sertifikasi profesi pertanian organik. Beliau juga masih berkiprah sebagai dosen Pasca Sarjana pada Universitas Satyagama, Â mata kuliah Pengendalian Mutu Hasil Pertanian (S1) (1997-sekarang), dan Manajemen Pemasaran pada Program Magister Manajemen (S2) (2010-sekarang),
Tulisan berikut disusun oleh Ir. I Nyoman Oka Tridjaja, M.Sc; Ph.D, Sekretaris Yayasan Solidaridad Network Indonesia, yang juga sudah malang melintang sebagai assessor untuk================
Perkembangan pasar global baik di lingkungan Masyarakat ASEAN maupun dunia, menghendaki adanya perbaikan kualitas  produk hasil pertanian, perbaikan kesejahteraan petani dan profesionalitas atau kompetensi sumberdaya manusia pertanian.  Sebagai konskuensi logis dari kondisi ini,  perbaikan mutu dan keamanan pangan bagi konsumen serta penerapan system pertanian keberlanjutan  amatlah penting. Produk pertanian yang bermutu dan aman dikonsumsi serta ramah lingkungan tersebut akan menjadi trendi dan dapat meningkatkan daya saing produk  di tingkat global. Oleh karenannya kegiatan sertifikasi teradap komoditi dimaksud harus dijadikan  prioritas untuk menjamin keberkelanjutannya.
Hasil tanaman perkebunan berupa kelapa sawit, biji kopi, biji kakao, teh, pala, karet sudah menjadi bahan latar belakang para pembuat makalah atau disertasi dengan narasi hujatan negatif di mana dikatakan sebagian besar mutu hasil pertanian kita masih rendah, sumber daya manusia lemah, dan seterusnya sehingga daya saing  produknya menjadi lemah. Namun upaya sistematis untuk perbaikan  kelemahan dimaksud belum dilakukan secara konseptual, konkrit dan berkelanjutan.  Â
Program pembinaan yang sifatnya berbasis proyek sering pelaksanaannya terputus-putus tergantung prioritas pada tahun berjalan. Kebijakan seperti ini perlu dikaji ulang agar perbaikan mendasar terhadap produksi, mutu hasil produksi, daya saing komoditas dan produksi berkelanjutan, serta keberterimaan produk bernilai devisa dari ekspor, perlu dilakukan secara konsepsional khususnya pada kebun yang dikelola oleh banyak petani swadaya.
Berbicara tentang kebun petani atau rakyat seperti kelapa sawit, peran petani swadaya tentu luar biasa dalam memenuhi kapasitas pengolahan kelapa sawit (PKS) yang umumnya dimiliki oleh perusahaan inti. Untuk pekebun kelapa sawit swadaya, kondisi kelembagaan petaninya perlu dipastikan sebelum bertindak ke unsur-unsur lainnya. Hal ini penting untuk membangun kekuatan di sektor produksi secara bersama melalui kelembagaan yang kuat dengan semangat kebersamaan, kerja bersama dan sama-sama kerja, memiliki sepirit dan semangat saling berbagi, saling mengisi serta saling menguatkan untuk satu tujuan yang sama.
Sebagai ilustrasi, salah satu kesuksesan para petani kakao di kabupaten Jembrana, Bali dengan kekuatan lembaga petaninya yang dinamai Subak Abian dan didampingi oleh petugas pendamping yang handal, kompeten, serta difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, telah mampu membangun kekuatan dan kepercayaan di tingkat nasional maupun global. Subak Abian mengekspor hasil produksi  berupa biji kakao fermentasi dan nibs berkulitas yang memenuhi standar biji kakao Internasional ke berbagai negara seperti Perancis, Belgia, Jerman, Belanda, Jepang dan lainnya. Tak hanya itu, kelompok ini juga memproduksi bahan baku untuk pabrik coklat lokal terkenal seperti POD, yang memiliki pasar domestik dan Internasional.  Kakao Jembrana telah mendapatkan sertifikasi Internasional (SERTIFIKASI Komoditi) yang terdaftar di bawah kepemilikan Koperasi Tani Kakao  Jembrana, dan keberterimaannya di perdagangan  Internasional menjadi jauh lebih mudah.
Lessons learned dari kondisi seperti tersebut di atas, Menteri Keuangan Republik Indonesia yang diwakili oleh Ditjen Bea Cukai,  Ditjen Anggaran, diinisiasi oleh Bank EKSIM, dan Karantina Pertanian, didukung penuh oleh Pemda setempat, telah menetapkan Jembrana sebagai Desa Kakao Devisa (DKD). Artinya, desa ini mampu menciptakan devisa untuk negara. Bila desa-desa seperti ini dikembangkan di ribuan desa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi komoditi eksotik untuk tujuan ekspor,  niscaya aliran sumber devisa bagi Negara akan menjadi semakin deras.
Keberterimaan atau pengakuan sistem sertifikasi nasional oleh masyarakat internasional seperti Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (SPKSBI) atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) masih memerlukan harmonisasi.  ISPO  merupakan rangkaian kegiatan penilaian kesesuaian terhadap usaha perkebunan kelapa sawit yang dengan pemberian jaminan tertulis bahwa produk dan/atau tata-kelola perkebunan kelapa sawit telah memenuhi prinsip dan kreteria ISPO. Walaupun demikian sistem sertifikasi kelapa sawit nasional ini perlu mendapat pengakuan atau keberterimaan yang setara dengan sistem sertifikasi internasional. Di sinilah Komite Akreditasi Nasional, atau KAN, memiliki peran dalam harmonisasi sistem sertifikasi dimaksud. Solidaridad sebagai salah satu NGO internasional yang bergerak di bidang perubahan iklim dan pemberdayaan petani swadaya kiranya dapat mebantu mempromosikan keberterimaan sistem sertifikasi ISPO ini, dan  mengklarifikasi isu-isu negatif tentang sawit Indonesia di negara-negara Eropa khususnya dan di negara konsumen minyak kelapa sawit pada umumnya. Sebagai informasi, sertifikasi ISPO  yang dibangun oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk menjamin bahwa perkebunan  kelapa sawit di Indonesia telah diusahakan secara berkelanjutan yang dilakukan melalui sertifikasi.Â
Sertifikasi ISPO ini dilakukan dengan penerapan prinsip-prinsip:Â
- Kepatuhan terhadap peraturan perundangan;Â
- Penerapan praktek perkebunan yang baik;Â
- Pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati;Â
- Tanggung jawab ketenagakerjaan;Â
- Tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat;Â
- Penerapan transfaransi; danÂ
- Peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Kriteria kepatuhan terhadap peraturan perundangan meliputi legalitas lahan dan usaha perkebunan, sedangkan kriteria untuk penerapan praktik perkebunan yang baik ditunjukkan oleh perencanaan perkebunan dan penerapan teknik budidaya dan pengolahan hasil yang baik. Â Hal yang terkait dengan lingkungan hidup, sumberdaya alam, dan keanekaragaman hayati yang dimanifestasikan melalui penerapan yang meliputi izin lingkungan, pengelolaan limbah, gangguan dari sumber yang tidak bergerak dan pemanfaatan limbah.