Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

amrih mulya dalem gusti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bahagia Itu Pilihan

25 Desember 2017   14:29 Diperbarui: 12 Juli 2018   20:12 4818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita semua tahu bahwa pada umumnya tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan. Namun sering kita memahaminya secara tidak tepat dan terus kita jalani, bahkan mungkin seumur hidup kita. Mengalami kebahagiaan dengan terus memburu kenikmatan adalah yang paling banyak dijalani. Selain itu ada juga yang merasa bahagia dengan terus menerus mengembangkan bakatnya. Kemudian banyak juga yang kita lakukan dengan berbuat banyak hal yang bermanfaat sebanyak mungkin untuk orang lain dan kemudian kita merasa bahagia.  Lalu bagaimanakah sebenarnya kebahagiaan itu?

Kenikmatan

Di era modern ini hampir semua orang ingin mencapai kebahagiaan dengan mengejar kenikmatan sebanyak mungkin, menghindari hal-hal yang tidak nikmat. Benarkah bahwa kebahagiaan melulu terpenuhi apabila kita terus memburu kenikmatan? Senyatanya sikap hidup seperti ini tidak sepenuhnya benar. Memang pada umumnya kita ingin mengalami kenikmatan, tetapi faktanya bahwa ternyata bukan melulu kenikmatan yang membahagiakan.

Kita sering memperhatikan dan bahkan mungkin mengalami sendiri bahwa ternyata banyak hal yang secara lahiriah tampak dan terasa tidak nikmat tapi membahagiakan. Banyak orang yang terus bekerja keras sampai usia tua, padahal bukan untuk mencari nafkah. Begitu sering kita lihat dan alami pendakian gunung yang sulit dan berbahaya dilakukan.  Berpuasa dan berpantang di hari-hari atau bulan tertentu kita lakukan. Sebagian contoh ini adalah perilaku dan sikap hidup yang tidak nikmat tapi banyak dari kita yang melakukannya. Sementara banyak contoh juga dimana kita mengalami kenikmatan dan bergelimang harta tetapi tidak bahagia. Misalnya, hidup dengan kekayaan hasil korupsi, bisnis tidak jujur, hidup berkecukupan tetapi keluarga pecah dan masih banyak contoh lain lagi.

Sesungguhnya manusia memang terdiri dari dua sisi, lahiriah dan batiniah atau rohaniah.  Kebahagiaan adalah sisi batiniah manusia, sedangkan kenikmatan dan ketidaknikmatan adalah sisi lahiriah. Oleh sebab itu sungguh tidak tepat kalau kita berpendapat serta menentukan sikap bahwa kebahagiaan hanya bisa tercapai kalau mengalami kenikmatan sebanyak mungkin.

Pengembangan Diri

Kebahagiaan bukan melulu pada kenikmatan saja. Kita menyadari bahwa manusia tidak akan bahagia apabila ia hanya pasif saja menikmati segalanya, melainkan kalau ia aktif.  Oleh sebab itu tidak sedikit pula dari kita yang mengejar kebahagiaan dengan secara aktif merealisasikan bakat-bakat serta potensi yang ada.

Sikap hidup ini mengandaikan bahwa kebahagiaan ialah kalau kita mengembangkan diri sedemikian rupa hingga bakat yang kita punyai menjadi kenyataan. Kebahagiaan tercapai dalam mempergunakan atau mengaktifkan bakat-bakat dan kemampuan-kemampuan kita. Itulah sebabnya seseorang yang mau menjadi pemahat akan jauh lebih bahagia dengan patung sederhana hasil buatannya sendiri daripada apabila orang tuanya membelikannya patung bagus hasil pahatan seniman ternama.

Sikap hidup ini tidak sepenuhnya tepat.  Terus menerus mengutamakan pengembangan bakat akan berakibat pada sikap egois, tidak peduli dengan pendapat orang lain, yang penting talentanya bertumbuh. Manusia justru tidak akan berkembang apabila pengembangan diri dijadikan obsesinya. Orang yang selalu mencari dirinya sendiri tidak akan menemukan diri, sedangkan orang yang melupakan diri demi suatu tugas, demi orang lain, demi cita-citanya dialah yang akan menemukan diri.

Bermanfaat untuk Orang Lain

Sikap hidup untuk mencapai bahagia berikutnya yang juga sangat umum kita jalani adalah menghasilkan manfaat untuk orang lain. Sikap ini memang lebih lepas dari kepentingan diri, artinya berorientasi keluar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun