Bisakah kita memilih pengalaman yang membentuk kita, atau apakah pilihan itu sudah ditentukan?
Perdebatan seputar keinginan bebas versus determinisme berakar kuat pada filsafat, psikologi, dan ilmu saraf. Meskipun tidak ada jawaban pasti, beberapa argumen dari ilmu saraf berkontribusi pada wacana ini:
1. Neuroplastisitas: Kemampuan otak untuk mengatur ulang dirinya sendiri dan membentuk koneksi saraf baru sepanjang hidup menunjukkan bahwa pengalaman kita dapat membentuk struktur dan fungsi otak. Ini menyiratkan tingkat keagenan dalam memilih pengalaman yang memengaruhi perkembangan kita.
2. Eksperimen Libet: Eksperimen Benjamin Libet pada tahun 1980-an menunjukkan bahwa aktivitas otak mendahului kesadaran akan keputusan untuk bertindak. Temuan ini telah ditafsirkan sebagai bukti yang menentang kehendak bebas, yang menunjukkan bahwa keputusan kita mungkin telah ditentukan sebelumnya oleh proses saraf sebelum kita secara sadar menyadarinya.
3. Teori Proses Ganda:Â Teori ini menyatakan bahwa pengambilan keputusan melibatkan proses otomatis dan tidak disadari serta proses yang disengaja dan disadari. Meskipun proses otomatis mungkin dipengaruhi oleh faktor eksternal dan pengalaman masa lalu, proses sadar dapat memberikan kendali kehendak atas tindakan kita.
4. Gangguan Neurologis:Â Kondisi seperti kecanduan, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan gangguan kontrol impuls memberikan wawasan tentang interaksi antara faktor neurologis dan pengambilan keputusan. Meskipun kondisi ini dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol atas tindakannya, intervensi seperti terapi dan pengobatan terkadang dapat memulihkan tingkat keagenan.
5. Studi Stimulasi Otak: Studi yang melibatkan teknik stimulasi otak seperti stimulasi magnetik transkranial (TMS) telah menunjukkan kemampuan untuk memodulasi proses pengambilan keputusan dan mengubah perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas saraf dapat dimanipulasi secara eksternal, sehingga memengaruhi pilihan yang diambil individu.
6. Korelasi Neural Kesadaran: Kemajuan dalam teknologi neuroimaging telah mengidentifikasi korelasi saraf kesadaran yang terkait dengan proses pengambilan keputusan. Meskipun korelasi ini mungkin tidak secara langsung membuktikan atau menyangkal kehendak bebas, korelasi ini memberikan wawasan berharga tentang mekanisme saraf yang mendasari rasa keagenan kita.
Pada akhirnya, perdebatan mengenai kehendak bebas versus determinisme masih belum terselesaikan, dengan argumen yang kuat dari kedua belah pihak. Meskipun ilmu saraf menyoroti mekanisme saraf yang mendasari pengambilan keputusan, pertanyaan mengenai sifat kesadaran dan hubungan antara aktivitas otak dan pengalaman subjektif terus memicu penyelidikan filosofis dan ilmiah.
***
Solo, Kamis, 8 Februari 2024. 3:30 pm
Suko Waspodo