Mohon tunggu...
Sukmasih
Sukmasih Mohon Tunggu... Lainnya - Akun Resmi

Menulis berbagai hal dari sudut pandang kajian ilmu komunikasi. Belajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

New Style dalam Politik

21 Agustus 2020   15:16 Diperbarui: 21 Agustus 2020   15:09 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi publik milenial dan kampanye digital, dok. pribadi

Kandidat dan Pemilih Milenial

Menurut data lembaga riset SMRC pada Desember 2017 mencatat jumlah pemilih muda dengan rentang umur 17-34 tahun mencapai 34,4 persen dari jumlah masyarakat Indonesia yang totalnya mencapai 265 juta jiwa. Sementara itu, pengamat Politik Voxpop Center Pangi S Chaniago menerangkan, jumlah pemilih Pemilu 2019 dari kalangan milenial sekitar 40 persen. Melihat data yang disajikan para lembaga survei dan juga para pengamat politik maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada pemilu 2024 nanti jumlah pemilih muda akan lebih besar dibandingkan pada pemilu 2019.

Indonesia akan memasuki masa regenerasi politik pada tahun 2024, para praktisi politik seperti Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo Subianto dan deretan nama praktisi politik lainnya yang selama ini menguasai perpolitikan Indonesia akan tergantikan oleh nama-nama baru dari kalangan milenial.

Pemilu 2024 akan menjadi ajang pertarungan baru karena kemungkinan yang menjadi kandidat politisi berasal dari kalangan yang masih fresh di dunia politik. Kokok Herdiyanto Dirgantoro, caleg DPR RI dapil 3 Banten mengatakan bahwa antara kandidat dengan pemilih pada pemilu 2024 berada dalam lingkaran umur yang sama. Ditemui dalam acara Seminar Nasional HIMAIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Kokok mengatakan, jumlah pemilih muda pada tahun 2024 sebanyak 60%. Ia meminta agar generasi muda saat ini untuk maju menjadi kandidat pada pemilu 2024.

Alat Kampanye Baru

Ilustrasi media digital sebagai alat kampanye digital,  dok. pribadi
Ilustrasi media digital sebagai alat kampanye digital,  dok. pribadi

Pilpres dan Pileg 2019 telah dilaksanakan pada 17 April lalu, setelah proses kampanye yang berjalan begitu panjang ternyata membuat suhu perpolitikan di Indonesia memanas. Meningkatnya perkembangan teknologi berimbang dengan meningkatnya pengguna internet termasuk media sosial juga membuat suhu politik Indonesia meningkat, karena para kandidat pemilu di tahun 2019 ini mulai menggunakan media sosial sebagai alat kampanye.

Seperti yang dikatakan Prof. Deddy Mulyana dalam bukunya yang berjudul "Komunikasi Politik, Politik Komunikasi", Jejaring sosial berpengaruh besar, terutama jika para kandidat politik ingin mendapatkan dukungan dari para pemilih muda, apalagi pemilih pemula, terutama yang tinggal diperkotaan.

Seiring berkembangnya era digital, maka juga akan diikuti bertambahnya pengguna internet terutama media sosial. Belum lagi, kini alat untuk mengakses media sosial telah memasuki ruang pribadi. Dengan adanya smartphone dan sejenisnya akan memudahkan informasi massa diterima di ruang pribadi.

Para kandidat di pemilu 2024 nanti akan mendapat perhatian publik bukan dengan spanduk-spanduk di jalanan, mereka akan mendapat perhatian publik melalui konten-konten yang mereka buat di channel YouTube atau postingan di akun instagram mereka. Tentu penggunaan media sosial sebagai alat kampanye akan bersifat low cost jika dibandingkan memasang spanduk dan poster kampanye di sana-sini.

Hal yang selalu dikeluhkan pihak Bawaslu mengenai pemasangan spanduk yang tidak memperhatikan nilai estetik pun mungkin tidak akan terdengar lagi pada pemilu 2024.

Namun, yang menjadi pertanyaan nya adalah, apakah dengan penggunaan media sosial di masa mendatang sebagai alat kampanye akan membuat suara yang diperoleh kandidat melonjak tinggi. Tentu saja tidak semudah itu, ada banyak hal yang perlu diperhatikan saat kampanye menggunakan media sosial.

Ilustrasi pertimbangan publik milenial dalam menghadapi kampanye digital,  dok. pribadi
Ilustrasi pertimbangan publik milenial dalam menghadapi kampanye digital,  dok. pribadi

Bob Dole adalah kandidat presiden pertama di dunia yang menggunakan situs internet dalam kampanye politik. Namun ia harus menelan kekalahan dalam pertarungan politik di Amerika. Bukan hanya itu pada pemilihan presiden Amerika tahun 2004, John Kerry mengungguli George Bush dalam pengumpulan uang melalui internet, namun Kerry harus menelan kekalahan pada real voting.

Semua kegagalan calon presiden Amerika yang juga menggunakan internet sebagai media kampanye terjawab oleh Barack Obama pada pilpres 2012. Ia mampu menarik perhatian masyarakat dengan menggunakan kampanye politik melalui internet (media sosial), meskipun ia tidak mendapat banyak dukungan dari Partai Demokrat namun berhasil memenangkan kursi kepresidenan di Amerika.

Dalam menggunakan media sosial sebagai alat kampanye tentu memerlukan isu politik yang inovatif, di tahun 2024 nanti, generasi milenial haus akan suatu penyelesaian masalah yang inovatif. Bukan hanya melek gedget, namun mereka akan lebih kepo mengenai citra diri dan tawaran program politik.

Para kandidat di pemilu 2024 harus memiliki konsep yang baik, tentunya bukan hanya konsep kesejahteraan masyarakat dengan cara kolot, namun diperlukan konsep yang terbilang fresh. Generasi muda juga jangan hanya mempelajari politik, kalian harus melakukan dan mempelajari hal yang mereka sukai, karena banyak orang yang duduk dipemerintahan namun mereka tidak memiliki konsep penyelesaian masalah.

Sementara politik adalah sesuatu yang akan mengatur hajat hidup orang banyak, politik memerlukan pendampingan dari ilmu lain. Program yang fresh dan bersifat milenial sangat menarik untuk ditawarkan pada pemilu 2024, yang cakap dalam menyampaikan program inovatif, dialah yang akan berpeluang besar menang dalam pemilu 2024.

Referensi ilmiah: Buku Komunikasi Politik, Politik Komunikasi, karya Prof. Deddy Mulyana, M.A, P.hD


*Penulis merupakan pemerhati isu komunikasi, sosial dan politik, tinggal di Tangerang, Banten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun