Wacana kenaikan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) sebesar Rp.1.000, memicu beragam reaksi dari masyarakat meskipun masih bersifat wacana.
Di satu sisi kenaikan ini dianggap perlu untuk mendukung keberlanjutan operasional dan peningkatan kualitas layanan KRL yang merupakan transportasi andalan jutaan pengguna.
Namun di sisi lain, wacana ini menimbulkan kekhawatiran, terutama bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah, yang mengandalkan KRL sebagai moda transportasi harian dengan biaya yang terjangkau.Â
Pertanyaannya, apakah kenaikan ini akan memberikan manfaat jangka panjang atau justru menambah beban masyarakat di tengah tekanan ekonomi saat ini?
Kekhawatiran masyarakat khususnya menengah ke bawah dengan wacana kenaikan tarif moda transportasi KRL bukan tanpa alasan dan alasan utamanya seperti:
Biaya hidup yang bertambah: Karena kenaikan tarif KRL dapat menambah beban pengeluaran harian, terutama bagi yang bergantung pada transportasi ini untuk bekerja atau kegiatan sehari-hari, apalagi bagi pekerja yang melakukan pekerjaan jauh.
Pendapatan yang terbatas: Umumnya masyarakat menengah ke bawah memiliki pendapatan yang tetap atau tidak sejalan dengan kenaikan biaya kebutuhan. Jadi dengan kenaikan tarif transportasi dapat mengurangi daya beli kebutuhan lain misalnya makanan, pendidikan, dan kesehatan.
Transportasi yang terbatas: Bagi masyarakat menengah ke bawah, KRL sering menjadi pilihan utama karena harganya yang relatif murah dan efisien dibandingkan dengan moda transportasi lain.Â
Pengaruh terhadap mobilitas pekerja: Seperti kita ketahui banyak pekerja dari daerah pinggiran seperti Bogor, Depok, Bekasi, Krawang dan yang lainnya, sangat bergantung pada KRL untuk bekerja di Jakarta atau luar kota. Dengan kenaikan tarif, tentunya dapat membatasi mobilitas bahkan memaksa sehingga mencari pekerjaan yang lebih dekat dengan rumah, meskipun mungkin tidak menawarkan pendapatan yang sama.
Termasuk ketimpangan sosial: Karena kenaikan tarif KRL bisa dirasakan sebagai kebijakan yang lebih membebani kelompok berpenghasilan rendah, sementara kelompok berpenghasilan lebih tinggi mungkin tidak terlalu terpengaruh. Hal ini bisa memperlebar ketimpangan sosial.