Setahun berlalu di kelas 8, atas rahmat-Nya yang luas saya pun ditakdirkan untuk mengikuti lomba dalam bidang keagamaan khususnya tahfizh al-Qur'an. Walaupun jujur saja hafalan waktu itu pun belum terlalu banyak dan kuat. Tapi karena sering latihan dan dibimbing guru-guru alhasil kemenangan pun dapat diraih. Sehingga dengan hal itu pun membuat cap saya sebagai hafizh al-Qur'an. Ketika itu saya masih polos-polos saja dan hanya bisa berharap kepada-Nya semoga cap tersebut bisa menjadi do'a. Hal inilah yang perlu sebenarnya perlu saya waspadai lebih intensif. Karena di cap sebagai santri yang baik itu bukan main ujiannya. Setan dari arah mana pun membisikkan untuk riya, sombong, merasa paling pintarlah, dan lain sebagainya.
Singkat cerita, semakin betah saja rasanya menghafal al-Qur'an diiringin dengan belajar ilmu alat dan tafsirnya. Sebagai penutup, saya hanya ingin menghimbau kepada orang tua dan teman-teman semua yang sedang menempuh pendidikan di pesantren bahwa kehidupan menjadi santri banyak memberikan perubahan yang signifikan khususnya dalam bidang agama.
Maka dari itu, hati-hatilah dengan tanah sejarah Sukamanah. Jika kamu bersungguh-sungguh di dalamnya maka bersiaplah dianggap menjadi seorang tokoh dan akan digemari para santri, khususnya santri al-Muna wkwkwkw (jika kita sebagai laki-laki). Itu hanya candaan, tidak perlu tujuan utama. Nanti saya akan bahas di artikel lain tentang lika-liku hubungan asrama dan kelucuan santri dah wkwkw.
Tentu banyak kegagalan yang saya alami dan juga ingin saya sesalkan. Salah satunya sampai saat ini belum bisa menjadi hafizh al-Qur'an yang sesungguhnya. Sedangkan cap tersebut sudah menyebar luas di kalangan masyarakat, apa dan bagaimana pertanggung-jawabannya? Terlebih lagi di hadapan Tuhan yang Maha Kuasa
Namun, untung dan untung lagi... di perjalanan pendidikan saya ini bisa melanjutkan di al-Azhar asy-Syarif yang menjadi pusat pendidikan agama Islam dengan ajarannya yang moderat. Andaikan saja saya tidak mondok Pesantren Sukamanah tentu belajar di tanah air lebih bagi saya. Karena untuk mengarungi lautan ilmu di Mesir harus memiliki dasar-dasarnya, yang paling krusial adalah bahasa Arab. Terima kasih Sukamanah, tanah sejarah yang penuh berkah. Tanpa jasamu mungkin saya akan banyak lengah. Pokoknya mondon di pesantren adalah hal wajib kalian alami selama hidup di dunia ini.
Sekali lagi saya tegaskan bahwa tulisan ini bukan untuk mendeskripsikan siapa saya, bukan untuk mengklasifikasi mana santri yang baik dan kurang baik ataupun dugaan negatif lainnya. Melainkan semata-mata untuk menceritakan sedikit kenangan saya selama di pesantren dan ada harus yang di harus diwaspadai oleh semua santri yang sedang berada di posisi naik daun bahwa popularitas manusia itu tidak begitu penting dan tidak harus menjadi tujuan.Â
Maka dari itulah berhati-hati terhadap diri sendiri. Begitu pula saran kepada teman-teman yang sedang mondok di pesantren jangan sia-siakan fase tersebut karena waktu tidak bisa terulang walaupun nol koma detik. Yang terpenting bagi santri itu adalah ridho gurunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H