimba sendiri merupakan penamaan lokal yang merujuk pada suatu area berhutan yang didominasi oleh pepohonan yang tumbuh secara alami dan berada di lahan basah serta lahan kering, baik di dataran rendah maupun tinggi, yang keberadaannya dijaga oleh masyarakat setempat. 

Sedangkan gupung memiliki pengertian, suatu area berhutan yang alami atau yang di dalamnya terdiri dari satu atau beberapa elemen yang disebut oleh masyarakat sekitar sebagai, Tembawang/Kolohkak, Gupung Mali, Makam Tua, Gupung Buah, Gupung Ketumbang, Gupung Temunik, Gupung Mata Air, dan gupung-gupung lain yang istilahnya diambil dari tutupan vegetasi berhutan yang dilestarikan secara turun temurun. 

Salah satu hal yang membedakan gupung dari rimba adalah adanya elemen sosio-kultural di dalam area berhutan yang dimaksud. Tembawang/Kolohkak adalah suatu area bekas rumah betang atau bekas pondok ladang yang sudah didominasi dengan pohon buah. 

Makam Tua adalah makam yang sejak awal digunakannya area tersebut sudah berbentuk hutan asli (primer). Gupung Mali adalah area dengan dominasi pepohonan dan memiliki pantangan tertentu yang dipercaya oleh warga setempat. 

Gupung Buah adalah area dengan pohon buah-buahan. Gupung Ketumbang adalah area dengan dominasi pepohonan yang pernah dijadikan tempat untuk peletakkan mayat/jenazah. 

Gupung Temunik adalah wilayah berpohon yang pernah digunakan warga untuk meletakkan temunik (ari-ari). Gupung Mata Air adalah area berpohon yang memiliki sumber mata air atau sungai. Kesemua area gupung ini haruslah dikelola oleh warga setempat dan dihormati berdasarkan kearifan lokal secara turun temurun.

Pengelolaan rimba atau gupung yang diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) ini berasaskan manfaat, lestari, partisipatif, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan kearifan lokal. 

Perbup ini bertujuan untuk menjamin keberadaan rimba dan gupung yang ada di daerah; mengoptimalkan aneka fungsinya yang meliputi fungsi konservasi, ekologi, ekonomi, sosial, budaya, dan kelestarian atau keberlanjutan. Selain itu juga untuk meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam hal pengembangan kapasitas, pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan. 

Serta tak lupa juga untuk memberikan perlindungan kepada pengelola, pemerintah desa, dan warga sekitar, baik dalam hal kemudahan pengelolaan maupun usaha-usaha pelestarian lingkungan hidup.

Kepala Daerah dalam hal ini memiliki kewenangan memberikan hak pengelolaan rimba dan gupung kepada pemerintah desa atau kelompok masyarakat setempat. 

Pemberian hak ini berdasarkan ketentuan dan kriteria antara lain, lahan berhutan tersebut berada dalam Area Penggunaan Lain (APL), tidak berada dalam kawasan hutan atau izin usaha, berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan, memiliki batas yang jelas, tidak sedang mengalami konflik, sudah dikelola oleh warga setempat secara turun temurun, dan memiliki vegetasi alami (tumbuh sendiri) ataupun buatan (sengaja ditanam) selain tanaman perkebunan.

Dokpri
Dokpri

Tujuan dari pengelolaan rimba dan gupung ini adalah untuk menjaga kelestarian dengan memperoleh nilai tambah dan pengembangan jasa lingkungan. 

Nilai tambah yang dimaksud adalah pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) seperti buah-buahan, umbi-umbian, tanaman obat, madu lebah, madu kelulut, zat pewarna alami, sumber bahan baku kerajinan seperti rotan, damar, jamur, dan nilai tambah dari hasil pengelolaan lainnya. 

Tak hanya itu, pengembangan jasa lingkungan seperti pemanfaatan sumber mata air, pemanfaatan badan air, wisata budaya, wisata petualangan, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, wisata penyelamatan dan perlindungan lingkungan, perdagangan karbon, serta berbagai jasa lingkungan lainnya juga bisa dijajaki sebagai sumber pendapatan alternatif bagi warga setempat.

Meri Sinom, Ketua Lembaga Pengelola Rimba Piangan di Desa Tanjung Balai, mengapresiasi atas terbitnya Surat Keputusan (SK) Pengelola Rimba dan Gupung yang telah lama dinantikannya. 

"Kami sangat berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Sintang yang telah memberikan kepercayaan kepada kami, masyarakat adat Dayak Seberuang di Desa Tanjung Balai, untuk mengelola rimba ini. Tentunya juga dengan bersama dengan Solidaridad yang terus mendampingi prosesnya sejak awal hingga saat ini," kata Meri. 

Nurmanto menyatakan juga bahwa untuk mendapatkan hak pengelola rimba ini, bukanlah hal yang mudah. Ada berbagai tahapan yang harus dilalui. Yang pertama harus dilakukan adalah mengajukan permohonan secara resmi, kemudian dilanjutkan dengan proses validasi dan verifikasi oleh tim yang terdiri dari Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) selaku pelaksana teknis di lapangan. 

Selanjutnya adalah verifikasi lapangan yang dilakukan untuk memeriksa keabsahan berkas dan batas area berhutan yang diajukan. Verifikasi lapangan juga dilakukan sebagai cara untuk memeriksa kebenaran dan keberadaan lokasi rimba atau gupung yang didaftarkan. 

Setelah semua tahapan ini berhasil dilalui, tim penilai akan merumuskan hasilnya, kemudian barulah akan diumumkan apakah pengajuan tersebut telah memenuhi kelayakan atau tidak. 

Jika semua hasil validasi dan verifikasinya baik, maka Surat Keputusan akan diterbitkan, untuk kemudian ditetapkan dan disahkan oleh Bupati. Keseluruhan proses ini memakan waktu cukup lama, sehingga perlu ketekunan, kesabaran, dan keteguhan dari semua pihak yang terlibat.

Dokpri
Dokpri

Solidaridad melakukan pendampingan untuk komunitas yang berada di sekitar APL. Tak jarang permintaan untuk didampingi datang dari warga setempat. 

Pendampingan akan diawali dengan kegiatan sosialisasi dan padiatapa. Apabila warga setempat setuju dan memang memiliki keinginan untuk menjaga kawasan berhutan yang ada, maka selanjutnya akan dibentuk lembaga lokal yang memiliki struktur dan rencana kerja yang jelas, serta dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala Desa. 

Rangkaian kegiatan pendampingan yang dilakukan pun cukup banyak, yaitu penguatan kapasitas lembaga, pelatihan manajemen, pemetaan hutan secara partisipatif, dan pengurusan berkas pengajuan rimba atau gupung yang dimaksud.

Seluas 1,588.57 hektar area berhutan telah berhasil dipetakan secara partisipatif, dan sebanyak 12 kelompok pengelola rimba/gupung telah dibentuk. Dari total luas yang ada, 120.37 hektar telah memiliki SK Pengelolaan Rimba/Gupung dan berlokasi di Desa Tanjung Balai dan Peninsung. 

Diharapkan ke depannya nanti kelompok-kelompok yang telah dibentuk akan mampu menjalankan perencanaan tata kelola hutan dan terus melakukan usaha-usaha pelestarian lingkungan, sekaligus juga mendapatkan manfaat ekonomi dari kawasan rimba atau gupung yang ada namun masih sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal yang tertanam.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun