Mohon tunggu...
Sukmaraharja Aulia Rachman Tarigan
Sukmaraharja Aulia Rachman Tarigan Mohon Tunggu... -

Sukmaraharja Aulia Rachman Tarigan. I was born in Bogor, West Java 12 Feb 1989. I am a bachellor degree from Marine Science and Technology Faculty of Fisheries and Marine Science Bogor Agricultural University (IPB). I am interest about coral reef monitoring and reef fish ecology. Loved walking around, writing and reading about novel fantasy.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyaksikan Penyu Bertelur di Pulau Samber Gelap

17 Desember 2012   12:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:29 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_230066" align="alignnone" width="640" caption="Pulau Samber Gelap, Kalimantan Selatan"][/caption] Hari itu cuaca cukup cerah dimana langit terlihat cerah dengan ratusan bintang, Pak Rahmadi penjaga pulau tersebut mengatakan bahwa setiap malamnya pada pukul 22.00-23.00 WIT merupakan waktu penyu betina untuk naik ke darat untuk melakukan kegiatan bertelur dimana pada waktu tersebut air laut sedang surut-surutnya. Malam harinya pada pukul 23.00 saya bersama Pak Rahmadi dan teman-teman mulai mengelilingi pantai untuk mengecek apakah pada malam ini akan ada penyu betina yang naik ke permukaan untuk bertelur. Seperti yang sudah kita ketahui, penyu betina naik ke pantai untuk bertelur. Dengan kaki depannya, mereka menggali lubang untuk meletakkan telur-telurnya. Kemudian mereka mengisi lubang itu dengan telur-telurnya sebanyak kurang lebih 100 butir (bahkan mungkin lebih). Kemudian mereka dengan hati-hati menutup kembali lubang tersebut dengan pasir dan meratakan pasir tersebut untuk menyembunyikan atau menyamarkan letak lubang telurnya. Setelah proses melelahkan ini selama kurang lebih 1-3 jam berakhir, mereka kembali ke laut. Sekedar informasi, Pulau Samber Gelap yang saya datangi merupakan lokasi yang berada di wilayah Kalimantan Selatan dan merupakan salah satu ruaya (jalur) penyu untuk melakukan peneluran. Senter Pak Rahmadi mengarahkan kami pada lokasi pertama, saya melihat sebuah jejak yang cukup jelas terlihat, kami pun menyelidiki ke mana jejak tersebut, sambil mencari dan meraba kondisi sekitar yang cukup gelap. Rupanya pada pencarian kami yang pertama si penyu sudah turun kembali ke laut. Kami pun mulai kembali berjalan mengelilingi pulau, pada pencarian kami yang kedua kami pun menemui penyu hijau, lantas senter dan suara kaki perlahan kita hilangkan, seperti yang kita ketahui bahwa suara dan cahaya yang terlalu terang dapat menganggu dan menghentikan aktifitas penyu ketika bertelur. Penyu Hijau  (Chelonia mydas)  yang kami temui ternyata sudah melakukan aktifitas bertelur, kami terlambat setengah jam dari waktu awal, tapi tak mengapa saya bisa menyaksikan ternyata ukuran penyu yang bertelur ini memiliki ukuran yang cukup besar dengan ukuran 60-80 cm, sangat berbeda jauh ukuran dengan yang saya jumpai ketika menyelam. [caption id="attachment_230068" align="alignnone" width="640" caption="Penyu Hijau (Chelonia mydas) yang ditemui sehabis bertelur"]

13557456591491354919
13557456591491354919
[/caption] Esok paginya pukul 10.00 WIT  kami kembali menyusuri lokasi tempat ditemukannya penyu bertelur untuk mengambil telur tersebut. Telur yang dijumpai tersebut tidak terlalu banyak umunya penyu bertelur hingga ratusan, namun pada pagi harinya hanya ditemukan 60-70 telur penyu yang bertelur pada lokasi yang kami sambangi. [caption id="attachment_230069" align="alignnone" width="640" caption="Kumpulan telur penyu yang diambil dari sarangnya"]
1355745710876788640
1355745710876788640
[/caption] Setiap telur yang dikumpulkan dihargai Rp 2.000 untuk telur penyu sisik dan Rp 4.000 untuk telur penyu hijau, usaha pemanfaatan perlu diimbangi juga melalui usaha konservasi yang berkelanjutan. Setiap tahunnya 700 hingga ribuan tukik dilepaskan ke laut sebagai ganti dari kegiatan perdagangan telur penyu tersebut. [caption id="attachment_230070" align="alignnone" width="640" caption="Tukik (anakan) penyu sisik (Eretmochelys imbricata) yang dikonservasikan untuk dilepaskan di Pulau Samber Gelap"]
1355745776273690029
1355745776273690029
[/caption] Penyu sendiri telah terdaftar dalam daftar Apendik I Konvensi Perdagangan Internasional Flora dan Fauna Spesies Terancam (Convention on International Trade of Endangered Species – CITES). Konvensi tersebut melarang semua perdagangan internasional atas semua produk atau hasil yang berasal dari penyu, baik itu telur, daging, maupun cangkangnya. Sehingga pemanfaatan daging dan telurnya perlu dilakukan juga usaha konservasi bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun