Mohon tunggu...
Sukron Abdilah
Sukron Abdilah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis, yang lupa bahwa sebetulnya ia harus menuliskan realita dan gagasan. Akhirnya akun kompasiana ingat lagi sandinya. hehehe

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Arogansi Intelektual" di Sekeliling Fenomena PKS

9 Juni 2013   15:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:18 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa bulan ini saya absen mempublikasikan reflika tulisan di Kompasiana. Setelah saya lama absen, konten Kompasiana kini, lebih berwarna, lebih seksi, lebih hot, lebih genit, dan lebih menggambarkan ideologi politik pencitraan. Lebih-lebih ketika membaca postingan kawan saya, Om Jay, tentang PKS di sini.  Beberapa jam pasca Om Jay memposting tulisan itu, Om Harja Saputra, menyerang pendirian politik Om Jay di sini. Jujur saja, saya tidak respek atas perjuangan PKS sejak saya sekolah di Pesantren dulu sampai sekarang. Bahkan, ketika menyaksikan Fahri Hamzah yang berlebihan membela partai ini, bertambah pula ketidakrespekan saya pada Partai ini. Apalagi kalau ada pembelaan kompasianer. Semakin bertambah tidak respek dong.

Sebagai masyarakat awam, saya hanya bisa menggelengkan kepala. Bahwa kompasianer, kok, tidak bisa meredam emosi ketika partai jagoannya disudutkan dan dicaci maki masyarakat. Sehingga kerap memunculkan "arogansi intelektual" dalam postingan-postingannya. Saya kurang mengamati persoalan PKS di kompasiana ini. Tetapi ketika membaca postingan sahabat saya, Om Jay, menyimpulkan bahwa seorang guru sekelas Om Jay, terpapar ideologi PKS, yang merasa benar sendiri dan diluar PKS , mereka "SALAH". Kasus yang menimpa beberapa petinggi PKS, memang harus disikapi secara bijaksana. Tidak diperkenankan dibela mati-matian, apalagi harus memposting tulisan yang menggambarkan "arogansi intelektual".

Saya setuju dengan om Harja Saputra ketika mengingatkan Om Jay untuk tidak menempatkan partai pada posisi "hitam-putih". Ketika misalnya, LHI menjadi tersangka, maka sebagai pendukung PKS, Om Jay, tidak menjadikan BENAR-SALAH tatkala menilai PARTAI versus KPK. Saya tidak mengerti dengan sikap intelektual beberapa kader PKS, yang merasa paling benar, paling bersih, dan paling shaleh di lembaga parlemen. Mereka kerapa arogan dengan memberikan opini yang subjektif dan dipenuhi emosi. Padahal, dalam Islam juga, dianjurkan untuk memiliki jiwa yang tenang dan tentram; tidak arogan secara intelektual ketika memandang sebuah fenomena politik.

Om Jay  -- sebagai sahabat saya -- sangat disayangkan kalau tidak berpikir bijaksana. Menempatkan PKS secara porfesional dalam sikap politiknya. Saya tidak dibayar untuk mempublikasikan tulisan ini. Saya hanya menyayangkan bahwa seorang guru telah diracuni arogansi intelektual yang akan membahayakan siswa didikannya. Sekitar 12 tahun yang lalu, saya memiliki ustaz yang menjadi pengurus PKS di Garut. Ketika suatu saat dia menyampaikan ideologi politiknya kepada para santri, ternyata menciptakan sengkarut konflik yang tak dewasa disikapi santri. Di Pesantren saya,  ada kubu santri yang membela PKS serupa agama mereka. Seperti yang dilakukan Om Jay, membela PKS dengan membuat tulisan yang judulnya membuat kepala saya tidak bisa berhenti berpikir: Kenapa Om Jay berada di jalur BENAR dan SALAH yang mengakibatkan kita menyalahkan satu pihak. Padahal korupsi merupakan kesalahan kolektif. Kesalahan kaderisasi partai politik, sistem politik yang longgar, dan kebudayaan politik yang menjauh dari nilai-nilai luhur.

Ketika ada kader PAN, yang terjerat korupsi, saya sebagai blogger atau penulis tentunya tidak membela mati-matian. Tempatkanlah sebagai saran dan kritik yang membangun dengan kasus tersebut. Seperti yang kini menimpa PKS. Om Jay seharusnya mempublikasikan postingan yang bermanfaat untuk kemajuan PKS dan partai lainnya. Tidak asal melakukan pembelaan yang menggambarkan "arogansi intelektual", merasa paling BENAR; sementara si liyan adalah SALAH. Selamat merenungi kehidupan, OM JAY.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun