Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - Pensiunan

Aku hanya debu di alas kaki-Nya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengubah Empati Menjadi Kasih Sayang: Tantangan Membantu Orang yang Kita Cintai

4 Juni 2024   19:07 Diperbarui: 4 Juni 2024   19:10 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wawasan Utama

  • Keadaan fisiologis kita memengaruhi cara orang lain memandang dan merasakan kita.
  • Untuk mengoptimalkan kapasitas belas kasih kita, kita harus pulih dari gangguan fisiologis.
  • Wajah, suara, dan bahasa tubuh kita menyampaikan rasa aman, tidak nyaman, atau kewalahan.
  • Memenuhi tubuh kita di tempatnya memungkinkan kita bernavigasi antara kondisi empati dan kasih sayang.

Paradoks Empati dalam Membantu Orang yang Kita Cintai

Paradoks empati terletak pada kenyataan bahwa semakin kita peduli pada seseorang, semakin sulit bagi kita untuk membantu mereka. Meskipun niat kita adalah untuk meringankan penderitaan mereka, seringkali penderitaan yang kita alami sendiri justru menghalangi kemampuan kita untuk memberikan dukungan yang efektif.

Saat kita melihat seseorang yang kita cintai dalam kesusahan, respons fisiologis otomatis dalam diri kita---seperti perubahan detak jantung, pernapasan, ketegangan otot, dan suhu tubuh---terpicu oleh sistem saraf otonom kita. Respons ini mengalihkan sumber daya dari mempertahankan homeostasis menuju tindakan protektif seperti menyerang atau bertahan. Gangguan internal ini membentuk dasar saraf untuk empati, sebuah komponen penting dari pengalaman kemanusiaan kita bersama.

Semakin dalam hubungan kita dengan seseorang, semakin kita peka terhadap penderitaannya. Sensitivitas ini menyebabkan gangguan fisiologis yang lebih intens dan empati yang lebih besar, membantu kita memahami dan menghargai pengalaman mereka. Secara bersamaan, isyarat nonverbal kita---ekspresi wajah, nada suara, dan bahasa tubuh---mengkomunikasikan pemahaman kita, menumbuhkan kepercayaan dan koneksi.

Namun, semakin dekat kita dengan seseorang, semakin terkait perasaan tubuh kita dengan perasaan mereka, sehingga semakin sulit untuk mendapatkan kembali rasa aman. Terlepas dari niat terbaik kita, kita mungkin secara tidak sengaja menandakan kesusahan kita sendiri, yang dapat memperburuk penderitaan mereka.

Pulih dari Empati untuk Memberikan Dukungan Penuh Kasih

Sebagai pelatih, pemimpin, teman, orang tua, dan mitra, sangatlah penting untuk pulih dari kondisi empati untuk memberikan dukungan penuh kasih. Mengamati ketidaknyamanan orang yang kita kasihi, seperti anak yang membeku di atas panggung atau rekan kerja yang kesulitan dalam rapat, mengharuskan kita mengelola respons fisiologis kita sendiri untuk mengurangi penderitaan mereka.

Menurut Stephen W. Porges, Ph.D., pendiri teori polivagal, keadaan fisiologis kita disiarkan melalui suara kita. Ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan karakteristik vokal kita lebih berpengaruh dibandingkan kata-kata kita. Sekalipun kita menyatakan dukungan secara verbal, isyarat nonverbal kita mungkin menunjukkan kecemasan dan keraguan.

Respons empatik awal kita tidak selalu mencerminkan niat atau nilai-nilai kita, melainkan ketahanan otonom kita. Kita mungkin bermaksud untuk berbelas kasih, namun penderitaan seseorang yang kita sayangi dapat mengganggu fisiologi kita, sehingga menyebabkan reaksi yang tidak terkendali. Solusinya bukanlah dengan menekan respons empati kita, namun dengan mengakui dan mengelolanya.

Menyadari dan Mengelola Perubahan Fisiologis Kita

Langkah pertama dalam membangun kepercayaan adalah merasakan penderitaan orang lain dan mengomunikasikannya melalui isyarat nonverbal. Dengan menyadari perubahan fisiologis kita, kita dapat menyelaraskan diri dengan tubuh kita untuk memberi sinyal dukungan, bukan penderitaan bersama. Hal ini memungkinkan kita memberikan dukungan yang diperlukan tanpa menambah penderitaan mereka.

Contoh dinamika tersebut terlihat pada Final Ladies Wimbledon 2023, di mana Ons Jabeur berjuang di bawah tekanan yang sangat besar. Kesusahan yang dirasakan suaminya menambah penderitaannya, menyoroti bagaimana respons fisiologis yang saling terkait dapat memengaruhi dukungan.

Menyadari bagaimana reaksi tubuh kita berdampak pada kemampuan kita untuk membantu memungkinkan kita untuk "menyadari tubuh kita di tempatnya". Melalui kesadaran dan perawatan diri, kita dapat melunakkan reaksi fisiologis kita dan menyelaraskan niat kita untuk mendukung orang yang kita sayangi.

Kisah Inspiratif dalam Mengubah Empati Menjadi Kasih Sayang

Kisah Simone Biles menggambarkan bagaimana mengubah empati menjadi kasih sayang. Tindakan sederhana ibunya yang mengepang rambut sebelum kompetisi memberikan sentuhan dan ikatan yang diperlukan, menunjukkan bagaimana memahami dan memenuhi kebutuhan fisiologis kita dapat meningkatkan dukungan kita terhadap orang yang kita cintai.

Penutup

Dengan mengubah empati menjadi kasih sayang, kita dapat membantu orang-orang yang kita sayangi dengan lebih efektif. Melalui pengelolaan diri dan kesadaran fisiologis, kita dapat memberikan dukungan yang mereka perlukan sambil menjaga kesejahteraan kita sendiri. Dalam proses ini, kita tidak hanya meringankan penderitaan mereka, tetapi juga memperkuat hubungan dan koneksi yang lebih dalam dan penuh kasih.

***

Solo, Selasa, 4 Juni 2024. 6:49 pm

Suko Waspodo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun