Pernah dengar istilah 'standar kecantikan'? Belakangan ini, beberapa sosial media dipenuhi dengan istilah tersebut. Tidak hanya di Indonesia, dibeberapa negara lainpun juga memiliki istilah standar kecantikan. Standar cantik versi Korea tentu berbeda dengan standar cantik versi Indonesia. Dan ternyata, standar cantik ini memiliki problem yang sama lho.Â
Permasalahan yang banyak perempuan diluar sana berusaha untuk mencapai standar tersebut sampai melupakan tentang kesehatan dirinya sendiri demi memuaskan pandangan mata orang lain agar terlihat sempurna.
Contoh, banyak orang terpaku dengan cantik itu harus langsing, putih, bersih, mirip bihun gak sih?
Tentu standar tersebut didukung oleh media yang terus merepresentasikan bahwa hal seperti itu disebut dengan cantik. Semisal, iklan yang menampilkan penggunaan krim malam sebelum tidur agar putih dipagi hari, memakai krim untuk ketiak agar ketiak cerah bersih dan tidak berbulu, dan shampoo yang terus menampilkan model iklan dengan rambut lurus.Â
Lalu kata mereka, perempuan yang tubuhnya langsing mudah mendapat pasangan. Bagaimana dengan perempuan yang memiliki tubuh berisi? Mereka akan mati matian untuk menurunkan berat badan sesuai dengan standar, kemudian jatuh sakit karena menjalani diet yang terlalu keras.
Jika seperti itu, tentu sudah menyulitkan, bukan?
Cantik itu tidak butuh standar. Semua perempuan cantik.
Perempuan dengan tubuh lebih berisi? Cantik. Perempuan dengan kulit coklat kehitaman? Cantik. Perempuan dengan rambut keriting? Cantik juga.Â
Seharusnya, standar kecantikan yang menyulitkan perempuan itu tidak perlu digunakan. Cantik itu tidak bisa hanya diukur dari fisik, karena cantik itu bagaimana kita dapat menerima diri sendiri dan merawat diri sebaik mungkin.Â
Referensi:
Bagaimana beradaptasi dengan standar kecantikan di Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H