Mohon tunggu...
Sukito Wibowo
Sukito Wibowo Mohon Tunggu... -

pemulung yang kerja serabutan, terkadang jadi tukang kumpul beling dan barang bekas, di lain waktu jadi tukang kumpul info dari media maupun sesama pemulung.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aceh: dari Pendidikan Darurat sampai Darurat Pendidikan

11 September 2012   03:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:39 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_198398" align="alignnone" width="600" caption="Sebuah Madrasah yang dibangun atas prakarsa warga di Lawang Aceh Utara (Sumber: The Atjeh Times)"][/caption]

Kita tentunya semua yakin dan percaya bahwa pendidikan merupakan modal dasar pembangunan suatu bangsa. Karena dengan pendidikan yang baik kita dapat menciptakan sebuah generasi yang lebih baik daripada generasi sebelumnya. Pemerintah pun menyadari hal ini dengan mengalokasikan dana sebesar 286 trilyun rupiah dari APBN untuk membangun pendidikan nasional. Namun, penggelontoran dana ratusan trilyun tak ada artinya jika pemanfaatannya pun tidak jelas dan tidak tepat sasaran seperti halnya yang terjadi di Aceh.Mulai dari pendidikan darurat yang terjadi di masa-masa konflik hingga seperti sekarang darurat pendidikan akibat kurangnya perhatian pemerintah Aceh.dalam hal pendidikan.

Sejarah menyebutkan bahwa tanggal 2 September adalah tonggak awal pendidikan di Aceh dimulai yaitu ketika pada tahun 1959, Presiden Soekarno meresmikan Darussalam sebagai Kota Pelajar Mahasiswa, bersamaan dengan pembukaan Fakultas Ekonomi sebagai fakultas pertama di Universitas Syiah Kuala. Bagi Para tokoh Aceh masa lalu pendidikan merupakan landasan paling baik untuk memperbaiki bangsa. Selain Ali Hasymi, masih ada Abu Daud Beureueh yang memodernisasi pendidikan di meunasah ke gedung sekolah dan bentuk madrasah. Ada pula Hasan Tiro yang sepanjang hayatnya ingin Aceh berdiri sejajar dengan Negara-negara lain. Di mata mereka, pendidikan adalah gerbang menuju dunia luar.

Tetapi, realitas pendidikan di Aceh saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Pendidikan di Aceh berada pada titik nadir yang memerlukan perhatian khusus dari pemerintahan Aceh yang baru.Kualitas pendidikan di Aceh berada pada tingkat terendah dalam peringkat nasional, bahkan uji kompetensi Guru di Aceh berada di peringkat 32 dari 33 provinsi. Ini bukan masalah semangat dan kemauan anak-anak Aceh untuk belajar. Tetapi masalah system pendidikan yang acak-acakan. Jika bicara semangat dan kemauan, anak-anak Aceh tidak ada duanya di Indonesia ini. Pada masa konflik yang lalu, kemauan anak Aceh untuk mengenyam bangku pendidikan tidak pernah pupus walaupun didera konflik berkepanjangan, sekolah-sekolah darurat tetap berdiri. Meskipun banyak sekolah yang dibakar oleh para kombatan GAM, anak-anak tetap datang untuk bersekolah. Bahkan yang luar biasa dari anak-anak Aceh ini adalah ketika di salah satu sekolah di pedalaman Aceh Timur yang telah dibakar 3 kali oleh kombatan GAM, mereka masih tetap ingin bersekolah. Pos-pos TNI/POLRI di pedalaman kala itu menggantikan peran guru-guru yang terpaksa absen karena takut untuk sementara. Ini bukti nyata bagaimana anak-anak di Aceh tidak pernah pupus niatnya untuk belajar.

Carut marut pendidikan di Aceh tidak dianggap sepele oleh pemerintahan Aceh sekarang. System pendidikan di Aceh harus dibenahi dan diperbaiki dan menjadi prioritas paling penting yang perlu dibahas dalam DPRA adalah sebuah keharusan. Tidak sadarkah para pejabat yang terpilih kemarin untuk memimpin Aceh bahwa pendidikan di Aceh tengah berada di titik nadir? Ataukah hanya kekuasaan dan nafsu politik yang menggelayuti pikiran mereka sehingga mengabaikan dunia pendidikan yang penting bagi anak dan cucu mereka sendiri? Aceh berada pada darurat pendidikan sekarang dan hal ini jauh lebih buruk daripada pendidikan darurat di masa-masa konflik dulu. Semoga ada perubahan yang jelas di Aceh, khususnya pada dunia pendidikan, sebab Pendidikan adalah jaminan pembangunan generasi yang akan datang supaya lebih baik.

SW

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun