Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - Pensiunan dan Pekerja Teks Komersial

Aku hanya debu di alas kaki-Nya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana (dan Mengapa) Kekuasaan Merusak Masyarakat

12 Februari 2024   09:23 Diperbarui: 12 Februari 2024   09:34 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Hidayatullah.com

Inilah alasan orang-orang berkuasa berpikir bahwa mereka kebal hukum.

Kekuasaan memang dapat merusak individu, dan ada beberapa mekanisme psikologis yang berkontribusi terhadap fenomena ini:

1. Teori Identitas Sosial: Ketika individu memperoleh kekuasaan, mereka sering kali mengasosiasikan dirinya lebih kuat dengan kelompok sosial atau posisi kekuasaannya. Hal ini dapat menimbulkan mentalitas "kita versus mereka", di mana pihak yang berkuasa merasa berhak mendapatkan perlakuan khusus atau pengecualian dari aturan yang berlaku bagi orang lain.

2. Bias Peningkatan Diri: Kekuasaan cenderung meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri individu, membuat mereka menganggap diri mereka lebih kompeten dan pantas dibandingkan orang lain. Hal ini dapat menimbulkan rasa berhak, dimana individu yang berkuasa percaya bahwa mereka berada di atas aturan karena mereka melihat diri mereka sendiri lebih unggul.

3. Deindividuasi: Ketika seseorang semakin berkuasa, mereka mungkin menjadi kurang peduli dengan akuntabilitas individu dan lebih fokus pada peran atau posisi mereka. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab pribadi dan meningkatnya kesediaan untuk terlibat dalam perilaku tidak etis, karena individu merasa terlindungi oleh posisi kekuasaannya.

4. Kurangnya Kendala: Individu yang berkuasa seringkali menghadapi lebih sedikit kendala dan konsekuensi eksternal atas tindakan mereka, sehingga memungkinkan mereka untuk bertindak tanpa mendapat hukuman. Hal ini dapat menciptakan perasaan tidak terkalahkan, dimana individu yang berkuasa percaya bahwa mereka dapat bertindak tanpa rasa takut akan dampaknya, termasuk konsekuensi hukum.

5. Disonansi Kognitif: Ketika individu yang berkuasa terlibat dalam perilaku tidak etis, mereka mungkin mengalami disonansi kognitif -- ketidaknyamanan psikologis yang timbul karena memegang keyakinan atau nilai yang bertentangan. Untuk mengurangi ketidaknyamanan ini, mereka mungkin merasionalkan tindakan mereka sebagai tindakan yang dibenarkan atau perlu, sehingga semakin memperkuat rasa berhak dan superioritas mereka.

Secara keseluruhan, kekuasaan dapat merusak individu dengan mengubah persepsi, motivasi, dan perilaku mereka, sehingga membuat mereka percaya bahwa mereka dikecualikan dari aturan yang berlaku bagi orang lain. Hal ini dapat menimbulkan konsekuensi yang serius baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan, karena hal ini merusak kepercayaan, keadilan, dan supremasi hukum.

***
Solo, Senin, !2 Februari 2024. 9:14 am
Suko Waspodo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun