Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

amrih mulya dalem gusti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sang "Pengibul"

21 Maret 2018   11:02 Diperbarui: 26 Juli 2018   11:09 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini sedang trending istilah 'pengibulan', maka ada baiknya kita membedahnya dengan tulisan ini. Pengibulan terbentuk dari verba (kata kerja) ngibul yang berarti membohongi yang selanjutnya ditambah dengan konfik (awalan dan akhiran) pe-an sehingga menjadi nomina (kata benda) pengibulan, tindakan melakukan pembohongan. Lebih lanjut verba ngibul juga bisa ditambah prefik (awalan) pe- agar menjadi nomina (kata benda) pengibul yang berarti pelaku ngibul alias pembohong.

Sekarang mari kita telaah fakta tentang kepopuleran kata pengibulan tersebut. Kata ini menjadi kata yang populer beberapa hari ini karena pernyataan Amien Rais di Bandung beberapa hari yang lalu. Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan bahwa kebiasaan presiden Joko Widodo yang sering membagi-bagikan sertifikat kepada masyarakat disebut sebagai pengibulan alias pembohongan. Dengan demikian berarti Amien mengatakan bahwa Jokowi adalah pengibul. Tetapi karena si guru besar Amien Rais ini sering omong ngaco maka ada baiknya kita bahas siapa sesungguhnya si pengibul.

Nampaknya orang tua satu ini perlu diperiksa kepribadiannya. Siapa tahu ada gejala-gejala yang tidak benar dan membahayakan. Semakin hari semangkin mengkhawatirkan. Bicaranya tampaknya semakin hari semakin ngawur. Mulai dari pemerintah memberi ruang kebangkitan PKI sampai sertifikat sebagai tanda pengibulan Jokowi terhadap rakyat. Jangan-jangan dia memang sedang mengalami kekacauan berpikir logis?

Gejala kekacauan berpikir logis Amien ini semakin tampak saat menjadi pembicara dalam diskusi 'Bandung Informal Meeting' yang digelar di Hotel Savoy Homman, Jalan Asia Afrika, Bandung, Minggu (18/3/2018). "Ini pengibulan, waspada bagi-bagi sertifikat, bagi tanah sekian hektar, tetapi ketika 74 persen negeri ini dimiliki kelompok tertentu seolah dibiarkan. Ini apa-apaan?"

Sekarang mari kita cerna pernyataan Amien di atas. Ada kekeliruan, kontradiksi dan kesalahan berpikir di sana. Pengibulan itu diartikan sebagai proses membohongi. Membohongi berarti tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

Pengibulan jelas sangat bertentangan dengan fakta tentang pembagian sertifikat kepada rakyat oleh presiden Jokowi. Sertifikat itu adalah fakta nyata. Ada data dan tanda keabsahan kepemilikan atau keabsahan pengolahan lahan. Jadi sertifikat itu menjadikan kepemilikan itu memiliki bukti kuat. Tidak bisa digugat. Maka ketika dikatakan pengibulan, mengibuli siapa. Sangat jelas ada sertifikatnya, bukan hanya janji memberikan sertifikat.

Lebih lanjut, 74% negara dimiliki kelompok tertentu tidak ada data dan buktinya. Ini sangat bertolak belakang dengan sertifikat yang dibagikan dan sejalan dengan pengibulan. Sertifikat adalah bukti bahwa setiap orang yang menerimanya memiliki tanah. Dengan demikian, tuduhan 74% negeri ini dimiliki suatu kelompok menjadi suatu pengibulan.

Mohon diperhatikan, pernyataan tanpa data valid adalah pembohongan atau pengibulan. Di lain pihak, pembagian sertifikat adalah kebenaran dan keberpihakan pemerintah kepada rakyat yang selama ini memiliki tanah tetapi tidak punya bukti kepemilikan.

Maka sekarang sungguh jelas siapa si pengibul dan siapa yang tulus. Amien adalah pengibul karena menuduh tanpa ada bukti. Itu sama saja, misalnya, seperti menuduh Prabowo adalah jenderal pembunuh para mahasiswa, tetapi tidak disertai fakta. Jadi itu adalah kebohongan dan fitnah. Lain masalahnya kalau ada bukti.

"Pemimpin (Jokowi) mengatakan tahun 1965 baru 4 tahun mana ada PKI balita. Memang enggak ada, tetapi kenapa rezim ini memberikan angin membangkitkan PKI."  Ini pernyataan Amien yang lain lagi.

Ternyata Amien tidak berhenti hanya soal sertifikat. Pengibulan Amien ditambah dengan pemutarbalikan fakta. Faktanya Jokowi mengakui bahwa dia lahir 4 tahun sebelum kelahiran PKI. Logika sehatnya, tidak mungkin balita dapat dikatakan PKI. Logika pemutarbalikan fakta versi Amien, kenapa sekarang memberikan angin kebangkitan PKI?

Dalam kontek ucapannya tersebut berarti bahwa Amien menganggap pernyataan Jokowi tidak sejalan dengan kenyataan saat ini. Menurutnya pemerintah sekarang memberi ruang terhadap kebangkitan PKI. Mungkin karena sudah pikun, Amien tidak ingat ajakan Jokowi untuk menggebuk PKI. Ajakan itu saja sudah membuktikan tidak ada ruang bagi kebangkitan PKI di Indonesia ini. Namun mau diapakan lagi, wong tuwek sudah pikun, mau dijelaskan beribu kali pun tetap saja tidak paham.

"Kita mengalami satu zaman antara omongan dan kenyataan jaraknya makin jauh. Kita sedang hidup di mana ada penipuan, pengalihan fokus dan pembodohan yang melakukan kadang-kadang dari yang tinggi."

Pernyataan Amien yang ini justru kebalikan dari kenyataan pemerintah saat ini. Memang Jokowi belum menyempurnakan semua janjinya. Tetapi bukan berarti sebagai bentuk penipuan, pengalihan fokus dan pembodohan. Bukti pemerintahan Jokowi membangun infrastruktur untuk mendukung perekonomian Indonesia, menyamakan harga BBM di seluruh Indonesia, membagikan sertifikat, membagi-bagikan KIP & KIS, dan lain sebagainya, adalah bukti nyata yang tak terbantahkan oleh siapa pun.

Tetapi kita semua tahu mengapa Amien seperti ini. Dia adalah salah satu manusia Indonesia yang lama hidup di tengah Orde Baru yang penuh dengan penipuan, pengalihan fokus dan pembodohan oleh pemerintah. Sangat mungkin, mulai bangkitnya orde baru di bawah naungan partai yang dibangun keturunan Soeharto membuat Amien semakin kalap atau pada saat yang sama sedang mengharapkan kebangkitan itu.

Berulang kali dengan pernyataan nyinyir dan bohongnya semakin membuktikan bahwa Amien Rais sesungguhnya memang berniat buruk terhadap negeri ini. Orang tua yang sudah bau tanah ini sungguh seperti Sengkuni dalam dunia pewayangan.

Nah, sekarang menjadi semakin jelas bagi kita siapa yang tukang ngibul alias si pengibul. Sungguh tidak pantas dan bahkan sangat keliru menyebut Amien Rais sebagai bapak reformasi, lebih tepat kalau disebut sebagai 'Sang Pengibul'.  Merdeka!!!

Salam kritis penuh cinta.

***

Solo, Rabu, 21 Maret 2018

Suko Waspodo

http://sukowaspodo.blogspot.com/  

https://tulisansuko.wordpress.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun