Mohon tunggu...
Sukimah Yono
Sukimah Yono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Gerak Cepat Saat Hamil, Naik Pangkat 6 Tahun Lebih Cepat

5 Desember 2014   03:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:01 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14176982971340127987

“ Besok mau ke kantor pusat ya Pak ?” tanyaku pada Pak Ichtiar, teman sekantorku  pada pertengahan bulan April 2005, 9 tahun yang lalu.

“ Mau nitip ?”

Aku cuma  dapat  tersenyum kecut. Malu. Ternyata  Pak Ichtiar sudah tahu  maksud pertanyaanku. Tapi aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang bagus ini. Karena menurutku kesempatan  emas tidak akan datang dua kali. Sukses hanya diraih oleh  mereka yang sudah menyiapkannya. Siapa cepat, dia dapat. Terserah orang mau bilang apa.  Apalagi yang mau ikut ujian sepertiku ini bejibun. Beberapa ratus orang yang dipilih, tapi yang ngantri seluruh pegawai se Indonesia Raya.

Segera kuambil berkas  yang tersimpan di laci meja.  Seamplop  besar. Bakalan lama kalau berkas ini kuposkan. Kalau kutitipkan ke  Pak Ichtiar, ada kepastian berkasku  sampai  di tangan orang yang tepat mengurusinya.

“ Nitip ini ya Pak.”  Amplop coklat itu pun  berpindah tangan ke Pak Ichtiar, yang besok akan berangkat ke ibukota metropolitan, tempat kantor pusat instansiku berada.  Mulutku langsung komat-kamit. Mudah-mudahan berkasku nyampai, do’aku dalam hati.

***

Sebetulnya dengan menitipkan berkas ke Pak Ichtiar, aku termasuk orang yang mencari   resiko.  Pas hamil, kok malah mau ikut Ujian Penyesuaian Kenakaian Pangkat  (UPKP) V. Semua orang tahu,soal-soal ujian di UPKP V, yang dahulu bernama Diklat Penyesuaian Ijazah (DPI) III  ini sangat sulit,  standar nilainya juga tinggi. Lulus ujian ini, bagaikan benang keluar dari jarum jahit yang  lubangnya  sangat kecil. Susyah sekali.

Tapi bagiku, tak ada salahnya mencoba. Dan Alhamdulillah, gerak cepatku nitip berkas ke  Pak Ichtiar berbuah manis. Beberapa bulan kemudian, saat  usiaku 31 tahun ( nggak ada hubungannya ), dan usia kehamilanku sudah  7 bulan aku dipanggil untuk mengikuti diklat  UPKP V di Balai Diklat Keuangan (BDK ) Malang. Senang ? Tentu saja.  Sempat merasa masygul  dan tersenyum kecut (lagi)  ketika sopir kantor yang mengantar  untuk mengambil modul Diklat mengatakan bahwa UPKP V hanyalah sebuah formalitas. Bisa atau tidak saat mengerjakan ujian, tetap saja lulus.

Bulan Juni, bersama teman-teman dari kantor lain, ada  yang  dari Direktorat Jenderal  Anggaran, Bea Cukai  dan kantor lainnya, kuikuti  kelas tutorial dengan sebaik-baiknya. Saat mau mengikuti diklat ini sebelumnya aku sempat berkonsultasi ke dokter kandungan langgananku, bolehkah aku mengikuti diklat dan ujian yang akan  melelahkan ini. “ Ikuti saja,”  jawab singkat  Pak  dokter favoritku.  Aku merasa perlu untuk  menanyakan hal seperti ini. Karena di awal kehamilan, aku sempat mengalami vlek dan bed rest selama seminggu. Aku ingin  kehamilan dan  UPKP V ku nanti bisa sukses bersamaan.  Apalagi saat kulihat  jadwal diklat yang diberikan. Karena  pertemuan tutorial sangat terbatas, sementara materi yang harus dipelajari banyak, mau tidak mau  diklat akan berlangsung  hingga menjelang Maghrib.

Gerak lebih cepat = high risk = high return

Hari-hari pertama diklat,( sepertinya)  aku pernah membawa bantal untuk mengganjal pantat dan punggungku. Tapi hari-hari berikutnya, aku nggak bawa lagi. Malu diliatin teman-teman seruangan dan takut mendapat perlakuan khusus.   Berbekal  vitamin dari dokter dan berusaha tak terlalu capek, aku mengikuti diklat dengan sukses. Padahal saat itu ruang kelasku ada di lantai 2 lhoo..

Selesai diklat, masih ada waktu tenang untuk mempersiapkan ujian. Kulahap habis soal-soal ujian tahun-tahun sebelumnya.  Meski  otak tua ini sebetulnya sudah agak tumpul untuk berlatih  contoh soal-soal TPA, Psikotes dan bahasa Inggris yang susahnya minta ampun, kupaksakan juga mataku untuk membaca habis latihan soal-soalnya. Dengan bersandaran bantal yang agak tinggi di kursi ruang tamu,  aku berusaha belajar keras.  Karena aku tahu  betul sifat asliku saat sekolah atau kuliah dulu.  Aku  sering  menyesal kalau tahu setelah  ujian ternyata  soal-soal yang kukerjakan ternyata banyak  salahnya.  Aku ingin  belajar tenananku  sebelum ujian, bukan setelahnya.  Karena sesal dahaulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.

Kebiasaanku yang sering mencocok-cocokkan soal dan jawaban dengan teman, atau mencari jawaban di buku setelah ujian, kuhilangkan. Aku berusaha keras langsung belajar dengan materi  ujian berikutnya.  Meski sempat  minder dengan kecerdasan  peserta lainnya yang lebih muda dan pintar, aku sangat senang ketika  diumumkan bahwa aku lulus UPKP V. Tak perlu mengulang.  Dan  nilaiku ternyata  memenuhi standar nilai yang telah ditetapkan oleh  panitia ujian.   Ya iyalah, kan  itu syaratnya lulus !

Inginnya sih setelah  lulus ujian, aku ingin berleha-leha  sejenak.  Apalagi saat itu gedung kantor juga sedang  direnovasi.  Ajakan   untuk malas bergerak ditambah perut yang semakin membuncit, seakan  menari-nari di pelupuk mata. Oh ya, sebelum lupa,  kelebihan bagi pegawai yang lulus UPKP V adalah   bisa naik pangkat dengan cepat ke Pangkat  Penata Muda  atau  III a. Apalagi  periode kenaikan pangkatku adalah  per  April. Jadi waktu itu aku berfikir  naik pangkatnya  nanti saja  April tahun 2006.  Masih lama.

Waktu  itu sekedar iseng, aku tanya ke bagian Kepegawaian Kantor Pusat, apa saja syarat-syarat untuk naik  pangkat   penyesuaian ijiazah dan telah lulus UPKP V.  Waktu itu aku juga  cerita, karena periode naik pangkatku bulan April, aku  juga ingin mengajukan permohonan naik pangkat  bulan April tahun 2006 saja.   Jawaban  dari pegawai  Kantor Pusat  ternyata di luar dugaanku.
“ Usulkan  sekarang saja, Mbak. Periode Oktober ini. “

Dheg.  Lha persyaratanku belum lengkap semua tuh, piye jal ? Tapi tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan,  dengan gerak cepat (lagi)  kumanfaatkan  kesempatan  yang ada  saat itu. Kucari teman yang kukenal  di BPPK Pusat. Bukannya bermaksud memanfaatkan teman yaa... Tapi tahu sendiri kan, jalur birokrasi dan  turunnya  ijazah sebagai bukti telah lulus  UPKP V itu ?  Biasanya sih lama sekali  sampai di tangan yang bersangkutan.

Kucari nomor telepon BPPK Pusat, kutanyakan berapakah waktu yang diperlukan untuk menunggu turunnya ijazah UPKP.  Dan ternyata inilah  manfaatnya punya banyak  teman. Saat menelepon itu, ternyata yang menerima dan menjawab telepon  adalah temanku saat kuliah di kelas Pembantu Akuntan (PA) tahun 1999  lalu. Namanya Pak  Zakaria. Alhamdulillah, selama kuliah hubunganku dengannya dan istrinya lumayan baik. Maka dengan basa-basi sedikit, kuuturakan maksuduku sekalian minta tolong, bisakah  ijazah UPKPku dipercepat dan difaxkan lebih dulu. Bersyukur sekali, Pak Zakaria mau membantuku.  Selang beberapa minggu kemudian, fax-fax an ijazah bisa kuterima dengan baik.

Saat itu aku memang tak terlalu memikirkan  ijazah aslinya, toh untuk kenaikan pangkat, yang diperlukan adalah legalisir ijazahnya. Dari fax masih terlihat sangat jelas kok ijazah dan nilai UPKP V ku.

“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian.”

Meski rasanya  ngos-ngosan, karena harus bergerak secepat kilat,  tapi aku senang sekali melakukan kegiatan sehubungan dengan kenaikan pangkatku kali ini. Maklum saja, awalnya pangkatku kan II c dan dengan usulan kenaikan pangkat kali ini, berarti aku bisa langsung naik pangkat ke golongan III a. Banyak  Pegawai Negeri  Sipil (PNS) yang mendambakan naik pangkat dengan cara seperti ini. Karena itu berarti aku akan hemat waktu 6 tahun, tanpa perlu merasakan  berada di jenjang   pangkat II d dulu.   Lebih bahagia lagi ketika aku cuti  melahirkan anak keduaku, per 1  Oktober 2005, usulan kenaikan pangkatku  sudah beres dan aku langsung bisa naik pangkat ke III a.

Belakangan aku tahu, beberapa tahun berikutnya, diklat UPKP V ini tak selalu diadakan.  Empat  tahun setelah aku diklat, diklat ini ditiadakan. Baru bulan  Desember tahun 2014  ini, UPKP V diadakan lagi. Sungguh, aku sangat bersyukur sekali. Andai aku tak bergerak cepat, aku tak tahu bagaimana perjalanan  pangkat dan kedinasanku. Sekarang aku sedang menikmati  hasil jerih payahku  dengan sebaik-baiknya. Caranya yaitu dengan  terus  memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Karena aku tahu, aku hanyalah seorang abdi negara dan abdi masyarakat,  dan dari uang  mereka lah aku digaji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun