Pada Bab IV dengan judul Kepemimpinan dalam GERDEMA, dijelaskan bahwa Kepemimpinan menjadi syarat mutlak keberhasilan pelaksanaan GERDEMA. Tanpa kepemimpinan yang tepat, GERDEMA tidak akan berjalan secara maksimal. Adapun nilai-nilai utama yang menciptakan dan memperkuat kepemimpinan dalam GERDEMA adalah nilai kecerdasan spiritual, emosional, intelektual, ekonomi dan nasionalis kebangsaan.
Sedangkan pada Bab V diterangkan bahwa ada hubungan erat antara Profil Desa dan Antar Lembaga. Birokrasi desa pada akhirnya menjadi tujuan sebagai kekuatan dan juga peluang terwujudnya kekuatan gerakan di desa. Gerakan sebagai model aktivitas proses menjalankan dan menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan dan mewujudkan tujuan pembangunan, dan gerakan sebagai wujud dari upaya memberdayakan pemenuhan harapan masyarakat.
Tak hanya itu, pada Bab VI dengan judul Mekanisme Keberhasilan GERDEMA, disampaikan terobosan baru bahwa GERDEMA memerlukan mekanisme proses pelaksanaan yang mudah untuk dipahami. Mulai dari tahap perencanaan, pembiayaan, pengawasan, evaluasi, pertanggungjawaban, indikator kinerja hingga capaian keberhasilannya.
Dan yang terakhir, pada Bab VII dengan judul Rekam jejak Sebelum dan Setelah GERDEMA, diberikan berbagai tabel dan gambaran serta kesimpulan bahwa GERDEMA terbukti berdampak besar terhadap terjadinya perubahan perilaku yang positif dan bermanfaat dalam membentuk kemampuan penyelenggaraan pemerintahan desa. Syaratnya yaitu dengan memberi kepercayaan sepenuhnya, melakukan pembinaan dan pendampingan yang konsisten dan terus menerus kepada pemerintah desa, masyarakat desa dan pelaku ekonomi di desa.
Lima Revolusi dari desa
Dengan sikap percaya disertai dengan pembinaan kepada aparat pemerintah desa, Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) sebagai model revolusi dari desa sangat diperlukan untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan pedesaan. Revolusi-revolusi yang dimaksud mencakup hal-hal berikut :
Revolusi Pertama dalam hal penerapan konsep pembangunan, integrasi antara pendekatan partisipatif dan teknokratik yang bermuara di desa
Revolusi Kedua dalam penyerahan urusan dari perangkat teknis daerah kepada pemerintahan desa
Revolusi Ketiga dalam hal konsistensi antara formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan pembangunan desa oleh pelaku pembangunan dan masyarakat desa
Revolusi Keempat dalam hal pengelolaan dana pembangunan, dengan memberikan kepercayaan penuh kepada desa melalui kontrol anggaran secara mandiri
Revolusi Kelima dalam pelaksanaan otonomi secara penuh di desa, sebagai komitmen membangun kedaulatan rakyat yang menjadi cermin kedaulatan negara yang hakiki (halaman 45).
Dengan GERDEMA, mimpi untuk membangun kembali kejayaan Indonesia bukan sekedar mimpi di siang bolong. Karena GERDEMA mengandung makna pembangunan yang berkarakter. Makna berkarakter dalam konteks GERDEMA adalah kepemimpinan yang sepenuhnya memberi kepercayaan kepada masyarakat dalam proses pembangunan desa, yang terdiri dari 3 prinsip :
Pertama : Pembangunan harus mencerminkan identitas kebutuhan masyarakat yang ingin dibangun
Kedua : Pembangunan dilakukan oleh masyarakat sendiri
Ketiga : Hasil pembangunan dirasakan secara langsung oleh masyarakat dari hasil kerjanya sendiri.
Tak bisa dinafikan jika keprihatinan Dr. Yansen yang menorehkan buah pikiran dalam buku ini patut disambut pemerintah, kalau ingin masyarakat desa kembali jaya. Di tangan seorang pemimpin yang kuat dan visoner, yang bisa mengartikulasikan visi, misi dan strategi, seluruh persoalan kemasyarakatan dan pembangunan, betapapun beratnya akan terpecahkan dengan baik. Kemajuan India, Brasil dan Cina, misalnya, sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan yang sangat kuat dan visioner, terlepas dari sistem politik yang dianutnya. Indonesia sebenarnya memiliki kesempatan emas untuk meraih sukses, dengan catatan ada kepimimpinan yang kuat dan visioner.
Jujur, buku ini sangat unik karena mengangkat tema yang tak biasa, bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah pembangunan yang sudah lama tak “dilirik” pemerintah. Buku yang merupakan hasil kajian doktoral penulis ini juga sudah dipraktekkan di Malinau dan sejauh ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Keunikan lain dari buku ini adalah pemilihan cover bukunya. Mungkin di antara kita sebelumnya sudah membayangkan bahwa sebuah revolusi itu pasti merupakan gerakan-gerakan radikal, gerakan mengangkat senjata hingga menelan korban dan tumpahan darah di bumi pertiwi. Oleh penulis, cover buku ini dipilih dengan gambar yang tak biasa dan smart. Revolusi digambarkan sebagai sebuah gerakan metamorfosis sempurna, perubahan dari seekor ulat, kepompong hingga menjadi kupu-kupu nan indah. Dan ternyata cover ini memang sesuai dengan isi tulisan dalam buku ini. Penggambaran daerah Malinau yang dijelaskan secara gamblang lewat tabel, grafik dan angka dalam rekam jejak sebelum dan setelah revolusi desa (GERDEMA), telah bermetamorfosis sempurna dengan adanya perubahan perilaku yang positif dan bermanfaat dalam membentuk kemampuan penyelenggaraan pemerintahan desa. Telah terjadi perubahan yang sangat berarti dari masyarakat yang suka dilayani, dihormati, berkuasa (feodal) dan mau menang sendiri menjadi masyarakat yang banyak menerima penghargaan dari pemerintah pusat karena prestasinya.
“Tak ada gading yang tak retak.” Karya penulis yang pernah mengantarkan Malinau sebagai satu-satunya kabupaten di Kalimantan yang meraih penghargaan dari Kemeterian Keuangan dalam bidang keuangan serta ekonomi ini tidak bisa diingkari juga menyimpan sedikit kekurangan . Penulis dalam memaparkan buah pikirannya banyak mengadopsi atau terkesan seperti bentuk tulisan disertasi aslinya. Tulisan dalam buku benar-benar seperti tulisan ilmiah berupa judul, bab dan sub bab. Tapi dalam sedikit kekurangan itu justru terkandung keuntungan yang lebih besar bagi para pembacanya, yaitu langsung dijelaskan secara to the point, tak bertele-tele. Hingga lebih mudah dimengerti dengan cepat.
Akhir kata, buku Revolusi dari Desa ini layak diapresiasi. Dengan kemasan fisik bukunya yang tak terlalu tebal dan bernas, buku ini langsung memaparkan step by step bagaimana merevolusi desa agar mencapai kemajuan yang maksimal. Acungan dua jempol juga layak diberikan untuk buku yang dapat dijadikan panduan bagi stakeholders, terutama seluruh Pegawai Negeri Sipil pada Satuan Kerja Perangkat daerah (PNS SKPD), Pemerintahan Desa (Pemerintah Desa, BPD, LPMD, Lembaga Ekonomi Desa, Lembaga Adat, PKK Desa), masyarakat, wiraswastawan, dan para pemangku kepentingan lainnya bahkan berbagai pihak yang ingin memahami dan belajar tentang bagaimana membangun desa secara tepat. Ke depan, bukan hal yang mustahil jika desa tak lagi dianggap sebagai anak tiri atau anak bawang. Justru desa akan dijadikan sebagai daerah yang memiliki visi yang jelas tentang pembangunan yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H