Dalam era digital yang serba cepat, fenomena Fear of Missing Out (FOMO) menjadi isu menarik yang semakin relevan. FOMO, atau rasa takut ketinggalan, sering terjadi pada pengguna media sosial yang merasa harus terus terhubung dengan informasi terkini, acara sosial, atau tren yang sedang berlangsung. Fenomena ini berdampak pada kesehatan mental, meningkatkan kecemasan, bahkan memicu gangguan tidur pada banyak individu. Â
Bagaimana fenomena ini terjadi dan mengapa begitu memengaruhi pengguna media sosial? Salah satu teori komunikasi, yakni Agenda-Setting, dapat membantu menjelaskan hubungan antara media dan efek psikologis pada individu. Â
Agenda-Setting dan Peran Media Â
Teori Agenda-Setting, yang dikembangkan oleh McCombs dan Shaw, menyatakan bahwa media memiliki kekuatan untuk menentukan isu-isu yang dianggap penting oleh publik. Melalui seleksi berita atau konten yang ditonjolkan, media membentuk persepsi audiens tentang prioritas informasi. Dalam konteks media sosial, algoritma platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter berperan serupa: mereka menentukan konten apa yang lebih sering muncul di feed pengguna berdasarkan tren atau engagement. Â
Fenomena FOMO sering terjadi karena algoritma ini mempromosikan konten yang memproyeksikan "kesempurnaan" hidup---pesta mewah, liburan eksotis, atau pencapaian besar. Pengguna yang terus-menerus terpapar merasa tertinggal jika tidak mengikuti tren tersebut. Â
 Pengaruh Psikologis dan Sosial Â
Penekanan media sosial pada "kesuksesan" dan tren terbaru menyebabkan pengguna merasa harus terus online untuk tidak "ketinggalan." Dampaknya termasuk:Â Â
1. Kecemasan Sosial: Merasa tidak cukup baik atau tidak mampu mengikuti gaya hidup yang ditampilkan. Â
2. Perilaku Konsumtif: Dorongan untuk membeli barang atau mengikuti acara tertentu demi validasi sosial. Â
3. Gangguan Keseimbangan Hidup: Ketergantungan pada media sosial mengurangi waktu untuk interaksi nyata. Â
### Solusi untuk Mengatasi FOMOÂ Â
1. Literasi Digital: Pengguna perlu memahami bagaimana algoritma bekerja sehingga mereka tidak terlalu terpengaruh oleh konten yang dimunculkan. Â
2. Manajemen Waktu: Membatasi durasi penggunaan media sosial untuk mengurangi paparan konten yang memicu FOMO. Â
3. Fokus pada Realita: Membangun kepercayaan diri berdasarkan pencapaian nyata, bukan standar media sosial. Â
Kesimpulan Â
Fenomena FOMO di era media sosial adalah bukti nyata bagaimana media membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat. Dengan memahami teori Agenda-Setting, kita dapat melihat bahwa tidak semua yang tampak penting di media sosial benar-benar penting dalam kehidupan nyata. Mengembangkan literasi digital dan kesadaran diri adalah langkah awal untuk mengatasi dampak negatif FOMO. Â
Sukma Tanjung mahasiswa universitas Pamulang ( unpam )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H