Beberapa saat kemudian, dari arah perkampungan itu muncul seorang Bapak tua yang terlihat masih gagah serta cukup berwibawa walaupun sudah berkaca-mata. Ia mengaku sebagai ketua RW di wilayah ini. Dari penuturan beliau, aku akhirnya tahu bahwa nama daerah ini adalah Rawa Buaya. “Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, saya adalah ketua RW di wilayah Rawa Buaya sini. Silahkan Bapak dan Ibu jika mau pulang, masuk saja ke perkampungan sini. Nanti biar warga saya yang akan menunjukkan arah jalannya.”
Sebagian dari kami yang terjebak kerusuhan di hari itu, satu-persatu kemudian pergi mengendarai sepeda motornya dengan mengikuti saran dari Bapak ketua RW tersebut. Malam semakin gelap dan kobaran api di jalan raya sekitar Rawa Buaya sedikit demi sedikit sudah mulai padam. Aroma besi dan aspal yang gosong ternyata sudah tak sanggup menyumbat rasa lapar dan dahagaku saat itu. Dan akhirnya, aku kemudian pergi melanjutkan perjalanan pulang dengan mengikuti petunjuk jalan dadakan dari warga Rawa Buaya juga.
Akhir kata, jika ingin mengetahui aktor intelektualnya, sutradaranya serta penulis skenarionya dalam tragedi mei 1998, maka harus mengetahui dulu siapa yang menjadi pemeran figuran-nya. Figuran dalam hal ini adalah para hooliganis yang rasis tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H