Mohon tunggu...
Sukmawati Gultom
Sukmawati Gultom Mohon Tunggu... Penulis - Mintalah maka kamu akan diberi, carilah maka kamu akan mendapat dan ketoklah maka pintu akan dibukakan.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

God is Love

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Tulisan Dapat Mengubah Segalanya

9 Agustus 2019   00:58 Diperbarui: 9 Agustus 2019   07:17 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya yakin diantara kamu ada yang sepakat dengan pernyataan saya bahwa tulisan dapat mengubah dunia, mengubah seseorang,  bahkan mengubah segalanya.

Mungkin Tak asing lagi di telinga kita tulisan yang tertuang dalam buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" karya R.A. Kartini.  Tulisannya selain mampu menggugah kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam dunia pendidikan juga menginspirasi jutaan perempuan di Indonesia untuk memperjuangkan haknya hingga saat ini. Artinya tulisan kita dapat mengubah dunia, namun mampukah kita?

Konon seorang penulis memerlukan bekal untuk menulis dan yang paling utama memiliki minat untuk menulis karena tulisan tidak akan pernah ada jika kita sendiri tidak pernah menuliskannya.

Memang tidak semua orang punya minat yang sama termasuk minat untuk menulis,  terkadang ada yang memiliki minat menulis tetapi sangat sulit untuk nya membuat sebuah karya tulisan, entah  harus memulai dari mana atau topik apa yang harus ditulis.

Seperti halnya disampaikan Ibu Fanny Jonathan Poyk, Novelis dan sastrawan yang sengaja diundang dan menjadi pembicara sesi pertama di event keceh dan bertabur ilmu di Graha Wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Pada tanggal 2 s/d 3 Agustus 2019 lalu mengatakan: menulis awalnya memang sulit tetapi lama-kelamaan akan mudah seperti kita belajar naik sepeda. "Waktu kecil sering terjatuh dan terluka namun semakin lama semakin bisa," sama halnya dengan menulis semakin sering menulis maka akan semakin bisa, kata ibu Fanny usai makan siang.

img-20190809-001214-5d4cbba7097f3632165177a2.jpg
img-20190809-001214-5d4cbba7097f3632165177a2.jpg
Putri dari sastrawan senior Gerson Poyk ini pun menjelaskan dengan tegas, bahwa setiap tulisan yang dibuat harus diperhatikan tidak hanya dari alur cerita tetapi juga bentuk pemilihan kata, tanda baca yang benar, termasuk peletakannya harus tepat, karena kesalahan peletakan atau penempatan tanda baca dapat mengubah arti tulisan, sebab pembaca berasal dari lapisan  kalangan masyarakat.

Setiap buah pikiran yang dituangkan ke dalam tulisan haruslah tepat dan tidak mengandung kebohongan agar pesan yang disampaikan jelas, termasuk dalam tulisan cerita fiksi atau nonfiksi juga harus jelas dan dapat dimengerti si pembaca, lanjut Ibu Fanny, Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini.

Tetapi yang paling utama seberapa penting isi tulisan yang kita tulis sehingga layak ditunggu publik juga dampaknya mampukah mempengaruhi atau merubah yang tidak mungkin menjadi mungkin?

Seseorang pernah bertanya kepada saya apa istimewanya dan untungnya jadi seorang penulis, iya..mungkin dulu penulis dianggap sebagai profesi, seperti yang biasa bekerja menulis di surat kabar, tabloid, majalah dan yang lainnya. Dan di era digital sekarang harus diakui media cetak banyak yang gulung tikar namun jangan terkecoh dengan kejadian tersebut tak berarti penulis stop sampai disitu, sebaliknya makin banyak penulis bermunculan, apakah itu penulis yang sesungguhnya sebagai profesi atau sebagai hobi termasuk penulis dadakan yang setiap harinya dapat kita lihat bermunculan di media sosial. 

Tapi bagi saya bisa menulis itu ada kebahagiaan tersendiri yang saya rasakan syukur-syukur dapat menambah pundi-pundi kantong kita jika memang serius menekuninya dan tak mustahil hidup pun bisa berubah semuanya tergantung kepada diri kita sendiri mampukah kita merubah kondisi untuk menjadi lebih baik? Mari menulis dengan benar tapi akan lebih mudah jika menulis dengan passion kita.

Seperti diketahui di era digital sekarang pelaku pelaku bisnis banyak mempromosikan produk mereka melalui media sosial secara halus (soft selling) kepada masyarakat.

Dokpri
Dokpri
Senada dengan apa yang disampaikan bapak Iskandar Zulkarnain, Co-founder Kompasiana pada sesi kedua dengan tema "Apa dan Bagaimana Literasi Digital," Mas Iszet  biasa disapa seperti itu mengatakan; jika perusahaan sekarang atau pelaku bisnis cenderung mempromosikan produknya secara soft selling ketimbang hard selling, karena menurutnya soft selling lebih memiliki daya tarik bagi pembaca  yang melihat konten tersebut. 

Dokpri
Dokpri
Mas Iszet pun membocorkan rahasia dapur seorang content creator,  sontak kompasioner yang ikut dalam pelatihan menulis dari berbagai kota itu  sedikit terheran-heran dan senang itu sudah pasti dengan keterbukaan Mas Iszet.

 "Penulis atau blogger selain sebagai content writer pun berpeluang menulis di bidang content marketing," lanjut Mas Iszet usai coffee break.

Dokpri
Dokpri
Jujur setelah saya mendengar pemaparan dari narasumber Ibu Fanny di season pertama, saya jadi termotivasi ingin segera menulis cerita fiksi dan non fiksi mumpung masih segar di ingatan. Eh......begitu mendengar penjelasan dari Mas Iszet saya pun lagi-lagi jadi ingin menulis konten marketing, maklum Kedua tulisan tersebut belum pernah saya lakoni secara serius, dan menurut saya tak ada kata terlambat untuk memulai hal-hal yang positif.

Di sela-sela pembahasan mengenai literasi digital tepatnya sebelum ishoma Pak Yon Bayu yang sosoknya lucu, nyentrik, dan tak pelit itu tiba-tiba muncul sejenak minta waktu kepada Mas Iszet, saya sempat bertanya-tanya ada apa iya? Oh..... Ternyata Pak Yon Bayu memberi kompetisi menulis saat itu juga, memang lebih ke seru-seruan namun serius dan bermakna, 10 penulis yang tulisannya paling menarik masing-masing akan mendapat hadiah Rp100.000 ditunggu sampai pukul 20.00 WIB lanjut Pak Yon Bayu saat itu,  maka tak salah jika saya katakan Pak Yon Bayu memang tak pelit berbagi. Eitss.....! itu hanya berlaku pada kompetisi seruan aja kompetisi yang sesungguhnya baru dimulai.

Dokpri
Dokpri
Tak lama waktunya Ishoma, sepertinya ini  sudah ditunggu-tunggu banyak kompasianer terlebih yang datang dari luar kota ingin segera masuk ke kamar tidur masing-masing sejenak rebahan melepas letih. Cukup dimengerti karena menempuh perjalanan panjang, maklum sekitar 45 kompasianer yang datang pada event seru dan bermanfaat itu tak hanya dari DKI Jakarta tetapi juga dari Banten dan Jawa Barat.

Dokpri
Dokpri
Saya dan 5 kompasianer yang satu kamar dengan saya naik ke lantai atas sembari mencari di mana kamar nomor 3 11, kebetulan saya memegang kuncinya,  rupanya ada di lantai 3 tepatnya paling pojok.  Saat saya hendak membuka kamar sambil berucap; Assalamualaikum.... Eh kamar sudah terbuka dan tidak terkunci tapi terlihat gelap,  saya sempat kaget namun kami yaitu saya dan 5 kompasianer tidak mengindahkan gelapnya kamar masuk sambil mencari di mana  stopkontaknya, ada yang memanfaatkan waktu singkat itu istirahat sejenak, adapula yang mengerjakan tulisan tantangan dari Pak Yon Bayu, beberapa menit sempat gelap-gelapan dalam kamar. Apakah bohlam nya mati? ternyata kami yang tidak melihat di mana posisi stopkontaknya. 

Dokpri
Dokpri

Tak lama berselang Saya merasakan kok tempat tidur saya bergoyang sedikit ada rasa takut ada apa dengan kamar ini atau apakah karena Mbak Tamita tiba-tiba naik ke atas tempat tidur saya dan tempat tidurnya tak cukup kuat?  ah nggak mungkin, beragam pertanyaan muncul dalam benak saya. 

Rupanya terjadi gempa berkekuatan 7,4 skala Richter yang berpusat di Banten dan guncangannya terasa sampai Jakarta . Terima kasih Tuhan tidak terjadi apa-apa dengan kami, bayangkan kami berada di lantai tiga kala itu, dan apapun yang terjadi dengan saudara-saudara kami di Banten kiranya mereka tetap dalam perlindungan Tuhan,  Amin. 

Berjalannya waktu tiba pada sesi ke-3 kami diajak belajar tentang menulis Topik Ekonomi bersama Bapak Isson Khaerul, Direktur Program Persatuan Penulis Indonesia (PPI) yang punya segudang pengalaman menjadi redaktur majalah Femina. Mendengar nama Pak Isson Khaerul disebut dengan redaktur majalah Femina, mengingatkan saya pernah menjadi pedagang majalah salah satunya majalah Femina. Dan ini  untuk yang kedua kalinya saya bertemu dengan Pak Isson Khaerul, pertama bertemu saat event yang berlangsung di Cisarua Puncak belum lama ini dan sekarang di event pelatihan menulis sekaligus menjadi pembicara bidang ekonomi. 

Dokpri
Dokpri
Menurutnya saat ini penulis bidang ekonomi agak lesu bertolak belakang dengan kebutuhan ekonomi yang sangat besar padahal banyak yang dapat ditulis dalam rubrik ekonomi hanya saja dalam menulis sebuah artikel ekonomi memang membutuhkan analisa data data yang bisa didapat dari narasumber yang jelas.

Dokpri
Dokpri
Pak Isson Khaerul mengaku meski kerap menulis di rubrik ekonomi bukan berarti pernah mengambil kuliah bidang ekonomi.  "Saya tak pernah duduk di bangku kuliah Fakultas Ekonomi meskipun tulisan saya mendapat perhatian dari publik sangat besar," lanjut  Pak Isson Khaerul yang  punya kesempatan sebagai pembicara pada sesi penutup.

Berhubung acara pelatihan usai tengah malam, begitu selesai acara kompasianer mengambil waktu untuk tidur di kamar yang sudah tersedia, karena besok paginya kudu tour ke Pulau Maju atau yang lebih dikenal orang dengan sebutan pantai reklamasi.

Dokpri
Dokpri
Alasan memilih Pulau Maju, konon selain tidak terlalu jauh dari TMII lokasi Kompasianer punya acara, juga karena hingga saat ini Pulau Maju atau pantai reklamasi masih terus menjadi perbincangan hangat bahkan diperdebatkan dan kontraversi, maka kompasianer ingin meninjau langsung ada apa dengan Pulau Maju yang kontroversi itu.

Namun sayang karena keterbatasan waktu, hanya sejenak berada di sana dan tak banyak momen yang bisa dilihat berharap next time bisa kembali melihat-lihat Pulau Maju yang kata saya itu sangat indah.

Dokpri
Dokpri
Bersyukur mendapat banyak ilmu pengetahuan, difasilitasi  baik penginapan maupun konsumsi, bertemu  teman-teman baru, ada keseruan, canda tawa pastinya sulit untuk dilupakan. 

 Maka tak berlebihan jika saya mengatakan saya salah seorang yang beruntung dapat mengikuti event bergengsi ini  yaitu:  Pelatihan Menulis dan Tour ke Pulau Maju yang dihelat di Kompasiana menggandeng Persatuan Penulis Indonesia ,(PPI) juga menghadirkan tiga narasumber yang berkompeten di bidang kepenulisan seperti: Ibu Fanny Jonathan Poyk, sastrawan, Bapak Iskandar Zulkarnain, Co-founder kompasianer serta Bapak Isson Khairul direktur program PPI dan saya seperti mendapat stimulan tentang menulis.

Dokpri
Dokpri
Konon ini pun digagas oleh kompasianer senior Bapak Yon Bayu, Ibu Muthiah Alhasany dan Bapak Thamrin Sonata pastinya dengan tujuan selain memperkuat silaturahmi dengan kompasianer lainnya yang sudah lama tak jumpa juga dapat memperdalam kemampuan menulis sesuai dengan fashion masing-masing.

Dokpri\
Dokpri\

Seperti penuturan Ibu muthiah Alhasany, setiap acara Clikompasiana adalah hasil kerja kompasianer untuk kompasianer lainnya. 

Dokpri
Dokpri
Benar untuk lebih berkemampuan dalam menulis karena menulis berarti menuangkan ilmu atau ide untuk dibaca orang lain.

Dokpri
Dokpri

"Saya lebih takut kepada pena seorang penulis ketimbang 1000 senjata tentara musuh," Dengan menulis dapat mengubah dunia (Napoleon Bonaparte, Singa Daratan Eropa).

#clickompasiana

#clickppitmii

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun