Semboyan tut wuri handayani merupakan semboyan bapak Pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara. Semboyan ini dikenal dengan Pratap Triloka yang memiliki makna yang sangat dalam. Semboyan ini terdiri dari 3 kalimat yaitu Ing Ngarso sung tulodo yang bermakna sebagai seorang guru di depan kita berperan sebagai teladan.Â
Seorang pemimpin pembelajaran kita harus memberikan panutan dan teladan yang baik bagi murid. Ing madya mangun karsa yang bermakna, sebagai seorang guru ditengah kita harus memberikan dorongan pada murid sehingga mereka terus bersemangat dalam mengasah intelektual hingga dapat mencipta suatu karya.Â
Tut wuri Handayani bermakna sebagai seorang guru di belakang kita harus memberikan dukungan dan bimbingan agar murid  selalu bersemangat dalam belajar walaupun terkadang mengalami kesulitan. Semboyan ini merupakan dasar dalam pengambilan keputusan.Â
Seorang guru yang berperan sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya berhamba pada murid. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada murid, baik kodrat alam maupun kodrat zaman hingga mencapai kebahagiaan dan keselamatan.Â
Oleh sebab itu, sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya mendahulukan kepentingan murid, dengan memperhatikan paradigma dan prinsip pengambilan keputusan sesuai dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
Sekolah merupakan institusi moral yang tak lepas dari permasalahan baik yang berhubungan dengan dilema etika maupun bujukan moral. Seorang pemimpin pembelajaran tentunya harus memiliki nilai-nilai kebajikan yang mengakar dan menjadi prinsip dalam diri sehingga dapat berpikir dengan jernih, memilah dan memilih, serta menimbang hingga memutuskan sebuah keputusan. Nilai-nilai kebajikan universal yang diyakini diantaranya adalah nilai kejujuran, tanggung jawab, kebenaran, keadilan, kasih sayang, toleransi dan penghargaan akan hidup.Â
Identifikasi terhadap akar masalah sangatlah diperlukan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Upaya identifikasi akar masalah dapat kita lakukan melalui metode coaching. Coaching merupakan upaya memberdayakan diri, mengubah sebuah masalah menjadi peluang dan melejitkan potensi diri. Pendekatan coaching dengan prinsip kemitraan akan memberikan kenyamanan sehingga upaya penyelesaian masalah dan keputusan bisa berasal dari diri coachee. Seorang coach menuntun coachee menggali lebih dalam potensi dirinya sehingga ia dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri sekaligus mengembangkan potensi diri serta mengefektifkan keputusan karena berasal dari dalam diri coachee.
Kala menemui sebuah kasus dilema etika, seorang guru hendaknya memiliki  mindfulness atau kesadaran penuh. Kemampuan guru dalam mengelola kompetensi sosial emosional sangatlah penting. Guru yang memiliki kompetensi sosial emosional yang baik cenderung lebih efektif dan tangguh dalam menghadapi permasalahan.Â
Kompetensi sosial emosional diantaranya adalah kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan membuat keputusan yang bertanggung jawab. Kompetensi sosial dan emosional membuat keputusan yang bertanggung jawab menunjukkan bahwa guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik, akan mampu membuat sebuah keputusan yang bertanggung jawab.
Studi kasus masalah moral atau etika dapat diidentifikasi dengan mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan. Langkah selanjutnya adalah pengujian benar-salah. Adapun pengujiannya adalah uji hukum, uji regulasi, uji intuisi, uji publikasi dan uji panutan. Apabila keputusan yang akan diambil gagal pada salah satu uji tersebut maka jangan diteruskan karena hal tersebut menunjukkan bahwa kasus yang dihadapi termasuk kategori bujukan moral.Â
Namun, apabila lolos maka dilanjutkan dengan paradigma benar lawan benar. Â Ada 4 paradigma yaitu individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan rasa kasihan, kebenaran lawan kesetiaan dan jangka panjang lawan jangka pendek. Keempat paradigma ini menajamkan nilai-nilai kebajikan yang dipertentangkan, hal ini akan membawa kita pada 3 prinsip penyelesaian dilema yaitu berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan dan berpikir berbasis rasa peduli. Keempat paradigma dan ketiga prinsip penyelesaian masalah memerlukan kepekaan terhadap nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin.
Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pemimpin pembelajaran tentunya berdampak bagi murid. Oleh sebab itu, dalam mengambil sebuah keputusan, hendaknya mengutamakan kepentingan murid. Keputusan yang tepat akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Hal ini sangatlah diperlukan oleh murid dalam upaya menuntun mereka hingga mencapai kebahagiaannya.
Dalam mengambil sebuah keputusan dilema etika banyak sekali tantangan yang dihadapi. Tantangan terbesar berasal dari diri sendiri. Kemampuan diri dalam mengelola sosial emosional sangatlah penting dalam mengambil sebuah keputusan. Seorang pemimpin hendaknya berpikir jernih, mengumpulkan data atau informasi dan meminta rekan-rekan sejawat untuk memberi pandangan terhadap sebuah permasalahan.Â
Akan lebih baik lagi jika permasalahan tersebut dimusyawarahkan sehingga keputusan yang dihasilkan merupakan keputusan bersama. Hal ini tentunya akan mengurangi pro kontra dari sebuah keputusan. Kondisi lingkungan secara geografis yang merupakan daerah perkotaan yang padat penduduk merupakan tantangan tersendiri.Â
Banyaknya penduduk urban yang berasal dari berbagai daerah memiliki karakteristik dan budaya yang unik. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam pengambilan keputusan. Pemimpin yang baik harus dapat menyelami dan mengapresiasi semua perbedaan. Hal ini tentunya memperkaya khasanah sehingga mampu menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh berbagai kalangan.
Murid memiliki kodrat alam dan keunikannya masing-masing. Oleh sebab itu, dalam upaya melayani dan memenuhi kebutuhan murid, guru hendaknya memfasilitasi keunikan mereka dalam belajar. Langkah yang dapat ditempuh dalam upaya melayani kebutuhan murid adalah dengan mengidentifikasi kebutuhan, minat dan bakat mereka.Â
Selanjutnya adalah menyusun rencana pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh sebab itu, guru perlu memutuskan pembelajaran berdiferensiasi yang dapat mengakomodir kebutuhan murid dalam belajar. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan bentuk pengajaran yang memerdekakan murid. Murid tak lagi disamaratakan namun dihargai keunikannya sebagai individu.
Guru bukanlah koki yang membuat kue hari ini dan langsung dapat dinikmati. Guru merupakan penuntun segala kodrat yang ada pada murid hingga ia dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaannya. Apa yang dilakukan guru hari ini, baru akan terlihat hasilnya bertahun-tahun kemudian. Oleh sebab itu, dalam mengambil keputusan hendaknya guru mengutamakan kepentingan murid karena apa yang diputuskan saat ini akan mempengaruhi kehidupan murid di masa depan.
Berdasarkan pemaparan materi ini dan modul sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan hendaknya didasari oleh nilai-nilai kebajikan universal dan mengutamakan kepentingan murid. Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan pendekatan coaching yang bertujuan untuk memberdayakan dan melejitkan potensi.Â
Seperti semboyan Ki Hajar Dewantara Ing ngarso sung tulodo, di depan berperan sebagai teladan, Ing madya mangun karsa, di tengah berperan memberi dorongan, tut wuri handayani, di belakang memberikan bimbingan dan dukungan. Proses pengambilan keputusan melibatkan kompetensi sosial emosional yang membutuhkan kehadiran penuh atau mindfulness sehingga keputusan yang diambil dapat menghasilkan  wellbeing atau kesejahteraan psikologi bagi semua pihak.
Konsep pengambilan keputusan kasus dilema etika atau bujukan terdiri dari 9 langkah yaitu:Â
mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini
pengujian benar atau salah, terdiri dari : uji legal, uji regulasi/standar profesional, uji intuisi, uji publikasi, uji panutan/idola
paradigma benar lawan benar, terdiri dari : Â individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan kasihan, kebenaran lawan kesetiaan, jangka pendek lawan jangka panjang
melakukan prinsip resolusi, yaitu : berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan, berpikir berbasis rasa peduli
investigasi opsi trilema
buat keputusan
refleksikan dan lihat kembali keputusan
Sebelum mempelajari modul ini saya pernah mengalami pengambilan keputusan pada kasus dilema etika. Perbedaan yang saya rasakan setelah mempelajari modul ini adalah saya menjadi lebih yakin dan percaya diri dalam mengambil sebuah keputusan karena adanya 9 langkah pengambilan keputusan yang memandu saya dalam menguji keputusan dan memperhatikan 4 paradigma pada sebuah situasi, serta memilah 3 prinsip resolusi atau penyelesaian dilema.Â
Setelah mempelajari modul ini, saya lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, tidak langsung mengambil keputusan secara spontan namun lebih banyak pertimbangan, serta lebih bijaksana dalam pengambilan keputusan. Menurut saya, modul ini sangat penting, bukan hanya sebagai seorang pemimpin namun juga sebagai individu yang tentunya tidak lepas dari permasalahan yang terkait dengan dilema etika.
Daftar Pustaka:
- Nurcahyani, S. Pd M.S, Andri  & Samsiati Rajasa, M.Sc, Diah. (2022). Modul 3.1 Pengambilan Keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
- Rushworth M. Kider. (1995). How good people make tough choices: resolving the dilemmas of ethical living. Harper collins publisher
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H