Saya yakin diantara kamu ada yang sepakat dengan pernyataan saya bahwa tulisan dapat mengubah dunia, mengubah seseorang, Â bahkan mengubah segalanya.
Mungkin Tak asing lagi di telinga kita tulisan yang tertuang dalam buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" karya R.A. Kartini. Â Tulisannya selain mampu menggugah kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam dunia pendidikan juga menginspirasi jutaan perempuan di Indonesia untuk memperjuangkan haknya hingga saat ini. Artinya tulisan kita dapat mengubah dunia, namun mampukah kita?
Konon seorang penulis memerlukan bekal untuk menulis dan yang paling utama memiliki minat untuk menulis karena tulisan tidak akan pernah ada jika kita sendiri tidak pernah menuliskannya.
Memang tidak semua orang punya minat yang sama termasuk minat untuk menulis,  terkadang ada yang memiliki minat menulis tetapi sangat sulit untuk nya membuat sebuah karya tulisan, entah  harus memulai dari mana atau topik apa yang harus ditulis.
Seperti halnya disampaikan Ibu Fanny Jonathan Poyk, Novelis dan sastrawan yang sengaja diundang dan menjadi pembicara sesi pertama di event keceh dan bertabur ilmu di Graha Wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Pada tanggal 2 s/d 3 Agustus 2019 lalu mengatakan: menulis awalnya memang sulit tetapi lama-kelamaan akan mudah seperti kita belajar naik sepeda. "Waktu kecil sering terjatuh dan terluka namun semakin lama semakin bisa," sama halnya dengan menulis semakin sering menulis maka akan semakin bisa, kata ibu Fanny usai makan siang.
Setiap buah pikiran yang dituangkan ke dalam tulisan haruslah tepat dan tidak mengandung kebohongan agar pesan yang disampaikan jelas, termasuk dalam tulisan cerita fiksi atau nonfiksi juga harus jelas dan dapat dimengerti si pembaca, lanjut Ibu Fanny, Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini.
Tetapi yang paling utama seberapa penting isi tulisan yang kita tulis sehingga layak ditunggu publik juga dampaknya mampukah mempengaruhi atau merubah yang tidak mungkin menjadi mungkin?
Seseorang pernah bertanya kepada saya apa istimewanya dan untungnya jadi seorang penulis, iya..mungkin dulu penulis dianggap sebagai profesi, seperti yang biasa bekerja menulis di surat kabar, tabloid, majalah dan yang lainnya. Dan di era digital sekarang harus diakui media cetak banyak yang gulung tikar namun jangan terkecoh dengan kejadian tersebut tak berarti penulis stop sampai disitu, sebaliknya makin banyak penulis bermunculan, apakah itu penulis yang sesungguhnya sebagai profesi atau sebagai hobi termasuk penulis dadakan yang setiap harinya dapat kita lihat bermunculan di media sosial.Â
Tapi bagi saya bisa menulis itu ada kebahagiaan tersendiri yang saya rasakan syukur-syukur dapat menambah pundi-pundi kantong kita jika memang serius menekuninya dan tak mustahil hidup pun bisa berubah semuanya tergantung kepada diri kita sendiri mampukah kita merubah kondisi untuk menjadi lebih baik? Mari menulis dengan benar tapi akan lebih mudah jika menulis dengan passion kita.
Seperti diketahui di era digital sekarang pelaku pelaku bisnis banyak mempromosikan produk mereka melalui media sosial secara halus (soft selling)Â kepada masyarakat.
 "Penulis atau blogger selain sebagai content writer pun berpeluang menulis di bidang content marketing," lanjut Mas Iszet usai coffee break.
Di sela-sela pembahasan mengenai literasi digital tepatnya sebelum ishoma Pak Yon Bayu yang sosoknya lucu, nyentrik, dan tak pelit itu tiba-tiba muncul sejenak minta waktu kepada Mas Iszet, saya sempat bertanya-tanya ada apa iya? Oh..... Ternyata Pak Yon Bayu memberi kompetisi menulis saat itu juga, memang lebih ke seru-seruan namun serius dan bermakna, 10 penulis yang tulisannya paling menarik masing-masing akan mendapat hadiah Rp100.000 ditunggu sampai pukul 20.00 WIB lanjut Pak Yon Bayu saat itu, Â maka tak salah jika saya katakan Pak Yon Bayu memang tak pelit berbagi. Eitss.....! itu hanya berlaku pada kompetisi seruan aja kompetisi yang sesungguhnya baru dimulai.
Tak lama berselang Saya merasakan kok tempat tidur saya bergoyang sedikit ada rasa takut ada apa dengan kamar ini atau apakah karena Mbak Tamita tiba-tiba naik ke atas tempat tidur saya dan tempat tidurnya tak cukup kuat? Â ah nggak mungkin, beragam pertanyaan muncul dalam benak saya.Â
Rupanya terjadi gempa berkekuatan 7,4 skala Richter yang berpusat di Banten dan guncangannya terasa sampai Jakarta . Terima kasih Tuhan tidak terjadi apa-apa dengan kami, bayangkan kami berada di lantai tiga kala itu, dan apapun yang terjadi dengan saudara-saudara kami di Banten kiranya mereka tetap dalam perlindungan Tuhan, Â Amin.Â
Berjalannya waktu tiba pada sesi ke-3 kami diajak belajar tentang menulis Topik Ekonomi bersama Bapak Isson Khaerul, Direktur Program Persatuan Penulis Indonesia (PPI) yang punya segudang pengalaman menjadi redaktur majalah Femina. Mendengar nama Pak Isson Khaerul disebut dengan redaktur majalah Femina, mengingatkan saya pernah menjadi pedagang majalah salah satunya majalah Femina. Dan ini  untuk yang kedua kalinya saya bertemu dengan Pak Isson Khaerul, pertama bertemu saat event yang berlangsung di Cisarua Puncak belum lama ini dan sekarang di event pelatihan menulis sekaligus menjadi pembicara bidang ekonomi.Â
Berhubung acara pelatihan usai tengah malam, begitu selesai acara kompasianer mengambil waktu untuk tidur di kamar yang sudah tersedia, karena besok paginya kudu tour ke Pulau Maju atau yang lebih dikenal orang dengan sebutan pantai reklamasi.
Namun sayang karena keterbatasan waktu, hanya sejenak berada di sana dan tak banyak momen yang bisa dilihat berharap next time bisa kembali melihat-lihat Pulau Maju yang kata saya itu sangat indah.
 Maka tak berlebihan jika saya mengatakan saya salah seorang yang beruntung dapat mengikuti event bergengsi ini  yaitu:  Pelatihan Menulis dan Tour ke Pulau Maju yang dihelat di Kompasiana menggandeng Persatuan Penulis Indonesia ,(PPI) juga menghadirkan tiga narasumber yang berkompeten di bidang kepenulisan seperti: Ibu Fanny Jonathan Poyk, sastrawan, Bapak Iskandar Zulkarnain, Co-founder kompasianer serta Bapak Isson Khairul direktur program PPI dan saya seperti mendapat stimulan tentang menulis.
Seperti penuturan Ibu muthiah Alhasany, setiap acara Clikompasiana adalah hasil kerja kompasianer untuk kompasianer lainnya.Â
"Saya lebih takut kepada pena seorang penulis ketimbang 1000 senjata tentara musuh," Dengan menulis dapat mengubah dunia (Napoleon Bonaparte, Singa Daratan Eropa).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H