Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

amrih mulya dalem gusti

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Partai Politik Harus Kembali ke ‘Khitah’-nya

25 September 2014   19:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:32 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu banyaknya para petinggi dan kader partai politik negeri ini yang terlibat kasus korupsi dan dipenjara, semakin membuktikankan kegagalan partai politik (parpol) dalam membina kader dan melahirkan politisi yang bersih. Selama kurun waktu lebih dari 15 tahun orde reformasi, parpol justru menjadi tempat persemaian bibit-bibit korupsi. Sebab cukup banyak kader parpol, baik yang duduk di lembaga legislatif maupun menjadi pejabat publik di pusat dan daerah, yang terjerumus pada tindakan koruptif.

Reformasi di bidang politik dan demokrasi, sampai saat ini belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Bahkan sekarang semakin marak terjadi politik transaksional. Kepercayaan yang diberikan rakyat, oleh parpol tidak digunakan untuk memperjuangkan substansi dari demokrasi, tetapi dimanipulasi untuk tujuan pragmatisnya, dengan imbalan uang dan jabatan. Tentu saja hal itu hanya dinikmati segelintir elit parpol.

Berhadapan dengan kenyataan tersebut, tidak ada pilihan lain, parpol harus kembali ke khitah-nya, kembali ke landasan perjuangan parpol dan harus ada pembenahan parpol secara revolutif. Sebab, kehadiran parpol adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan politik dan demokrasi.

Kita semua menyadari, berlangsungnya suatu negara tidak bisa lepas dari sebuah sistem politik dan demokrasi, yang di dalamnya melibatkan parpol sebagai pelaku utama. Dalam hal ini, parpol memainkan berbagai fungsi, seperti komunikasi politik, perekrutan politik, serta mengartikulasikan mandat atau kepentingan rakyat. Kecuali itu, parpol juga memegang peran penting dalam proses pembuatan kebijakan dan aturan perundangan. Semua fungsi tersebut membentuk mata rantai yang saling berhubungan.

Semua politisi yang direkrut parpol dan duduk di parlemen serta jabatan publik, mengemban mandat untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat dalam proses pembuatan kebijakan dan aturan perundangan. Bersamaan dengan itu, parpol juga mengawasi jalannya pemerintahan serta pelaksanaan dari setiap kebijakan dan aturan perundangan, apakah mengarah pada upaya-upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat atau tidak.

Bersamaan dengan itu, parpol juga diberi mandat konstitusional untuk merekrut calon presiden dan calon wakil presiden. Melalui wakil-wakilnya di parlemen, parpol juga turut menyeleksi calon pejabat publik sebagai pimpinan lembaga-lembaga negara. Hal ini mencerminkan pentingnya parpol dalam demokrasi di Indonesia.

Sayangnya, melalui kasus sejumlah politisi yang kini mendekam di penjara maupun yang baru berstatus tersangka dan terdakwa, masyarakat dapat melihat dengan kasat mata, bahwa parpol menampakkan tanda-tanda pergeseran fungsinya. Awal dari persoalan tersebut adalah kegagalan parpol dalam merekrut dan membina kader.

Parpol seharusnya menjadi kawah candradimuka yang mengasah kemampuan para kader menjadi politisi yang jujur, berintegritas, dan mengabdi pada kepentingan rakyat. Parpol seharusnya menjadi penghasil negarawan-negarawan yang kelak menduduki jabatan-jabatan publik dan calon pemimpin nasional. Tetapi, justru sebaliknya, parpol dijadikan kendaraan politik bagi mereka yang mengejar kekuasaan dan ingin memperkaya diri.

Hal itu tak lepas dari pola perekrutan kader yang diterapkan parpol selama ini, yang ternyata masih memberi bobot besar pada popularitas, elektabilitas, dan akseptabilitas. Ketiga variabel tersebut, terbukti berpotensi menyesatkan, dan diyakini tidak akan mampu melahirkan sosok negarawan, karena dengan mudah dibeli dengan kekuatan finansial.

Popularitas, elektabilitas, dan akseptabilitas seorang negarawan harus dibangun melalui proses panjang yang penuh dengan karya dan dedikasi nyata bagi rakyat banyak. Dalam perjalanannya, dia harus berani mempertaruhkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, demi memperjuangkan visi besarnya untuk membenahi bangsa ini.

Sosok negarawan juga tidak harus sibuk mengurus citra positif di mata publik. Tatkala seorang pemimpin berhitung dengan citra, saat itulah dia mengingkari keyakinannya, dan menjadi tidak percaya diri terhadap gagasan besarnya. Itulah gambaran nyata dari kondisi parpol di negeri ini.

Beranjak dari kenyataan tersebut, sudah saatnya parpol dibenahi dan dikembalikan ke khitah-nya. Sebagai pilar demokrasi, eksistensi parpol tidak bisa diabaikan, justru harus diperkuat. Buruknya kinerja parpol, tidak boleh disikapi dengan sikap skeptis yang berlebihan. Semakin banyaknya politisi yang tersangkut kasus korupsi, jangan sampai melahirkan pesimisme yang mengarah pada keputusasaan.

Kunci dari pembenahan parpol adalah kembali ke basis ideologi sebagai alat perjuangan rakyat. Hal itu harus ditopang dengan memperbaiki sistem perekrutan dan kaderisasi. Sebab, wajah parpol sangat ditentukan oleh sumber daya manusianya.

Kita meminta nurani para pengelola parpol untuk secara serius dan sistematis, mengupayakan pembenahan parpol. Parpol harus menciptakan kompetisi yang sehat dan konstruktif di internal, sehingga mampu merekrut dan menyeleksi calon pemimpin nasional yang berkualitas, berkapasitas, dan berintegritas.

Masyarakat masih percaya, dari sekian banyak politisi busuk di negeri ini, masih lebih banyak politisi yang memiliki idealisme tinggi, memiliki nalar yang lurus, dan memiliki mental kuat untuk mengabdikan diri demi terwujudnya politik dan demokrasi yang sehat dan bermartabat, sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Semoga.

Salam demokrasi penuh cinta.

***

Solo, Kamis, 25 September 2014

Suko Waspodo

www.sukowaspodo.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun