Mohon tunggu...
Sukrisno Santoso
Sukrisno Santoso Mohon Tunggu... wiraswasta -

Guru Bahasa Indonesia di SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo. Menyukai buku, kopi, dan puisi. Menulis "Catatan Kecil" di www.sukrisnosantoso.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

8 Cara Sederhana Tumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak

12 September 2016   14:19 Diperbarui: 12 September 2016   18:00 2180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: health.detik.com

  • Memberinya Kepercayaan untuk Mengemban Suatu Tugas
    Seorang anak akan merasa senang jika ia dibutuhkan. Ia akan merasa menjadi orang penting jika diberi sebuah tugas. Misalnya, anak diberi tugas untuk memelihara tanaman. Tanaman tersebut menjadi tanggung jawab sepenuhnya anak. Orang tua hanya memberikan arahan bagaimana cara memelihara tanaman.

    Tiap beberapa waktu, orang tua mengecek tugas anak. Misalnya saat makan bersama, orang tua bisa menyinggung tugas anak. Si anak dibiarkan bercerita suka-dukanya memelihara tanaman. Kemudian, tak lupa orang tua memberikan pujian atau hadiah kepada anak karena telah melakukan tugasnya dengan baik.

    Pemberian tugas ini bisa dilakukan misalnya saat acara rekreasi bersama keluarga. Si anak diberi sebuah tanggung jawab, misalnya mengurusi konsumsi atau menjadi bendahara selama rekreasi. Pemberian tanggung jawab tersebut melatih anak untuk berpikir dewasa dan mengembangkan kepribadian anak, khususnya kepercayaan dirinya.

  • Mendorongnya untuk Mengikuti Aktivitas Teman-temannya
    Kepercayaan diri anak bisa ditumbuhkan dengan memberi kesempatan kepadanya untuk berinteraksi dan bermain dengan teman sebayanya. Tentu orang tua harus tetap mengawasi siapa teman bermain si anak.

    Bermain bersama teman sebaya memberikan banyak manfaat. Dengan bermain bersama teman, anak-anak akan bahagia. Selain itu, dengan timbulnya dinamika kelompok (masalah, ketegangan) akan melatih anak untuk mengendalikan kecerdasan emosionalnya.

  • Menceritakan Kisah-kisah yang Motivatif dan Inspiratif
    Beberapa kisah heroik dan menakjubkan bisa membekas pada diri anak. Kisah-kisah yang penuh amanat kebaikan, penuh motivasi dan inspirasi akan membuat diri anak ingin meniru si tokoh utama dalam cerita.

    Anak akan menyimpan kehebatan si tokoh dalam memorinya dan akan mempengaruhi hati dan pikirannya dalam bertindak. Tak ayal, di seluruh dunia terdapat cerita/dongeng anak yang ceritanya sangat berkesan bagi anak. Bahkan, beberapa cerita dibuatkan versi layar lebarnya. Hal itu karena cerita-cerita tersebut sangat membekas bagi anak-anak yang membacanya saat kecil atau mendengarkannya dibacakan oleh orang tuanya sebelum tidur. Kisah-kisah yang penuh motivasi dan inspirasi akan menumbuhkan kepercayaan diri anak karena ia akan berusaha menjadi si tokoh utama yang hebat.

  • Memberi Perhatian Ketika Dibutuhkan
    Ketika anak merasa tidak diperhatikan, ia akan merasa minder. Ia merasa bahwa kehadirannya tidak dipedulikan dan dirinya dianggap tidak penting. Setiap kali anak bercerita, hendaknya orang tua mendengarkan dengan baik-baik, kemudian memberikan tanggapan atas cerita anak. Dalam mendengarkan cerita anak tersebut, orang tua harus terlihat antusias. Jangan sampai terkesan hanya sekadar mendengarkan sambil melakukan aktivitas lain.

    Setiap anak pasti ingin seseorang mendengarkan ceritanya. Jika orang tuanya tidak mau atau malas mendengarkan cerita anak, ia akan mencari orang lain, yaitu temannya. Jika teman dekatnya hanya sedikit --karena sifat si anak yang tertutup—ia akan mencurahkan perasaannya dalam tulisan atau hanya akan dipendamnya sendiri. Orang tua mestilah selalu antusias mendengarkan cerita anak, meskipun cerita anak berisi hal sepele. Dengan perhatian tersebut, anak akan merasa dipedulikan dan merasa kehadirannya diperhitungkan. Imbasnya, si anak akan menjadi percaya diri.

  • Memperlakukan Anak Layaknya Orang Dewasa
    Bagaimana memperlakukan anak layaknya orang dewasa? Hal tersebut dilakukan dengan perkataan dan perbuatan. Dalam berkomunikasi dengan anak, orang tua berbicara seolah-olah dengan orang dewasa. Jangan anggap anak sebagai anak kecil terus.

    Misalnya dalam menentukan sekolah anak, orang tua melakukan musyawarah dengan anak tanpa menunjukkan sikap memaksakan kehendak. Biarlah anak mengutarakan keinginannya, kemudian orang tua memberikan tanggapan, pandangan, dan pilihan-pilihan.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
  • LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun