Atas perintah pimpinan perang gerilya Jendral Soedirman, semua wilayah harus melakukan pembakaran atau penghancuran fasilitas fasilitas penting agar tidak diduduki dan digunakan oleh Belanda.
Di Wilayah Sanden pada saat itu, Penewu Projo Suyoso bersama komandan Komando Onder Distrik Militer (KODM) sersan Palil dan para lurah beserta unsur dari masyarakat mengadakan rapat untuk melaksanakan penghancuran kantor kecamatan, asrama tentara dan rumah sakit.
Tiang tiang pendopo kapanewon sudah di ikat dengan berkas blarak kering (daun kelapa) yang disiram dengan minyak tanah sementara beberapa bom Tarik (Trek Bomb) telah disiapkan di asrama tentara dan rumah sakit. Hanya tinggal menunggu aba dari pak penewu. Tiba-tiba beberapa orang dari unsur masyarakat antara lain Rabun, Sangidu, dan Abdul Manab mengusulkan, agar fasilitas itu tidak dihancurkan dengan dibakar atau diledakkan namun biar dibongkar oleh masyarakat saja supaya bahan-bahan bangunan seperti kayu dan genting dapat dimanfaatkan masyarakat.
Pada awalnya sersan Sakiman dan Sersan Palil tidak setuju dengan alasan bahwa akan terlalu lama dan akan ada kemungkinan serangan Belanda sebelum pembongkaran selesai. Namun setelah perdebatan alot akhirnya baik dari unsur militer maupun pemerintah kapanewon setuju. Namun dengan persyaratan bahwa baik dari militer, punggawa pemerintahan, maupun tokoh masyarakat tidak boleh mengambil barang secuilpun dari fasilitas-fasilitas tersebut. Biar masyarakat umum yang memanfaatkannya.
Setelah kesepakatan itu masyarakat berbondong dengan sukarela membongkar kantor kapanewon, rumah sakit, dan asrama tentara, dengan peralatannya masing-masing.
Dan dalam dua hari pembongkaran selesai dan tinggal beberapa tembok saja yang tersisa. Maka pada saat itu muncul istilah baru bukan bumi hangus tapi BUMI ANGKUT.
Ada yang mendapatkan pintu, jendela, tiang, balungan, tempat tidur, kursi atau meja. Ada pula yang mengambil peralatan dapur dan rumah tangga.Â
Ada kejadian yang lucu, karena tidak tahu pispot itu untuk apa, orang yang mendapatkannya mengira itu baskom atau wadah untuk makanan. Sehingga orang itu mengunakannya untuk tempat nasi.
Yogyakarta, Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H