Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

amrih mulya dalem gusti

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Penulis Tidak Butuh Jumlah Pembaca, Benarkah?

19 Juli 2015   20:34 Diperbarui: 19 Juli 2015   20:40 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa teman penulis mengatakan dan bahkan menuliskannya di artikel mereka bahwa menulis ya menulis saja tak peduli dibaca atau tidak alias tidak mempersoalkan jumlah pembaca. Bagi saya pernyataan mereka ini aneh. Kalau menulis tidak untuk banyak dibaca orang lain lalu untuk apa? Kalau sekedar ingin menulis untuk kepuasan diri sendiri lalu untuk apa ditampilkan di media? Untuk apa harus ada penerbit? Untuk apa harus ada media massa cetak maupun elektronik untuk menampung suatu tulisan? Untuk apa harus ada blog atau website sarana memposting tulisan semacam Kompasiana? Kalau mereka tidak butuh pembaca mengapa mereka tidak menulis saja di buku harian dan dibaca sendiri?

Membaca pendapat dan artikel tentang penting tidaknya jumlah pembaca membuat saya merenung. Salahkah kalau selama ini saya menulis dengan tujuan agar apa yang saya pikirkan diketahui dan bahkan kalau mungkin mempengaruhi orang lain? Salahkah kalau saya bermimpi suatu saat tulisan saya laku di mainstream media semacam Kompas dan dibaca lebih banyak pembaca surat kabar cetak?

Menurut saya semua orang yang menuliskan sesuatu di media apa pun yang bisa dilihat dan dibaca orang pasti tujuannya agar dibaca banyak orang. Setiap orang yang mengungkapkan sesuatu berupa tulisan, sekecil apa pun; di media sosial, misalnya, pasti punya tujuan agar dibaca oleh sebanyak mungkin siapa pun yang bisa mengaksesnya. Relief dalam bentuk tulisan atau gambar di dinding candi serta naskah kuno yang disampaikan dengan media daun lontar juga bertujuan untuk mempublikasikan suatu pemikiran atau pengetahuan pada jamannya. Bahkan tulisan sederhana dan terkesan mengotori dalam bentuk graffiti di tembok-tembok kota pun pasti juga bertujuan agar diperhatikan dan dibaca oleh siapa pun.

Pengalaman saya sendiri, saya sangat senang apabila tulisan saya sesederhana apa pun, dibaca oleh banyak orang. Bahkan kebiasaan saya setiap kali mem-posting tulisan baru di Kompasiana atau di blog pribadi saya, setelah itu pasti saya share di akun Facebook saya, di semua grup Facebook dimana saya bergabung, di Twitter, Google+, dan Linked in. Semua itu saya lakukan tentu saja agar tulisan saya dibaca oleh siapa pun sebanyak mungkin.

Jadi sungguh mengada-ada kalau ada pernyataan bahwa menulis tidak butuh jumlah pembaca. Sejatinya media penulisan memang adalah sarana agar apa yang kita gagas atau pikirkan dan kemudian kita ungkapkan dalam tulisan, apa pun bentuknya, adalah agar bisa dibaca oleh banyak orang . Lebih bermakna lagi tulisan tersebut apabila mampu mempengaruhi atau bermanfaat bagi siapa pun.

Inilah sekedar tulisan kecil hasil refleksi diri tentang betapa pentingnya publikasi suatu karya penulisan. Semoga bisa memperkaya wawasan kita. Keep writing, brotha … !!!

Salam damai penuh cinta.

***
Solo, Minggu, 19 Juli 2015
Suko Waspodo
www.sukowaspodo.blogspot.com
Ilustrasi: annida

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun