Mukidi: "Wooow, pecah ndase..."
Poltak: "Aku pikir juga begitu. Dalam hal ini yang paling cemas tentu Fadli Zon, karena tanpa Prabowo dia bukanlah apa-apa, malah bisa ditendang oleh Desmond keluar arena."
Mukidi: "Kasihan si Fadli Zon, padahal sudah capek-capek nyocot dimana-mana demi Prabowo dan ambisinya."
Poltak: (nyeruput lagi kopinya sambil terkekeh) "Nanti dulu, tidak sesederhana itu. Â Pada situasi yang membingungkan ini, datanglah LBP sebagai dewa penolong. Pertemuan keduanya di Grand Hyatt Jakarta kemarin menunjukkan bahwa ada kesamaan pikiran, jika Prabowo lah yang harus maju."
Mukidi: "Bagaimana caranya, bro?"
Poltak: "Inilah dunia politik praktis. Caranya harus mengawinkan Gerindra versi Prabowo dengan partai lain selain PKS. Naaahh, kan ada PKB, dimana Cak Imin sudah ngebet banget jadi Cawapres. Bermodal PKB 47 kursi, bila digabungkan dengan Gerindra, cukuplah bisa mencalonkan Prabowo dan Cak Imin sebagai Capres dan Cawapres 2019. Akhirnya cita-cita cak Imin jadi Cawapres akan terlaksana. Aku yakin pasti senang dia."
Mukidi: "PKS gigit jari dong?"
Poltak: "Nggak laaah... PKS akan gigit celana dalam. Mereka akan sibuk mencari koalisi selain Gerindra. Namun kita tahu itu berat karena dengan PAN tidak akan cukup kursi. PKS dan Demokrat juga tidak cukup, kecuali mereka gabung bertiga. Tetapi dengar-dengar nih, Demokrat sudah akan gabung ke Jokowi".
Mukidi: "Koq jadi seperti permainan catur begitu?"
Poltak: "Memang, kalau permainan catur ini berhasil, maka lawan tanding Pilpres 2019 tetap Jokowi vs Prabowo. Sedangkan Gatot harus mundur teratur dulu karena tidak cukup suara untuk diatur. PKS akan semakin terbelah di internal karena pihak Anis Matta semakin punya bukti bahwa PKS di tangan Shohibul Iman semakin lemah. Begitulah politik, tak ada pertemanan abadi."
Mukidi: "Lalu siapa yang paling kecewa dan menangis darah kalau ini terjadi, brotha?"