Sukir Santoso
Dengan taksi tumpangannya Pak Dito meningalkan bandara menuju desa di tepi pantai. Pak Dito  ditugaskan ke daerah yang terpencil untuk pendampingan pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. Itu adalah desa di sangat jauh dari kota.
Desa surga. Itu sebutan teman-teman sejawatnya untuk desa itu. Konon di desa itu ada adat yang unik. Bila ada seorang yang berpangkat atau pejabat datang di desa itu, mereka membolehkan bahkan berharap pejabat itu meniduri isteri atau anak perempuan mereka. Dengan harapan mereka ditinggali benih keturunan orang berpangkat. Mereka percaya di kemudian hari akan mengangkat derajat keluarga mereka.
Rencana pendampingan itu selama sepuluh hari. Namun di desa itu tidak ada penginapan dan desa itu juga tidak memiliki rumah dinas. Pak Dito diberikan penginapan di tempat pak lurah.
Rumah pak lurah berhalaman luas dan sejuk. Ada pohon mangga dan pohon rambutan. Di dekat teras dihiasi dengan taman yang bagus.
Ketika pak Dito datang seorang perempuan masih muda dan berparas cantik menyambut kedatangan pak Dito bersama pak Lurah. Ternyata perempuan itu isteri pak lurah.
"Ini pak Dito, bu,"kata pak lurah.
Pak Dito mengangguk tersenyum.
"Pak Dito dari Jakarta. Â Untuk beberapa hari ini tugas pendampingan di sini," lanjut pak Lurah." Tolong siapkan kamar untuk beliau."
Kemudian pak Lurah mengajak pak Dito untuk melakukan orintasi di rumahnya. Pak Lurah menunjukkan tata letak rumahnya. Terutama di mana kamar makan, kamar mandi dan toilet. Setelah itu menunjukkan kamar yang sudah ditata oleh Bu Lurah.