Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

amrih mulya dalem gusti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kreativitas dalam Karya Seni Puisi

4 Juni 2018   15:32 Diperbarui: 2 Agustus 2018   15:36 1498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun kita dapat mengatakan bahwa gerak jiwa dan pikiran kreatif itu sama, baik dalam ilmu, pemecahan masalah, pendidikan, humor maupun dalam berbagai cabang kesenian, namun antara masing-masing pun terdapat perbedaan yang hakiki. Hal itu terlihat apabila kita menelaah tujuan, motivasi, serta seluk-beluk emosionalnya. Sekarang kita mencoba mengupas karya kreatif dalam kesenian, khususnya puisi.

Kreativitas ilmu dan teknologi bertujuan untuk mencari nilai-guna yang baru, sedangkan kreativitas kesenian bertujuan untuk mencari nilai makna. Sepotong puisi yang bermutu umumnya mempunyai maksud mengungkapkan kehidupan atau keindahan mendalam melalui media bahasa.

Apakah kata-kata atau kalimat yang dipilih oleh penyair itu lahir secara spontan saja? Tentu saja unsur pengilhaman yang spontan selalu ada. Tetapi tidak jarang si penyair harus mencurahkan daya pikirnya untuk mencari, membandingkan, mengubah-ubah susunan, atau untuk menafasi setiap kata atau bunyi yang terungkap. Seringkali dibutuhkan elaborasi atau ikhtiar untuk menyusun. Ternyata, hanya pada benak dan hati yang sudah siap, ilham akan datang.

Seorang penyair mengalami bahwa ia harus bergulat dengan banyak batasan. Gelora gagasan atau terkadang suatu penginderaan dalam batinnya harus dituangkan ke dalam suatu bentuk. Kemudian bentuk itu harus tunduk kepada suatu gaya bahasa, irama, makna yang mungkin bukan hanya satu melainkan bertingkat-tingkat, paduan antara kejelasan dan kesamaran, dan mungkin ada kutub-kutub lain yang saling bertentangan. Ini semua membawa semacam ketegangan kreatif pada diri penyair, dan jika ia berhasil, ketegangan itulah sebenarnya yang memberikan kekuatan atau dinamika pada syairnya.

Marilah kita menyelami sejenak sendi-sendi kreatif sebuah sajak atau puisi.

  • Seringkali terkandung  metafor (perbandingan berdasarkan unsur kesamaan). Contoh yang sederhana: hati yang gundah diibaratkan sebagai hadirnya mendung. Contoh yang lebih mendalam: suatu sikap manusia yang tidak ingin membeda-bedakan sesama dirasakan sebagai sorotan rembulan yang lembut di malam hari; tidak tajam, tidak mengarah ke diskriminasi; ia adalah denyut keibuan yang sejati. Renungkanlah bagaimana perasaan, atau lebih tepatnya kerinduan penyair akan gambaran itu, harus dituangkan dalam sederetan kata-kata yang ditulis atau dibaca.
    Ia mencoba, menulis dan menulis, mengoreksi, menanti sampai datang satu baris pengungkapan yang paling utuh, lalu merumuskan dan merumuskan lagi.
  • Antara bunyi kata dan makna kata, seringkali terdapat pertautan "kehidupan" yang kadang-kadang jelas/gamblang, kadang-kadang tersembunyi. Inilah hakikat yang terus digali  oleh para penyair. Mereka seolah-olah harus kembali ke naluri-naluri purba dalam berbahasa, ketika kesan dari gambaran dan suara-suara alamiah di sekeliling menjadi akar dari gagasan untuk berkomunikasi. Namun penyair juga sekaligus bergerak pada taraf abstraksi bahasa yang tinggi, sebagai keterampilan khas mereka.
  • Suatu puisi juga bisa menunjukkan ketidaklengkapan, seakan-akan menggambarkan ketidakmampuan bahasa untuk mengungkap pesan atau kebenaran yang terpendam. Penyair mengajak penanggapnya untuk ikut "menggapai". Dengan peran-serta ini makna akan dilengkapi.
  • Paradoks atau pertentangan juga sering dimunculkan karena dengan paradoks makna seutuhnya dapat ditangkap.
  • Dalam menghayati sebuah puisi, perasaan kita akan irama sangat dibutuhkan. Tanpa mengikutsertakan rasa irama, penghayatan kita belum penuh. Seperti halnya dengan musik, ada cepat, ada lambat, kadang kuat lalu lemah, tanpa gerak. Kekosongan juga suatu bentuk isi. Begitulah kiranya nafas kehidupan diperagakan.

Jika gelombang perasaan dan penginderaan kita dapat didekatkan dengan denyut orisinal dalam jiwa seniman tersebut, maka setiap kali kita menikmati karya seninya, kita pun ikut mengalami proses kreatif. Selanjutnya sebagai ciri dari suatu karya seni yang baik, kita sebagai penanggapnya yang ikut menyelami tidak akan cepat merasa lelah atau bosan.

Setiap bentuk karya seni, termasuk yang populer, sesungguhnya bertujuan menyegarkan kembali kemanusiaan kita. Untuk itu kita harus bersikap lebih daripada sekedar menghargai keterampilan seniman, karena yang penting untuk dihayati sebenarnya adalah alam perasaannya, gagasannya.

Apabila kita mencoba menjadi penanggap yang aktif, atau mencoba juga untuk ikut mencipta suatu karya seni, dengan sendirinya kepekaan kita pun akan meningkat. Ketajaman dalam menangkap perlambangan atau simbolisme sedikit demi sedikit memperkaya diri kita, dan ini secara umum merupakan  peningkatan daya kreativitas. Semoga.

Salam kreatif penuh cinta.

***

Solo, Senin, 4 Juni 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun