Quick Count merupakan metode cepat untuk menghitung hasil pemilihan umum (pemilu) dengan menggunakan sampel dari sebagian data suara yang telah terkumpul. Meskipun secara umum dianggap sebagai alat untuk memantau jalannya pemilu dengan cepat dan transparan, namun, ada kemungkinan penggunaan quick count sebagai sarana kecurangan dalam pemilu. Beberapa kemungkinan penggunaannya sebagai sarana kecurangan antara lain:
1. Salah Melaporkan atau Memanipulasi Data:Â Pihak yang melakukan penghitungan cepat mungkin dengan sengaja salah melaporkan atau memanipulasi data untuk menguntungkan kandidat atau partai tertentu. Hal ini dapat mencakup penggelembungan jumlah suara untuk kandidat pilihan atau tidak melaporkan jumlah suara kandidat lain.
2. Bias Pengambilan Sampel:Â Penghitungan cepat mengandalkan teknik pengambilan sampel untuk memperkirakan hasil. Jika sampel yang diambil tidak mewakili seluruh pemilih, hal ini dapat menyebabkan hasil pemilu tidak memihak salah satu kandidat atau partai. Bias ini mungkin disengaja, karena lembaga survei memilih TPS yang diketahui menguntungkan kandidat tertentu.
3. Manipulasi Data:Â Pihak yang tidak bertanggung jawab dapat mencoba memanipulasi data quick count dengan cara menyisipkan atau menghapus suara dari sampel yang digunakan untuk perhitungan. Dengan melakukan manipulasi ini, hasil quick count dapat dimanipulasi untuk menciptakan kesan bahwa kandidat atau partai tertentu unggul atau kalah dalam pemilihan.
4. Peretasan atau Manipulasi Teknologi:Â Penghitungan cepat sering kali mengandalkan teknologi untuk pengumpulan dan analisis data. Pelaku kejahatan dapat meretas sistem ini untuk memanipulasi hasil atau mengganggu seluruh proses penghitungan cepat.
5. Penyebaran Informasi Palsu:Â Pihak yang memiliki kepentingan tertentu dapat menyebarkan informasi palsu tentang hasil quick count untuk mempengaruhi opini publik dan memanipulasi arah dukungan pemilih.
6. Intimidasi Terhadap Pihak yang Melakukan Quick Count: Pihak yang ingin memanipulasi hasil pemilu dapat melakukan intimidasi terhadap lembaga atau individu yang melakukan quick count untuk menghentikan atau mempengaruhi proses perhitungan suara.
7. Penekanan Terhadap Kebebasan Berpendapat:Â Pihak yang berkepentingan untuk memenangkan pemilu dapat mencoba menekan atau menghambat lembaga atau individu yang melakukan quick count dengan cara hukum atau non-hukum untuk membatasi kebebasan berpendapat dan mencegah informasi yang tidak menguntungkan tersebar.
8. Pemanfaatan Teknologi: Dalam era digital, quick count yang dilakukan secara elektronik atau daring juga rentan terhadap serangan siber dan manipulasi teknologi yang dapat digunakan untuk memanipulasi hasil quick count.
9. Memalsukan Data TPS:Â Pelaku penipuan dapat memalsukan data TPS untuk mempengaruhi hasil penghitungan cepat. Hal ini bisa berupa pembuatan TPS palsu atau penyampaian laporan palsu dari TPS yang sudah ada.
10. Mendiskreditkan Hasil yang Sah: Sekalipun penghitungan cepat mencerminkan hasil pemilu secara akurat, partai atau individu yang tidak puas dengan hasil pemilu mungkin berusaha mendiskreditkan mereka dengan menyebarkan informasi yang salah atau meragukan integritas proses penghitungan cepat.