Apa sih yang pertama kita dengar tentang salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di dunia, yakni al-Azhar asy-Syarif?
Kemasyhurannya akan ajaran Islamnya yang moderat serta memiliki peran penting dalam menjaga kerukunan makhluk hidup yang bernama manusia -yang seringkali melakukan kegiatan kontroversial di muka bumi- sangat melekat dengan al-Azhar asy-Syarif. Namun, itu hanya di satu sisinya saja. Satu sisi tentang deskripsi positif tersebut memang seringkali mengecoh banyak orang. Sehingga tidak sedikit mereka yang jarak melirik sisi gelapnya.
Lalu emang ada sisi gelapnya?
Ini merupakan informasi yang didasarkan pada realita yang saya lihat sebagai pelajar di al-Azhar asy-Syarif. Mau percaya atau tidak, sama sekali tidak akan berpengaruh pada kualitas aqidah teman-teman sekalian yang beragama Islam. Mungkin dalam benak pikiran teman-teman sekalian kenapa judulnya harus mengangkat kata sisi gelap, seakan-akan ada deskripsi negatif yang begitu besar pengaruhnya. Terlepas dari hal itu, entah kenapa saya pun jadi ingin sedikit membahas hal tersebut secara khusus dalam tulisan ini.
Melirik sedikit dari pemahaman aliran sebelah, bahwa hal yang pertama harus dilakukan seorang hamba itu adalah asy-Syakku (ragu, keraguan, meragukan). Karena semata-mata keyakinan itu bisa bernilai jika sudah melewati fase keraguan. Coba saja kita bayangkan dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita meragukan suatu hal kemudian hal tersebut memang benar-benar ada. Apakah akan sama kadar keyakinannya dengan kita langsung yakin? Pasti ada perbedaannya.
Melihat dari latar belakang sejarahnya, bahwa al-Azhar asy-Syarif ini merupakan salah satu peninggalan Dinasti Fatimiyyah yang berdiri pada tahun 909 M-1171 M. Sebagai yang kita ketahui bersama bahwa dinasti tersebut bermadzhab aliran syi'ah. Yang kita tahu bahwa terdapat perbedaan dalam Ushul ad-Din (dasar-dasar agama) antara aliran tersebut dengan aliran yang lainnya. Lalu singkat cerita, al-Azhar asy-Syarif sempat ditutup pada masa Shaladhuddin al-Ayyubi dan atas jasa Beliaulah al-Azhar asy-Syarif ini berpindah haluan aliran menjadi Sunni.
Jadi, apa sisi gelapnya? Sebenarnya atas dasar tulisan inilah, selintas pemikiran saya untuk mencari sisi gelap al-Azhar asy-Syarif seketika terpecahkan. Sudah beberapa kajian keilmuan yang saya ikuti diberbagai tempat dengan guru yang berbeda-beda pula, tapi apa hasilnya? Saya duga dengan kuat bahwa betapa kokohnya manhaj keilmuan yang ada di al-Azhar asy-Syarif. Semuanya sama, satu sama lain ulamanya saling menguatkan, membantah dengan jelas dan lugas terhadap ajaran yang tidak sejalan dengan ajaran ahlussunnah wal jama'ah, sangat legowo dan sederhana ulama-ulamanya.Â
Sehingga membuat saya pribadi berpikir "inikah gambaran kehidupan pada zaman Nabi Muhammad Saw. beserta para sahabatnya?".
Terlepas teman-teman mau berpendapat pikiran saya itu terlalu jauh atau apa, tapi yang jelas begitu indahnya hidup dikalangan orang-orang shaleh, tanah para nabi dan aulia, lautan ilmu yang membimbing umat menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Terakhir, saya hanya ingin mengutarakan bahwa memang benar sebagaimana yang dikatakan guru saya bahwa "salah pengajian lebih berbahaya daripada salah pergaulan". Maka di dalam Islam ada tuntutan untuk memilih guru, tempat belajar, dan teman. Karena hal itulah yang akan menentukan kemana arah hidup kita kedepannya. Namun, khusus untuk al-Azhar asy-Syarif saya himbau kepada semuanya agar tidak selintas pun pemikiran untuk meragukan keilmuan yang ada di dalamnya. Daripada meragukan lebih baik kita menanam cinta terhadap para ulama sebagaimana nasihat guru-guru saya dan hal itu pun disampaikan oleh senior mahasiswa di Mesir. Insya Allah, atas lindungan dan hidayah Allah yang Maha Kuasa al-Azhar asy-Syarif ini akan terus abadi, tidak akan berubah ajarannya sampai hari kiamat kelak.
Kita orang awam mungkin bingung harus mengambil pelajaran agama dari siapa, darimana, dan seperti apa ajaran yang benar itu? Sudah saja ikuti para ulama sebagai pewaris para Nabi. Kita sangat mustahil sekali untuk mengambil kesimpulan hukum secara langsung dari al-Qur'an dan as-Sunnah tanpa perantara penjelasan dari para ulama yang telah dahulu pengalamannya dan kemampuan intelektualnya yang terpercaya. Jangan terkecoh dengan seloganÂ
"kembali menuju al-qur'an dan as-sunnah".Â
Emangnya kita bisa apa? Al-Qur'annya pun jarang dibaca, sunnahnya pun sedikit yang dihafal.
So...simplenya sisi gelap al-Azhar asy-Syarif sama sekali tidak ada kecuali kita dapati dalam diri para pelajarnya yang seringkali dilanda kemalasan (sebenarnya semua pelajar pun sama sih penyakit yang selalu ada adalah kemalasan).  Namun, semalas-malasnya mereka yang belajar di al-Azhar asy-Syarif ataupun pelajar dimana pun teman-teman berada asalkan punya modal cinta terhadap ulama dan menyadari akan kekurangannya tentu kita sebagai pelajar akan mendapat keberkahan dari do'a para ulama dan Allah akan mengumpul kita bersama orang yang dicintainya.
"Cinta hela we lah ayeuna mah ka ulama, ulah sok ngabantah (cinta dulu aja lah sekarang mah ke ulama, jangan suka ngeyel)".
Judulnya di atas hanya sebagai penarik pembaca untuk bisa ngobrol dengan saya lewat tulisan ini.
Sekian dan terima kasih. Like dan komen untuk bahasan obrolan selanjutnya yaaaa.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H