Jum'at pagi orang-orang mulai memejamkan mata di dalam bis yang melaju, ada yang khusuk dengan ponselnya, sebagian hanya memandang keluar jendela dengan tatapan kosong. Kondektur berjalan dari bagian belakang bis meminta lembaran-lembaran kertas kepada para penumpang.Â
Pengamen jalanan  menyanyikan tembang galau menggambarkan kehidupannya di jalanan. Di antara orang-orang itu, seorang pria yang memandang hamparan sawah yang baru saja di panen.Â
Pikirannya entah berkeliaran ke mana. Tas ransel tampak ringan bertengger di punggungnya.Â
Sampai di depan sebuah gedung, manusia-manusia yang disebut mahasiswa dan dosen pun turun dari bis, dia pun turut turun dari bis yang telah mengantarnya.Â
Ia berjalan menuju sebuah minimarket dan mengambil sebuah kursi yang disediakan untuk pengunjung. Tak lama, pria muda itu memandang mesin kopi kemudian bangun dari duduknya dan mendekati mesin kopi tersebut.Â
Ia menyeduh kopi pada gelas karton yang disediakan, saat berbalik badan hendak membayar seseorang bermata hitam kelam menatapnya. Nafas pria muda itu tercekat melihat sosok dihadapannya.Â
"Bernafas-lah," perintah sosok bermata hitam kelam itu.Â
Secepat kilat sosok bermata hitam itu menghilang, si pria muda berjalan menuju kasir dan membayar kopinya, "Kang Herman baru terlihat lagi, kemana aja, Kang?" tanya petugas kasir dengan senyum.Â
Pria muda yang disapa Kang Herman itu memandang petugas kasir yang biasa melayani setiap kali ia mampir ke minimarket tersebut, "kemarin-kemarin saya libur, Kang," jawab Herman.Â
"Ohhh..."Â
Herman tersenyum dan kembali duduk di kursi yang sempat ia tinggalkan. Ia memandang ke dalam gelas karton yang berisi kopi hitam. Hitamnya kopi mengingatkan Herman pada sosok bermata gelap kelam yang baru ia jumpai tadi. Herman meminum seteguk dari gelas itu, memandang kasir yang tadi melayaninya.Â