Mohon tunggu...
Suksma Ratri
Suksma Ratri Mohon Tunggu... Lainnya - Senior Communication Officer and Gender Focal Point - Solidaridad Network Indonesia

Solidaridad Indonesia adalah sebuah lembaga nirlaba yang memfokuskan diri untuk pemberdayaan petani mandiri dan adaptasi terhadap perubahan iklim di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Solidaridad dan Keberterimaan Produk Kelapa Sawit Bersertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)

7 Februari 2022   10:09 Diperbarui: 7 Februari 2022   10:12 1965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: antaranews.com

Tulisan berikut disusun oleh Ir. I Nyoman Oka Tridjaja, M.Sc; Ph.D, Sekretaris Yayasan Solidaridad Network Indonesia, yang juga sudah malang melintang sebagai assessor untuk sertifikasi profesi pertanian organik. Beliau juga masih berkiprah sebagai dosen Pasca Sarjana pada Universitas Satyagama,  mata kuliah Pengendalian Mutu Hasil Pertanian (S1) (1997-sekarang), dan Manajemen Pemasaran pada Program Magister Manajemen (S2) (2010-sekarang),

================

Perkembangan pasar global baik di lingkungan Masyarakat ASEAN maupun dunia, menghendaki adanya perbaikan kualitas  produk hasil pertanian, perbaikan kesejahteraan petani dan profesionalitas atau kompetensi sumberdaya manusia pertanian.  Sebagai konskuensi logis dari kondisi ini,  perbaikan mutu dan keamanan pangan bagi konsumen serta penerapan system pertanian keberlanjutan  amatlah penting. Produk pertanian yang bermutu dan aman dikonsumsi serta ramah lingkungan tersebut akan menjadi trendi dan dapat meningkatkan daya saing produk  di tingkat global. Oleh karenannya kegiatan sertifikasi teradap komoditi dimaksud harus dijadikan  prioritas untuk menjamin keberkelanjutannya.

Hasil tanaman perkebunan berupa kelapa sawit, biji kopi, biji kakao, teh, pala, karet sudah menjadi bahan latar belakang para pembuat makalah atau disertasi dengan narasi hujatan negatif di mana dikatakan sebagian besar mutu hasil pertanian kita masih rendah, sumber daya manusia lemah, dan seterusnya sehingga daya saing  produknya menjadi lemah. Namun upaya sistematis untuk perbaikan  kelemahan dimaksud belum dilakukan secara konseptual, konkrit dan berkelanjutan.   

Program pembinaan yang sifatnya berbasis proyek sering pelaksanaannya terputus-putus tergantung prioritas pada tahun berjalan. Kebijakan seperti ini perlu dikaji ulang agar perbaikan mendasar terhadap produksi, mutu hasil produksi, daya saing komoditas dan produksi berkelanjutan, serta keberterimaan produk bernilai devisa dari ekspor, perlu dilakukan secara konsepsional khususnya pada kebun yang dikelola oleh banyak petani swadaya.

Berbicara tentang kebun petani atau rakyat seperti kelapa sawit, peran petani swadaya tentu luar biasa dalam memenuhi kapasitas pengolahan kelapa sawit (PKS) yang umumnya dimiliki oleh perusahaan inti. Untuk pekebun kelapa sawit swadaya, kondisi kelembagaan petaninya perlu dipastikan sebelum bertindak ke unsur-unsur lainnya. Hal ini penting untuk membangun kekuatan di sektor produksi secara bersama melalui kelembagaan yang kuat dengan semangat kebersamaan, kerja bersama dan sama-sama kerja, memiliki sepirit dan semangat saling berbagi, saling mengisi serta saling menguatkan untuk satu tujuan yang sama.

Sebagai ilustrasi, salah satu kesuksesan para petani kakao di kabupaten Jembrana, Bali dengan kekuatan lembaga petaninya yang dinamai Subak Abian dan didampingi oleh petugas pendamping yang handal, kompeten, serta difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, telah mampu membangun kekuatan dan kepercayaan di tingkat nasional maupun global. Subak Abian mengekspor hasil produksi  berupa biji kakao fermentasi dan nibs berkulitas yang memenuhi standar biji kakao Internasional ke berbagai negara seperti Perancis, Belgia, Jerman, Belanda, Jepang dan lainnya. Tak hanya itu, kelompok ini juga memproduksi bahan baku untuk pabrik coklat lokal terkenal seperti POD, yang memiliki pasar domestik dan Internasional.  Kakao Jembrana telah mendapatkan sertifikasi Internasional (SERTIFIKASI Komoditi) yang terdaftar di bawah kepemilikan Koperasi Tani Kakao  Jembrana, dan keberterimaannya di perdagangan  Internasional menjadi jauh lebih mudah.

Lessons learned dari kondisi seperti tersebut di atas, Menteri Keuangan Republik Indonesia yang diwakili oleh Ditjen Bea Cukai,  Ditjen Anggaran, diinisiasi oleh Bank EKSIM, dan Karantina Pertanian, didukung penuh oleh Pemda setempat, telah menetapkan Jembrana sebagai Desa Kakao Devisa (DKD). Artinya, desa ini mampu menciptakan devisa untuk negara. Bila desa-desa seperti ini dikembangkan di ribuan desa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi komoditi eksotik untuk tujuan ekspor,  niscaya aliran sumber devisa bagi Negara akan menjadi semakin deras.

Keberterimaan atau pengakuan sistem sertifikasi nasional oleh masyarakat internasional seperti Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (SPKSBI) atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) masih memerlukan harmonisasi.  ISPO  merupakan rangkaian kegiatan penilaian kesesuaian terhadap usaha perkebunan kelapa sawit yang dengan pemberian jaminan tertulis bahwa produk dan/atau tata-kelola perkebunan kelapa sawit telah memenuhi prinsip dan kreteria ISPO. Walaupun demikian sistem sertifikasi kelapa sawit nasional ini perlu mendapat pengakuan atau keberterimaan yang setara dengan sistem sertifikasi internasional. Di sinilah Komite Akreditasi Nasional, atau KAN, memiliki peran dalam harmonisasi sistem sertifikasi dimaksud. Solidaridad sebagai salah satu NGO internasional yang bergerak di bidang perubahan iklim dan pemberdayaan petani swadaya kiranya dapat mebantu mempromosikan keberterimaan sistem sertifikasi ISPO ini, dan  mengklarifikasi isu-isu negatif tentang sawit Indonesia di negara-negara Eropa khususnya dan di negara konsumen minyak kelapa sawit pada umumnya. Sebagai informasi, sertifikasi ISPO  yang dibangun oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk menjamin bahwa perkebunan  kelapa sawit di Indonesia telah diusahakan secara berkelanjutan yang dilakukan melalui sertifikasi. 

Sertifikasi ISPO ini dilakukan dengan penerapan prinsip-prinsip: 

  1. Kepatuhan terhadap peraturan perundangan; 
  2. Penerapan praktek perkebunan yang baik; 
  3. Pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati; 
  4. Tanggung jawab ketenagakerjaan; 
  5. Tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat; 
  6. Penerapan transfaransi; dan 
  7. Peningkatan usaha secara berkelanjutan.

Kriteria kepatuhan terhadap peraturan perundangan meliputi legalitas lahan dan usaha perkebunan, sedangkan kriteria untuk penerapan praktik perkebunan yang baik ditunjukkan oleh perencanaan perkebunan dan penerapan teknik budidaya dan pengolahan hasil yang baik.  Hal yang terkait dengan lingkungan hidup, sumberdaya alam, dan keanekaragaman hayati yang dimanifestasikan melalui penerapan yang meliputi izin lingkungan, pengelolaan limbah, gangguan dari sumber yang tidak bergerak dan pemanfaatan limbah.

Kelebihan komoditi pertanian yang distandarkan melalui sistem sertifikasi akan mendapatkan pengawasan setiap tahun oleh Lembaga Sertifikasi untuk memastikan kepatuhan dalam pelaksanaannya. Kelebihan lainnya apabila ada klaim soal mutu yang dengan mudah dapat ditelusuri atau memiliki jaminan traceability. Sebagai contoh konkrit pada komoditi seperti pala,  rempah yang banyak diekspor ke Eropa, masih sering dapat klaim karena terdeteksi ada jamurnya yang boleh dikata belum terpecahkan dari mana sumber jamurnya karena tidak ada transparansinya atau  salah satunya tidak menerapkan sistem sertifikasi sehingga kesulitan menelusurinya, tidak pernah terekam dari daerah penghasil mana dan petani siapa produknya tercemar.  Oleh karena itu peranan sertifikasi sangatlah penting.

Penerapan sertifikasi berarti sudah menerapkan sistem manajemen mutu misalnya ISO 9001/2015, mulai dari perencanaan, operasional, evaluasi dan aksi/koreksi, dengan demikian mutu hasil dalam hal ini perkebunan selalu terkendali sesuai dengan standar. Sudah barang tentu penerapan system mutu ISPO ini dimaksudkan juga untuk mendapat pengakuan atau keberterimaan pihak lain. Untuk itu sertifikasi ISPO harus dilakukan oleh Lembaga Serifikasi Sistem Mutu yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Lembaga Sertifikasi ISPO maupun Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dikhususkan untuk usaha kelapa sawit berkelanjutan. ISPO merupakan system sertifikasi untuk kelapa sawit berkelanjutan yang di buat pemerintah untuk menata usaha perkebunan kelapa sawit yang memenuhi aspek-aspek tersebut di atas dan diregulasikan berdasarkan Permentan No. 19/2011 kemudian direvisi menjadi Permentan No.11/2015 yang pemberlakuannya mandatory atau wajib kecuali untuk usaha kebun plasma, usaha kebun swadaya, dan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang diperuntukan untuk energi terbarukan. Namun kedua Permentan di atas dirasa kurang independen atau imparciality belum terjamin karena ada peran regulator dalam proses sertifikasi yang dalam hal ini Komisi ISPO (Dirjen Perkebunan). Untuk menjamin bebas dari komplik kepentingan (imparsiality), terbitlah Permentan No. 38 Tahun 2020, salah satunya memberikan kewenangan penuh kepada Lembaga Sertifikasi ISPO untuk melakukan sertifikasi tanpa harus ikut campur regulator. Hal ini tentu memberikan tanggung jawab sertifikasi ISPO secara penuh pada Lembaga Sertifikasi ISPO yang terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).  Mekanisme sertifikasi akan  sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang telah dilakukan lebih dahulu oleh RSPO.

Sedikit informasi terkait RSPO dimana didirikan oleh pemangku kepentingan bidang kelapa sawit yang mempunyai tujuan  untuk mempromosikan pertumbuhan dan penanganan kelapa sawit yang berkelanjutan melalui kerjasama dalam rantai pasok dan membuka dialog sesama pemangku kepentingan. Hal ini merupakan asosiasi/lembaga  yang sama sekali tidak mencari keuntungan (nirlaba). Lembaga ini beranggotakan perwakilan dari para pemain utama di kelapa sawit yakni pekebun, pengolah, pedagang, konsumen, peritel, bank,  investor, lembaga swadaya masyarakat (LSM) pelestari lingkungan dan LSM bidang sosial budaya.

RSPO memiliki platform yang unik yakni kerjasama yang pragmatis untuk memberikan kontribusi pada produksi kelapa sawit berkelanjutan dan  isu-isu yang melekat padanya. Namun demikian penerapannya bersifat sukarela sehingga berbeda denga ISPO yang diberlakukan secara wajib (mandatory). Organisasi ini secara aktif mencoba meningkatkan kesadaran masyarakat akan keperluan jangka panjang kelapa sawit yang berkelanjutan dan keperluan pelestarian lingkungan yang terkait dengan aktivitas perkebunan kelapa sawit. Untuk komoditi lainnya seperti kakao, kopi,  teh , mete kebanyakan di sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Asing misalnya Utz, IMO, RA, CU, 4C dsb.  Hal ini  sesuai dengan keinginan para negara pembeli (buyer).

Lembaga sertifikasi (LS) harus bebas dari ancaman (threats) ketidakberpihakan (impartiality), misalnya: 

  1. Ancaman yang timbul dari seseorang atau lembaga yang bertindak atas kepentingannya sendiri, 
  2. Ancaman yang timbul dari sesorang atau lembaga yang melakukan kajian terhadap pekerjaannya sendiri, 
  3. Ancaman yang timbul dari seseorang atau lembaga yang terlalu akrab dengan personil tertentu dibanding pencarian bukti-bukti audit, dan 
  4. Ancaman yang dirasakan seseorang atau lembaga yang dipaksa secara terbuka  atau rahasia , misalnya ancaman akan diganti atau dilaporkan kepada atasannya.  Semua hal di atas akan berpengaruh dalam audit, rekomendasi dan keputusan sertifikasi karena hubungan khusus, tekanan dan ancaman.

Khusus untuk sertifikasi ISPO yang telah berjalan, ada kesulitan keberterimaan di beberapa tujuan dagang  khususnya di Eropa dan beberapa Negara Barat. Menurut pekiraan, hal ini disebabkan karena pada awalnya peran pemerintah sangat kental di samping nuansa persaingan denga minyak nabati negara-negara tersebut. Hal ini dapat dibuktikan bahwa Sertifikat ISPO ikut ditandatangani oleh pihak pemerintah (regulator) cq Dirjen Perkebunan selaku Ketua Komisi ISPO. Jadi ini termasuk ancaman salah satu di atas. Namun demikian hal ini telah disadari sehingga pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 44 tahun 2020 tentang  Sistem Sertifikasi ISPO, yang menyatakan bahwa pelaksanaan sertifikasi ISPO harus dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi ISPO (bagian 2, pasal 7 , dan  8) tanggal 13 Maret 2020 dan ditindaklanjuti dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan setifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. 

Dengan keluarnya regulasi ini kita berharap akan ada perbaikan yang signifikan dalam pelaksanaan di lapangan dan juga keberterimaan pasar, sehingga dapat membawa kemaslahatan bagi para petani kelapa sawit dan devisa bagi Negara. 

Semoga!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun