Pemahaman tentang brand berkembang seiring waktu. Semula orang-orang mengartikan brand sebagai serangkaian simbol yang memudahkan publik mengenali produk.Â
Simbol ini dapat berupa logo, warna, font, nama dan lainnya. Kemudian arti brand dipahami semakin luas sebagai sebuah persepsi yang dimiliki publik.Â
Brand sebagai sebuah persepsi dianggap sebagai sesuatu yang dapat dikelola, hal ini kemudian menciptakan pemahaman tentang positioning yang memandu kita untuk menempatkan brand sesuai pada keadaan audiens.
Namun, seiring waktu dan semakin tumbuhnya masyarakat demokratis, brand dipahami sebagai pengalaman yang dirasakan audiens saat menggunakan brand.Â
Pemahaman ini menjadikan brand sebagai sesuatu yang tidak bisa dikelola karena kehadirannya bergantung pada bagaimana pengalaman dan perasaan audiens saat menggunakan brand kita.Â
Satu-satunya hal yang dapat dilakukan pada pemahaman ini adalah memberikan kualitas produk dan pelayanan yang baik.
Dari pengalaman ini, akhirnya pemahaman brand berkembang menjadi sebuah hubungan. Saat ada pelanggan yang memberikan review baik di media sosial, Anda tidak bisa membiarkan mereka begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih.Â
Begitu pula jika terdapat review buruk, Anda juga tidak bisa menutup mata atau bisnis Anda mungkin akan hancur seketika. Baik itu review baik ataupun review buruk, brand perlu menanggapinya selayaknya manusia yang sedang berinteraksi.
Kehadiran media sosial membawa perkembangan pesat bagi dunia marketing, dalam waktu sekejap brand dapat menjangkauan banyak orang yang tak terhitung jumlahnya.Â
Namun, jika tersebar kabar buruk terkait brand, maka itu juga menjadi ancaman yang dapat menghancurkan brand dalam sekejap. Sederhananya, media sosial layaknya pisau bermata dua.